Mataram (ANTARA News) - Aparat kepolisian dari Polda Nusa Tenggara Barat akhirnya dapat menangkap Ustadz Abrori selaku pimpinan Pondok Pesantren Khilafiah Umar Bin Khatab di Desa Sanolo, Kecamatan Bolo, Kabupaten Bima, setelah dua hari melakukan pengejaran.

Ustadz Abrori dibekuk di kediaman orangtuanya di Desa Sila Kenanga, Kecamatan Kenanga, Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB), pada Jumat (15/7) sekitar pukul 13.00 Wita atau seusai salat Jumat.

Pimpinan pondok pesantren (ponpes) yang diduga terlibat jaringan teroris itu kemudian dibawa ke Markas Polda NTB di Mataram, Sabtu pagi, menggunakan helikopter polisi untuk diperiksa intensif.

Kapolda NTB Brigjen Polisi Arif Wachyunadi dan Kepala Satuan (Kasat) Brigade Mobil (Brimob) Polda NTB Kombes Pol. Imam Santoso, ikut dalam helikopter yang diterbangkan dari Dompu menuju Mataram.

Sebelum dibawa ke Mataram, Ustadz Abrory sempat diinapkan di Kabupaten Dompu untuk memberikan keterangan awal.

Saat tiba di Bandara Selaparang Bima, Ustadz Abrori langsung dinaikkan ke kendaraan taktis (rantis) Baracuda Brimob Polda NTB, namun kepalanya ditutup kain hitam, dan dikawal lima orang anggota Brimob.

Ustadz Abrori dikejar polisi sejak Rabu (13/7) atau saat penggerebekan Ponpes Umar Bin Khatab Bima itu, namun polisi tidak menemukan seorang pun pengurus dan para santri dalam ponpes itu.

Namun, polisi menemukan sejumlah bahan peledak dan benda berbahaya lainnya, yakni sembilan buah bom molotov yang dirakit menggunakan botol, 30 batang anak panah, dua unit perangkat utama komputer (CPU) dan satu unit printer, dan sepucuk senapan angin.

Polisi juga menemukan sebilah pedang, sebilah golok, sebilah kapak, satu unit telepon genggam (HP), satu peti Al Quran, dan selembar kaos/rompi seragam laskar Jamaah Anshory Taudid (JAT), puluhan keping VCD jihad dan sejumlah bahan perakit bom seperti kabel, solder dan korek api.

Penggerebekan Ponpes Umar Bin Khatab itu dilakukan pada hari ketiga setelah ledakan bom rakitan di ponpes itu, karena upaya polisi dihalang-halangi pengurus dan para santri serta mantan santri, serta adanya dugaan bahan peledak di pintu masuk ponpes itu.

Ledakan bom rakitan di salah salah satu ruangan dalam Ponpes Khilafiah Umar bin Khatab, itu terjadi pada Senin (11/7) sekitar pukul 15.30 Wita, yang menewaskan seorang pengurus ponpes yakni Suryanto Abdullah alias Firdaus.

Jenasah Firdaus diambil sanak keluarganya dari lokasi kejadian karena polisi tidak diizinkan masuk ke ponpes itu, meskipun untuk tugas olah Tempat Kejadian Perkara (TKP), kemudian menyerahkannya kepada polisi.

Jenasah Firdaus diotopsi dan pada Selasa (12/7) malam kemudian diserahkan kepada sanak keluarganya untuk dikuburkan.

Kapolda NTB Brigjen Polisi Arif Wachyunadi mengatakan, saat ditangkap Ustadz Abrori bersikap kooperatif dan menyatakan akan bertanggung jawab dan siap untuk membantu kepolisian dalam rangka penegakkan hukum.

"Kami bawa ke Mapolda NTB untuk kepentingan penyidikan lebih lanjut, terkait dugaan keterlibatannya dalam jaringan teroris seperti yang diberitakan belakangan ini," ujarnya.

Hasil pemeriksaan awal, kata Arif, mengarah kepada dugaan keterlibatan Ustadz Abrori dalam jaringan teroris sehingga akan dikenakan pasal tindak pidana terorisme. (ANT/K004)