INDEF: Selama PPKM tak naik level, Omicron tak pengaruhi ekonomi
31 Januari 2022 15:58 WIB
Ilustrasi - Dokter memegang tangan botol Vaksin dengan dosis untuk Varian Baru Covid-19 Omicron. ANTARA/Shutterstock/pri. (ANTARA/Shutterstock)
Jakarta (ANTARA) - Direktur Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Tauhid Ahmad menyampaikan varian COVID-19 Omicron tidak akan berpengaruh signifikan terhadap perekonomian Tanah Air selama tidak ada kenaikan level PPKM.
“Saya kira selama memang status PPKM belum naik, otomatis dampak ekonomi relatif lebih sedikit kecuali PPKM sudah naik dan kasusnya sudah mengkhawatirkan,” ujar Tauhid saat dihubungi di Jakarta, Senin.
Tauhid berpendapat pemerintah menerapkan standar yang berbeda terkait penanganan COVID-19 varian Omicron dengan varian Delta. Jika menggunakan standar penanganan Delta, lanjutnya, saat ini Indonesia telah menerapkan PPKM level 3 dan 4 karena kasus Omicron yang semakin naik.
Namun, saat ini pemerintah tidak memberlakukan kebijakan penanganan seperti saat kasus varian Delta merebak di Indonesia, sehingga dampak ekonominya seperti biasa saja dan terlihat seolah-olah tidak terjadi masalah kesehatan di antara. masyarakat.
Baca juga: Sri Mulyani waspada Omicron pengaruhi ekonomi kuartal I-2022
“Sampai hari kita lihat di pusat perbelanjaan, jalanan itu masih seperti biasa. Padahal kalau dulu pakai penanganan varian Delta PPKM sudah naik sehingga terjadi hambatan ekonomi,” ujarnya.
Kendati tingkat kematian varian Omicron lebih rendah dibandingkan varian Delta, Tauhid menyarankan pemerintah untuk tetap transparan terkait dampak varian Omicron hingga okupansi dan kesiapan rumah sakit agar masyarakat lebih waspada.
“Khawatir ini akan berdampak pada masyarakat yang punya komorbid ini kan tidak tersosialisasikan dengan baik. Khawatir bahwa varian ini menimbulkan kematian, kami khawatir di situ,” jelas dia.
Baca juga: BI perkirakan ekonomi global tumbuh 4,4 persen pada 2022
Selain itu, jika pada puncak kasus Omicron ini akan kembali diberlakukan PPKM level 4, ia mengingatkan pemerintah untuk menyiapkan sejumlah skenario pemulihan ekonomi dan kesehatan. Seperti bantuan sosial dan insentif usaha yang seharusnya dibagikan lebih awal agar tidak langsung berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi yang saat ini relatif terjaga.
Begitu juga dengan vaksin booster yang harus diakselarasi sebelum terjadi puncak Omicron yang diprediksi pada Februari dan Maret ini. Tujuannya agar masyarakat dengan komorbid bisa lebih tahan menghadapi risiko dari varian terbaru COVID-19.
Ia juga mengingatkan pelaku dan industri penerbangan internasional, pariwisata dan transportasi untuk mempunyai mitigasi terkait potensi dampak dari puncak kasus varian Omicron. Selain juga pemerintah tetap mengingatkan perilaku 5M kepada masyarakat.
“Karena karakteristik varian omicron itu sendiri, dampak kematiannya jauh lebih rendah seolah-olah masyarakat mengabaikan dan double standart tadi sehingga otomatis ekonomi berjalan tanpa ada hambatan mobilitas fisik dan ekonomi yang terlalu besar dibandingkan Delta,” kata Tauhid.
“Saya kira selama memang status PPKM belum naik, otomatis dampak ekonomi relatif lebih sedikit kecuali PPKM sudah naik dan kasusnya sudah mengkhawatirkan,” ujar Tauhid saat dihubungi di Jakarta, Senin.
Tauhid berpendapat pemerintah menerapkan standar yang berbeda terkait penanganan COVID-19 varian Omicron dengan varian Delta. Jika menggunakan standar penanganan Delta, lanjutnya, saat ini Indonesia telah menerapkan PPKM level 3 dan 4 karena kasus Omicron yang semakin naik.
Namun, saat ini pemerintah tidak memberlakukan kebijakan penanganan seperti saat kasus varian Delta merebak di Indonesia, sehingga dampak ekonominya seperti biasa saja dan terlihat seolah-olah tidak terjadi masalah kesehatan di antara. masyarakat.
Baca juga: Sri Mulyani waspada Omicron pengaruhi ekonomi kuartal I-2022
“Sampai hari kita lihat di pusat perbelanjaan, jalanan itu masih seperti biasa. Padahal kalau dulu pakai penanganan varian Delta PPKM sudah naik sehingga terjadi hambatan ekonomi,” ujarnya.
Kendati tingkat kematian varian Omicron lebih rendah dibandingkan varian Delta, Tauhid menyarankan pemerintah untuk tetap transparan terkait dampak varian Omicron hingga okupansi dan kesiapan rumah sakit agar masyarakat lebih waspada.
“Khawatir ini akan berdampak pada masyarakat yang punya komorbid ini kan tidak tersosialisasikan dengan baik. Khawatir bahwa varian ini menimbulkan kematian, kami khawatir di situ,” jelas dia.
Baca juga: BI perkirakan ekonomi global tumbuh 4,4 persen pada 2022
Selain itu, jika pada puncak kasus Omicron ini akan kembali diberlakukan PPKM level 4, ia mengingatkan pemerintah untuk menyiapkan sejumlah skenario pemulihan ekonomi dan kesehatan. Seperti bantuan sosial dan insentif usaha yang seharusnya dibagikan lebih awal agar tidak langsung berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi yang saat ini relatif terjaga.
Begitu juga dengan vaksin booster yang harus diakselarasi sebelum terjadi puncak Omicron yang diprediksi pada Februari dan Maret ini. Tujuannya agar masyarakat dengan komorbid bisa lebih tahan menghadapi risiko dari varian terbaru COVID-19.
Ia juga mengingatkan pelaku dan industri penerbangan internasional, pariwisata dan transportasi untuk mempunyai mitigasi terkait potensi dampak dari puncak kasus varian Omicron. Selain juga pemerintah tetap mengingatkan perilaku 5M kepada masyarakat.
“Karena karakteristik varian omicron itu sendiri, dampak kematiannya jauh lebih rendah seolah-olah masyarakat mengabaikan dan double standart tadi sehingga otomatis ekonomi berjalan tanpa ada hambatan mobilitas fisik dan ekonomi yang terlalu besar dibandingkan Delta,” kata Tauhid.
Pewarta: Kuntum Khaira Riswan
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2022
Tags: