Jakarta (ANTARA News) - Ingat saat divaksinasi di masa kecil? Lembaga atau perusahaan mana yang memproduksi vaksin dan ternyata vaksin diproduksi oleh PT Bio Farma (Persero) yang berkantor pusat di Bandung.

Saat ini BUMN kebanggaan nasional tersebut berusia 121 tahun.

Pertanyaan yang juga terkadang muncul adalah apakah vaksin yang diproduksi Bio Farma aman, khususnya untuk bayi dan anak-anak balita?

Faktanya, sampai saat ini masih banyak orangtua yang mengkhawatirkan vaksinasi (imunisasi) terhadap anak-anaknya karena beredar kabar bahwa vaksin yang digunakan tidak aman.

Ada pula pihak-pihak tertentu yang melakukan kampanye negatif mengenai vaksin Bio Farma, entah dengan tujuan apa.

Sementara itu beberapa waktu lalu pernah beredar berita tentang kejadian ikutan pascaimunisasi (KIPI) yang terhitung berat seperti kasus Sinta Bela (siswi Madrasah Ibtidaiyah Al Huda, Jatimulya, Kabupaten Bekasi) yang menurut orangtuanya lumpuh setelah diimunisasi.

Namun sebagaimana diberitakan media massa juga, berdasarkan hasil pemeriksaan oleh dokter-dokter ahli di bidangnya terbukti bahwa kelumpuhan anak itu terjadi karena tuberkulosis di tulang belakang yang sudah berlangsung lama dan bukan akibat dari imunisasi.

Kemudian, ketika terjadi wabah polio di Jawa Barat, beberapa anak lumpuh setelah diberikan vaksin polio.

Dengan pemeriksaan virus (virologi) terbukti bahwa kelumpuhan tersebut diakibatkan virus polio liar yang sudah menyerang anak-anak tersebut sebelum mereka mendapatkan imunisasi polio.

Beberapa KIPI berat lain, setelah diperiksa oleh ahli-ahli di bidangnya terbukti terjadi akibat penyakit lain yang sudah ada sebelumnya serta bukan diakibatkan oleh imunisasi.

Dalam kaitan ini Dr. Soedjatmiko, SpA(K), MSi selaku Sekretaris Satuan Tugas (Satgas) Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) dalam acara Pfizer Journalist Class dengan tema "Hak Anak Untuk Sehat dan Cerdas" di Jakarta beberapa waktu lalu menjelaskan, vaksin dibutuhkan untuk menurunkan angka kematian bayi dan balita, terutama untuk pencegahan penyakit menular. Vaksin dimaksud diproduksi oleh Bio Farma.

Menurut Dr. Soedjatmiko, vaksin produksi Biofarma telah diekspor ke 110 negara, dan ini membuktikan bahwa vaksin Indonesia aman untuk digunakan.

Sebelum vaksin digunakan secara luas, terlebih dahulu dilakukan penelitian secara bertahap selama 10 sampai 15 tahun.

Awalnya vaksin dirancang oleh sekelompok ahli, lalu diujikan pada hewan percobaan, kemudian diuji pada manusia dari sisi keamanan, daya kekebalan, dan daya perlindungannya.

Selain itu vaksin produksi Bio Farma juga diawasi dan telah disetujui oleh Badan Kesehatan Dunia (WHO).

Vaksinasi atau imunisasi merupakan pencegahan yang spesifik, efisien, dan efektif terhadap penyakit menular dan berbahaya seperti tuberkulosis, polio, difteri, pertusis, tetanus, campak dan penyakit lainnya.

Biasanya dua sampai empat minggu setelah anak diimunisasi, maka sudah tumbuh kekebalan di dalam diri anak tersebut.

Vaksin yang diberikan bisa berisi bakteri yang dilemahkan (vaksin BCG, tifoid oral), bakteri mati (DPT, Hib, penumokokus, tifoid), virus yang dilemahkan (polio, campak, cacar, MMR, rotavirus), virus yang mati (hepatitis A dan B, influenza, kanker leher rahim, rabies) atau toksoid (racun yang dilemahkan untuk vaksin tetanus dan difteri).

Sementara itu terkait soal kehalalan vaksin, Pemerintah melalui Kementrian Kesehatan menyatakan bahwa vaksin Indonesia bukan hanya aman, namun juga halal untuk digunakan.

Saat isu masalah kehalalan vaksin muncul, Menteri Kesehatan pada periode lalu, dr Siti Fadilah Supari misalnya, pernah mengaskan bahwa vaksin produksi Bio Farma aman dan halal untuk digunakan.

Menurut dia, ada dugaan bahwa pihak asing melakukan upaya pelemahan industri farmasi dalam negeri dengan menghembuskan isu bahwa vaksin Indonesia haram digunakan, sementara vaksin Biofarma yang telah mendapatkan pengakuan WHO telah diekspor ke lebih dari 100 negara, termasuk negara-negara di Timur Tengah, dan ini membuktikan tidak adanya masalah dengan vaksin tersebut.

Pengakuan WHO

Terkait dengan vaksin yang diakui WHO, negara-negara yang mayoritas berpenduduk Muslim mengeluhkan sulitnya mendapat pengakuan atau prakualifikasi dari WHO atas produk vaksin mereka. Dari 23 negara Islam penghasil vaksin, baru Indonesia (dalam hal ini PT Bio Farma) yang mendapatkan berbagai sertifikat prakualifikasi untuk produk vaksin.

Fakta tersebut mengemuka pada Pertemuan Tahunan ke-6 Bank Pembangunan Islam (IDB) tentang Program Kemandirian Produksi Vaksin yang berlangsung di Bandung dari tanggal 6 hingga 9 Agustus 2010.

"Selain Indonesia, belum ada yang mendapatkan prakualifikasi WHO," kata Dr. Houda Langar, Penasihat WHO untuk kawasan Timur Mediterania yang berpusat di Kairo Mesir pada pertemuan yang bertema "Self Reliance in Vaccine Production Program" itu.

Di hadapan peserta pertemuan tahunan tersebut, Penasihat WHO asal Tunisia itu menegaskan, prakualifikasi mutlak dibutuhkan.

Prakualifikasi merupakan penilaian independen untuk kualitas, keamanan, dan keampuhan vaksin guna memastikan vaksin bisa dipakai untuk target penduduk serta untuk memenuhi kebutuhan program imuniasi.

Juga diperlukan untuk memastikan kepuasan berkesinambungan dengan spesifikasi dan standar kualitas yang telah ditetapkan.

WHO menetapkan, vaksin yang akan diproses untuk mendapatkan prakualifikasi harus memenuhi persyaratan badan regulasi nasional. National Regulatory Authority (NRA) itu ada di masing-masing negara pembuat vaksin.

Untuk Indonesia, misalnya, perlu memenuhi persyaratan dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).

Sementara itu Bio Farma yang telah mendapatkan prakualifikasi WHO, dalam usianya yang ke-121 bertekad mewujudkan kemandirian industri vaksin nasional.

Kemandirian industri vaksin nasional itu telah dimulai sejak 1999 dengan melakukan sinergi Academic, Business, and Government (ABG) untuk membangun dan mengembangkan industri vaksin dengan baik.

Dalam kaitan ini, sebagaimana dijelaskan oleh Dirut Bio Farma Iskandar pada media gathering tanggal 12 Mei 2011 di Jakarta, pihaknya telah merintis kerjasama dengan berbagai pihak, antara lain dengan beberapa perguruan tinggi terkemuka, baik di dalam maupun di luar negeri.

Iskandar juga menyatakan optimistis bahwa Bio Farma sebagai satu-satunya produsen vaksin dan antisera di Indonesia yang telah memenuhi kebutuhan program imunisasi nasional akan mampu menjadi pemain dalam pasar vaksin global.

*) Wartawan senior ANTARA

(A025/A025)