Direktur Sekolah Ilmu Lingkungan Universitas Indonesia (SIL UI) Dr. Tri Edhi Budhi S dalam keterangannya di Depok, Jawa Barat, Sabtu mengatakan kolaborasi dengan Jepang, akan dilakukan demi mengatasi permasalahan pembangunan yang yang rendah karbon.
Indonesia menerapkan undang-undang tentang pengelolaan hutan dan tanah untuk mengurangi dampak emisi karbon.
Selain itu juga diperlukan pedoman mengenai pemilihan teknologi yang tepat dalam pengembangan komunitas dekarbonasi di Asia dan penggunaan teknologi energi biomassa di Indonesia.
Kebutuhan energi terbarukan yang ramah lingkungan ini dipicu oleh beberapa faktor, antara lain kemiskinan dan kesenjangan sosial, permasalahan lingkungan, serta perubahan iklim.
Baca juga: Menkeu : Indonesia bawa isu pengurangan emisi karbon di Presidensi G20
Baca juga: Pemprov Kaltim berkomitmen laksanakan Program Pengurangan Emisi Karbon
Diperkirakan, pada tahun 2032 nanti jumlah emisi karbon yang dilepaskan oleh industri dan semua aktivitas yang memicu pelepasan karbon mencapai lebih dari 37.4 Gt (gigatons) CO2.
Direktur Eksekutif APEX Dr. Nao Tanaka mengatakan kami mengembangkan kerangka kerja yang komprehensif untuk menangani permasalahan tersebut, di antaranya berhenti menggunakan bahan bakar fosil berbasis peradaban, mengembangkan komunitas berbasis sumber daya yang dapat diperbarui.
Selain itu memberikan prioritas skala kecil dengan sistem desentralisasi, membuat keputusan dengan penggunaan sumber daya energi terbarukan masyarakat lokal, inovasi industri berskala besar yang berkelanjutan, mengubah aktivitas dari area perkotaan ke (inovasi teknologi) berkelanjutan, menghindari penggunaan teknologi yang boros, serta mencapai pembangunan berkelanjutan melalui sinergi negara maju dan berkembang.
Baca juga: Kemenko Marves paparkan upaya RI terapkan dekarbonisasi pelayaran Baca juga: Pertamina targetkan pengurangan emisi di hulu migas hemat Rp66 miliar
Baca juga: Wamenlu: Indonesia "on track" jalankan komitmen iklim
Diperkirakan, pada tahun 2032 nanti jumlah emisi karbon yang dilepaskan oleh industri dan semua aktivitas yang memicu pelepasan karbon mencapai lebih dari 37.4 Gt (gigatons) CO2.
Direktur Eksekutif APEX Dr. Nao Tanaka mengatakan kami mengembangkan kerangka kerja yang komprehensif untuk menangani permasalahan tersebut, di antaranya berhenti menggunakan bahan bakar fosil berbasis peradaban, mengembangkan komunitas berbasis sumber daya yang dapat diperbarui.
Selain itu memberikan prioritas skala kecil dengan sistem desentralisasi, membuat keputusan dengan penggunaan sumber daya energi terbarukan masyarakat lokal, inovasi industri berskala besar yang berkelanjutan, mengubah aktivitas dari area perkotaan ke (inovasi teknologi) berkelanjutan, menghindari penggunaan teknologi yang boros, serta mencapai pembangunan berkelanjutan melalui sinergi negara maju dan berkembang.
Baca juga: Kemenko Marves paparkan upaya RI terapkan dekarbonisasi pelayaran
Baca juga: Wamenlu: Indonesia "on track" jalankan komitmen iklim