Yogyakarta (ANTARA) - Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Daerah Istimewa Yogyakarta berharap temuan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) soal 198 pondok pesantren berafiliasi kelompok teroris tidak membuat masyarakat resah memasukkan putra-putrinya ke pondok pesantren.

"Masyarakat tidak perlu resah memasukkan anaknya ke pesantren," kata Ketua Tanfidziah PWNU DIY KH Ahmad Zuhdi Muhdlor dihubungi di Yogyakarta, Jumat.

Sebelumnya Kepala BNPT Boy Rafli Amar mengatakan pihaknya menemukan pondok pesantren yang diduga terafiliasi dengan jaringan teroris.

Pernyataan Boy disampaikan saat rapat kerja bersama Komisi III DPR beberapa waktu lalu.

Baca juga: BNPT: Ponpes harus dilibatkan cegah radikalisme terorisme

Tanpa menjelaskan lebih mendetail, Boy menyebutkan ada 11 pondok pesantren yang terafiliasi Jamaah Anshorir Khalifah, 68 terafiliasi Jamaah Islamiyah, dan 119 terafiliasi Anshorut Daulah atau simpatisan ISIS.

Zuhdi berharap pernyataan BNPT soal temuan tersebut tidak disampaikan dengan "gebyah uyah" atau menyamaratakan lembaga pondok pesantren di Tanah Air.

"BNPT jangan 'gebyah uyah' karena pesantren di Indonesia jumlahnya ribuan. Kalau toh ada yang terindikasi sebagai bagian jaringan teroris sebetulnya itu sangat kecil," ujar dia.

Zuhdi menuturkan bahwa pondok pesantren yang berada di bawah naungan Nahdlatul Ulama (NU) jauh dari gerakan-gerakan terorisme karena setiap pengajaran materi agama selalu diberi bobot ahklak atau tasawuf.

Baca juga: Polri: Ponpes diduga berafiliasi JI ada di Pulau Jawa dan luar Jawa

Pengajaran agama di ponpes, kata dia, juga disajikan dengan sistematik sesuai dengan tingkat pemahaman anak secara berjenjang dan tidak meloncat-loncat.

"Dengan pemahaman ajaran agama yang sistematis dan selalu memberi bobot akhlak, santri akan memperoleh pemahaman agama lebih komprehensif, tidak parsial," ujar dia.

Ia menegaskan bahwa PWNU DIY sepakat bahwa semua potensi terorisme perlu diantisipasi dibarengi upaya preventif maupun kuratif secara bijak.

Meski demikian, ia menyarankan masyarakat cermat memilih pesantren untuk putra-putrinya dengan merunut mata rantai keilmuan yang diajarkan di pesantren tersebut.

"Cari pesantren yang 'sanad' (mata rantai) keilmuannya dan kiainya jelas, jangan mudah memasukkan anaknya ke pesantren karena melihat bangunan yang megah, karena kalau tidak hati-hati bisa-bisa orang tua kecewa, pulang dari pesantren malah mengkafir-kafirkan orang tua," ujar Zuhdi.

Baca juga: MUI dorong BNPT terbuka soal dugaan pesantren yang terafiliasi teroris