ASEAN dan FAO berkolaborasi memperkuat sistem kesehatan
28 Januari 2022 10:10 WIB
Arsip foto - Petugas medis memeriksa kesehatan siswa yang hendak menjalani vaksinasi COVID-19 di SD Santa Maria Danupayan, Temanggung, Jawa Tengah, Kamis (6/1/2022). Menurut para ahli, kemunculan penyakit-penyakit baru seperti COVID-19 berkaitan erat dengan kerusakan lingkungan yang terjadi akibat aktivitas manusia. ANTARA FOTO/ANIS EFIZUDIN.
Jakarta (ANTARA) - Pusat Keanekaragaman Hayati Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (Association of Southeast Asian Nations/ASEAN) dan Organisasi Pangan dan Pertanian (Food and Agriculture Organization/FAO) berkolaborasi untuk memperkuat sistem kesehatan dengan menggunakan pendekatan One Health, Satu Kesehatan.
One Health adalah pendekatan kolaborasi kesehatan lintas sektor dan lintas disiplin ilmu yang mengakui bahwa kesehatan manusia berhubungan erat dengan kondisi binatang dan lingkungan yang ditinggali bersama.
Dalam siaran persnya yang diterima di Jakarta, Jumat, Pusat Keanekaragaman Hayati ASEAN menyatakan bahwa kolaborasi dengan pendekatan Satu Kesehatan ditujukan untuk memperluas upaya pencegahan penyakit zoonotik--penyakit yang menular dari hewan ke manusia atau sebaliknya-- dan penyakit menular lain yang masih menjadi ancaman kesehatan publik seperti COVID-19.
"Krisis yang dibawa oleh pandemi COVID-19 menjelaskan bagaimana kesehatan dan kesejahteraan masyarakat bergantung pada ekosistem yang sehat dan keanekaragaman hayati yang kaya. Kemitraan ini tepat waktu saat kami bersiap menuju pemulihan dari pandemi dan membangun ketahanan jangka panjang kami dari krisis serupa," kata Direktur Eksekutif Pusat Keanekaragaman Hayati ASEAN Theresa Mundita Lim.
Lim mengemukakan pentingnya kesadaran mengenai kaitan antara kekayaan alam kawasan dengan upaya untuk mengurangi risiko pandemi pada masa depan.
Ia mengatakan bahwa diyakini ada sekitar 1,7 juta virus yang masih bisa ditemukan dari berbagai macam spesies mamalia dan burung, dan setengahnya dapat menular ke manusia.
"Kita memasuki sebuah era pandemi, seperti yang telah diperingatkan para ilmuwan sebelumnya, dan mengatasi tantangan yang terus berubah membutuhkan pendekatan terpadu dan holistik, yang memperhatikan lingkungan bersama kita," ujar Lim.
Dalam upaya menanggulangi pandemi COVID-19, anggota ASEAN yang meliputi Brunei, Kamboja, Indonesia, Laos, Malaysia, Myanmar, Filipina, Singapura, Thailand, dan Vietnam mengadopsi Kerangka Pemulihan Komprehensif ASEAN dalam KTT ASEAN ke-37 tahun 2020.
Kerangka pemulihan tersebut menjadi panduan tindakan kolaborasi di antara para mitra, termasuk dalam menerapkan pendekatan berbasis ekosistem untuk meningkatkan ketahanan dari pandemi pada masa depan dan mempromosikan pengarusutamaan keanekaragaman hayati di seluruh sektor.
Kolaborasi Pusat Keanekaragaman Hayati ASEAN dengan FAO mencakup pengembangan dua modul pelatihan pusat pembelajaran virtual untuk mempromosikan pentingnya keanekaragaman hayati, ekosistem, dan lingkungan bagi kesehatan hewan dan kesehatan masyarakat.
Pusat Keanekaragaman Hayati ASEAN juga menjalankan proyek yang mengintegrasikan alam dalam penanganan masalah kesehatan masyarakat, yang mencakup pengembangan mekanisme pengawasan keanekaragaman hayati untuk mendeteksi munculnya penyakit baru serta dukungan untuk mengelola interaksi satwa liar dan manusia guna mengatasi zoonosis pada sumbernya.
Baca juga:
Ilmuwan AIPI sebut kerusakan hutan berkaitan erat dengan pandemi
USAID: 70 persen penyakit menular baru berasal dari satwa liar
One Health adalah pendekatan kolaborasi kesehatan lintas sektor dan lintas disiplin ilmu yang mengakui bahwa kesehatan manusia berhubungan erat dengan kondisi binatang dan lingkungan yang ditinggali bersama.
Dalam siaran persnya yang diterima di Jakarta, Jumat, Pusat Keanekaragaman Hayati ASEAN menyatakan bahwa kolaborasi dengan pendekatan Satu Kesehatan ditujukan untuk memperluas upaya pencegahan penyakit zoonotik--penyakit yang menular dari hewan ke manusia atau sebaliknya-- dan penyakit menular lain yang masih menjadi ancaman kesehatan publik seperti COVID-19.
"Krisis yang dibawa oleh pandemi COVID-19 menjelaskan bagaimana kesehatan dan kesejahteraan masyarakat bergantung pada ekosistem yang sehat dan keanekaragaman hayati yang kaya. Kemitraan ini tepat waktu saat kami bersiap menuju pemulihan dari pandemi dan membangun ketahanan jangka panjang kami dari krisis serupa," kata Direktur Eksekutif Pusat Keanekaragaman Hayati ASEAN Theresa Mundita Lim.
Lim mengemukakan pentingnya kesadaran mengenai kaitan antara kekayaan alam kawasan dengan upaya untuk mengurangi risiko pandemi pada masa depan.
Ia mengatakan bahwa diyakini ada sekitar 1,7 juta virus yang masih bisa ditemukan dari berbagai macam spesies mamalia dan burung, dan setengahnya dapat menular ke manusia.
"Kita memasuki sebuah era pandemi, seperti yang telah diperingatkan para ilmuwan sebelumnya, dan mengatasi tantangan yang terus berubah membutuhkan pendekatan terpadu dan holistik, yang memperhatikan lingkungan bersama kita," ujar Lim.
Dalam upaya menanggulangi pandemi COVID-19, anggota ASEAN yang meliputi Brunei, Kamboja, Indonesia, Laos, Malaysia, Myanmar, Filipina, Singapura, Thailand, dan Vietnam mengadopsi Kerangka Pemulihan Komprehensif ASEAN dalam KTT ASEAN ke-37 tahun 2020.
Kerangka pemulihan tersebut menjadi panduan tindakan kolaborasi di antara para mitra, termasuk dalam menerapkan pendekatan berbasis ekosistem untuk meningkatkan ketahanan dari pandemi pada masa depan dan mempromosikan pengarusutamaan keanekaragaman hayati di seluruh sektor.
Kolaborasi Pusat Keanekaragaman Hayati ASEAN dengan FAO mencakup pengembangan dua modul pelatihan pusat pembelajaran virtual untuk mempromosikan pentingnya keanekaragaman hayati, ekosistem, dan lingkungan bagi kesehatan hewan dan kesehatan masyarakat.
Pusat Keanekaragaman Hayati ASEAN juga menjalankan proyek yang mengintegrasikan alam dalam penanganan masalah kesehatan masyarakat, yang mencakup pengembangan mekanisme pengawasan keanekaragaman hayati untuk mendeteksi munculnya penyakit baru serta dukungan untuk mengelola interaksi satwa liar dan manusia guna mengatasi zoonosis pada sumbernya.
Baca juga:
Ilmuwan AIPI sebut kerusakan hutan berkaitan erat dengan pandemi
USAID: 70 persen penyakit menular baru berasal dari satwa liar
Pewarta: Virna P Setyorini
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2022
Tags: