Jakarta (ANTARA) - Pemerhati Perumahan Rakyat dari Universitas Indonesia Cindar Hari Prabowo mengatakan reformasi industri hulu nasional kian mendesak untuk dilakukan agar Indonesia tidak lagi tergantung dengan bahan baku baja impor. "Indonesia harus segera melakukan reformasi industri hulu nasional agar tidak terjadi teriak banjir impor setiap tahun," ujarnya dalam keterangan di Jakarta, Kamis.

Cindar mengungkapkan bahwa separuh industri nasional memperoleh bahan baku baja dari luar negeri karena industri hulu baja nasional belum mampu memasok untuk kebutuhan dalam negeri.

Menurutnya, industri baja nasional merupakan import processing industry yang artinya industri baja nasional akan mati jika tidak mendapat pasokan bahan baku baja impor.

Dari total impor baja nasional dapat dibagi menjadi dua bagian besar. Pertama, impor baja dengan tanpa lartas (pengendalian pemerintah) seperti slab, billet, dan ore terlihat naik sejak beberapa tahun terakhir pada tahun 2019 diimpor baja tanpa lartas sebesar 4,7 juta ton dan di tahun 2021 diimpor mencapai 5,22 juta ton atau naik 11 persen.

"Industri hulu dalam negeri hanya asik mengimpor bahan bakunya saja, tanpa ada usaha yang sesungguhnya membuat dengan berbagai alasan seperti furnace serta teknologi terbatas bahkan ada yang tidak beroperasi," ujar Cindar.

Sementara, baja yang dikendalikan pemerintah justru mengalami pengendalian terukur.

Data tahun 2019 impor baja di lingkup lartas sebanyak 7,89 juta ton dengan program substitusi impor terlihat baja lartas pada 2021 sebesar 6,35 juta ton atau turun sebanyak 19,5 persen.

Dengan demikian, ada peningkatan produksi dalam negeri yang menggeser kebutuhan impor baja menuju penggunaan produk dalam negeri mulai dari produk antara hingga produk turunannya dan ini sangat mendongkrak investasi baja nasional.

"Kalau dilihat sebaran impor memang sangat ironis, impor justru didominasi oleh produsen di sektor hulu dan antara. HRC, baja gulungan canai dingin, dan baja lapis mendominasi 71,6 persen dari total impor baja yang dikendalikan pemerintah, artinya ada ketidakmampuan baja di sektor hulu," ucap Cindar.

Sebelumnya, Ketua Bidang Keuangan dan Perbankan Badan Pengurus Pusat Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (BPP Hipmi) Anggawira menyayangkan impor baja kembali meningkat saat industri baja dalam negeri sedang berupaya meningkatkan kinerja di saat pandemi belum usai.

Dia meminta pemerintah untuk memperketat izin impor untuk berbagai produk yang bisa diproduksi di dalam negeri. Bila pengendalian kuota impor tak dilakukan, maka impor akan mengganggu investasi yang sudah dilakukan di industri baja nasional.

Sementara itu, Humas Poros Maritim Dunia Nawacita Irianto melihat pernyataan yang disampaikan oleh BPP HIPMI Anggawira salah sasaran dan hanya berbekal pengetahuan yang dangkal tentang baja nasional dan pernyataan tentang banjir impor terkesan memojokkan pemerintah.

"Seolah pemerintah tidak melakukan pengendalian baja sangat disayangkan dan saya sarankan Anggawira lebih baik menganalisa performa keuangan industri hulu baja di Indonesia," kata Irianto.

"Karena hal ini penting agar publik tidak salah persepsi dan terkesan melantunkan suara orang lain karena bukan bidang pemahamannya," ujarnya.
Baca juga: Pemerintah diminta lindungi industri baja nasional
Baca juga: Kemenperin: Industri baja nasional tumbuh positif sepanjang 2021