FRI: Batalkan Pembelian Alutsista ke Belarussia
11 Juli 2011 17:10 WIB
Ketua Satuan Kerja Anti Korupsi (SKAK), Bob R.Randilawe (tengah), Sekjen Arief Suhaemi (kanan), dan Sekjen FRI, Mustika Ali Sani (kiri), menyampaikan keterangan tentang penolakan pembelian Alutsista di Jakarta, Senin (11/7). (ANTARA/Ujang Zaelani)
Jakarta (ANTARA News) - Forum Renovasi Indonesia (FRI) meminta rencana pembelian alat utama sistem persenjataan (Alutsista) ke Belarrusia dibatalkan karena secara strategis tidak menguntungkan.
"Kami mengimbau pemerintah RI dalam hal ini Deplu dan Dephan serta Komisi I dan Komisi III DPR agar mempertimbangkan kembali atau segera membatalkan rencana pembelian alutsista dari negara eks Uni Soviet tersebut," kata Juru Bicara FRI Bob R Randilawe kepada wartawan di Jakarta, Senin.
Menurut FRI, pembelian senjata ke Belarussia bisa merugikan posisi Indonesia karena negara itu memiliki reputasi buruk di bidang hak asasi manusia dan saat ini sedang mendapat sanksi dan embargo dari Uni Eropa.
"Kepentingan strategis kita dengan Uni Eropa harus lebih diperhatikan, ketimbang memaksakan membeli alutsista dari Belarusia di mana rezim Alexander Lukashenko telah menindas aktivis dan wartawan. Jangan sampai kita dicap sebagai pendukung rezim penindas," kata Bob.
Menurut dia, Uni Eropa merupakan penanam modal terbesar kedua bagi Indonesia yang juga telah memberi surplus perdagangan pertahunnya sekitar 7,2 miliar dolar AS, dan akan terus berkembang kedepan. Nilai total perdagangan RI-UE tahun 2010 sebesar 26,96 miliar dolar AS atau naik 21,3 persen dari 2009.
FRI, kata Bob, mendukung modernisasi alutsista TNI, namun untuk memenuhinya harus pula mempertimbangkan aspek-aspek strategis dalam konteks kepentingan bangsa yang lebih luas.
Untuk itu, pembelian alutsista hendaknya tidak semata "asal belanja" namun juga harus melihat sisi lain, misalnya faktor HAM dan faktor srategi kawasan.
"Walau pembelian alutsista ini masih rencana, kita tetap harus ingatkan. Jangan sampai mengejar harga murah tapi merugikan kepentingan yang lebih strategis," kata Bob.
Sementara itu anggota Komisi VI DPR RI Chandra Tirta Wijaya menyatakan, kebijakan pengadaan alutsista hendaknya menunjang penguatan industri di dalam negeri.
"Kalau bisa diproduksi di sini, rencana pembelian alutsista ke negara lain sebaiknya dibatalkan, toh negara tak ada ancaman.
Ancaman terbesar kita itu korupsi," tandas politisi Partai Amanat Nasional itu.
Oleh karena itu, kata Chandra, Komisi VI DPR meminta sinergi antardepartemen dan sinergi antar-BUMN, seperti PT Pindad, PT PAL, dan PTDI dalam penyediaan alat pertahanan dan keamanan.
"Kementerian Pertahanan, Polri, juga Kementerian Perhubungan terkait pembelian armada kita minta untuk menunjang industri tersebut. Untuk menunjang kemandirian, penyediaan alutsista harus beli dari BUMN yang ada," kata seraya menyatakan pembelian peralatan ke luar negeri rawan dengan korupsi.
(S024/S019)
"Kami mengimbau pemerintah RI dalam hal ini Deplu dan Dephan serta Komisi I dan Komisi III DPR agar mempertimbangkan kembali atau segera membatalkan rencana pembelian alutsista dari negara eks Uni Soviet tersebut," kata Juru Bicara FRI Bob R Randilawe kepada wartawan di Jakarta, Senin.
Menurut FRI, pembelian senjata ke Belarussia bisa merugikan posisi Indonesia karena negara itu memiliki reputasi buruk di bidang hak asasi manusia dan saat ini sedang mendapat sanksi dan embargo dari Uni Eropa.
"Kepentingan strategis kita dengan Uni Eropa harus lebih diperhatikan, ketimbang memaksakan membeli alutsista dari Belarusia di mana rezim Alexander Lukashenko telah menindas aktivis dan wartawan. Jangan sampai kita dicap sebagai pendukung rezim penindas," kata Bob.
Menurut dia, Uni Eropa merupakan penanam modal terbesar kedua bagi Indonesia yang juga telah memberi surplus perdagangan pertahunnya sekitar 7,2 miliar dolar AS, dan akan terus berkembang kedepan. Nilai total perdagangan RI-UE tahun 2010 sebesar 26,96 miliar dolar AS atau naik 21,3 persen dari 2009.
FRI, kata Bob, mendukung modernisasi alutsista TNI, namun untuk memenuhinya harus pula mempertimbangkan aspek-aspek strategis dalam konteks kepentingan bangsa yang lebih luas.
Untuk itu, pembelian alutsista hendaknya tidak semata "asal belanja" namun juga harus melihat sisi lain, misalnya faktor HAM dan faktor srategi kawasan.
"Walau pembelian alutsista ini masih rencana, kita tetap harus ingatkan. Jangan sampai mengejar harga murah tapi merugikan kepentingan yang lebih strategis," kata Bob.
Sementara itu anggota Komisi VI DPR RI Chandra Tirta Wijaya menyatakan, kebijakan pengadaan alutsista hendaknya menunjang penguatan industri di dalam negeri.
"Kalau bisa diproduksi di sini, rencana pembelian alutsista ke negara lain sebaiknya dibatalkan, toh negara tak ada ancaman.
Ancaman terbesar kita itu korupsi," tandas politisi Partai Amanat Nasional itu.
Oleh karena itu, kata Chandra, Komisi VI DPR meminta sinergi antardepartemen dan sinergi antar-BUMN, seperti PT Pindad, PT PAL, dan PTDI dalam penyediaan alat pertahanan dan keamanan.
"Kementerian Pertahanan, Polri, juga Kementerian Perhubungan terkait pembelian armada kita minta untuk menunjang industri tersebut. Untuk menunjang kemandirian, penyediaan alutsista harus beli dari BUMN yang ada," kata seraya menyatakan pembelian peralatan ke luar negeri rawan dengan korupsi.
(S024/S019)
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2011
Tags: