Jakarta (ANTARA News) - Mantan Menteri Kehakiman dan HAM Yusril Ihza Mahendra mengemukan keinginannya untuk membantu Prita Mulyasari sebagai kuasa hukumnya jika yang bersangkutan menghendakinya.

Menurut Yusril, langkah mengatasi persoalan Prita adalah pertama mengajukan uji tafsir Pasal 244 KUHAP dan yurispudensi MA terhadap UUD 1945 ke Mahkamah Konstitusi (MK) dalam kaitannya dengan asas kepastian hukum.

"Kalau Prita mau, saya akan membantunya dengan sukarela," kata Yusril kepada ANTARA News, Jakarta, Senin.

Terkait putusan MA, Yusril menyesalkan putusan Mahkamah Agung yang mengabulkan kasasi jaksa dan menghukumnya 6 bulan dengan percobaan 1 tahun terhadap Prita Mulyasari.

Sebelumnya Pengadilan Negeri Tangerang membebaskan Prita dari segala dakwaan. Walaupun putusan MA itu tidak akan dijalankan sepanjang Prita tidak mengulangi perbuatannya selama setahun, namun putusan jelas-jelas merugikan terdakwa.

Ketentuan Pasal 244 KUHAP sebenarnya telah menegaskan bahwa terhadap putusan bebas, baik terdakwa maupun jaksa penuntut umum (JPU) tidak boleh mengajukan kasasi.

"Mestinya MA menolak permohonan kasasi karena bertentangan dengan hukum acara yang berlaku. Dengan demikian, MA tidak perlu memeriksa pokok perkara lagi. Tidak ada alasan untuk menyebut putusan bebas terbagi dua kategori bebas murni dan bebas tidak murni, sehingga jaksa dapat mengajukan kasasi," kata Yusril.

Putusan pengadilan, tambahnya, hanya ada tiga alternatif, yakni menjatuhkan hukuman, membebaskan (vrijspraak), dan melepaskan dari segala tuntutan hukum (ontslag van alle rechtsbevolging).

KUHAP sudah jelas mengatur bahwa terhadap putusan bebas, baik jaksa maupun terdawa tidak dapat mengajukan kasasi.

Dalih JPU mengajukan kasasi karena ada yurisprudensi MA, menurut Yusrli, telah menghilangkan asas kepastian hukum. Padahal asas kepastian hukum itu begitu penting kedudukannya setelah amandeman UUD 1945.

Putusan Mahkamah Konstitusi, menurut Yusril, mempunyai kedudukan setara dengan norma konstitusi. Sementara putusan MA yang dijadikan yurisprudensi, karena dapat menggeser norma undang-undang, kedudukannya setara dengan norma undang-undang.

"Sebab itu, baik undang-undang maupun yurisprudensi semestinya dapat diuji oleh MK untuk dinilai kesesuaiannya dengan norma konstitusi," ujar Yusril

Sekiranya MK memutuskan bahwa yurisprudensi MA menyalahi kepastian hukum, sehingga yang berlaku sebagai norma bukanlah yurisprudensi melainkan tetap Pasal 244 KUHAP, maka Prita akan mempunyai dasar hukum yang kuat untuk mengajukan Peninjauan Kembali (PK) ke MA untuk membatalkan putusan kasasi yang merugikannya sekarang ini. (zul)