Jakarta (ANTARA) - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD meminta para pembela hak asasi manusia (HAM) bekerja secara proporsional dan profesional dalam mengadvokasi pemenuhan dan perlindungan hak asasi warga.

Menurut dia, kerja yang proporsional dan profesional merupakan salah satu ukuran seseorang dapat disebut sebagai pembela HAM.

“Kepada pembela HAM, akan kami lindungi sepenuhnya, karena itu hak Anda, kewajiban Anda, tugas Anda, tetapi juga harus profesional, harus sesuai hukum,” kata Mahfud pada penghujung sambutannya acara peluncuran basis data dan informasi pembela HAM (HRDKS), di Jakarta, Kamis.

Dalam sambutannya yang disiarkan lewat tayangan video saat acara, Mahfud mengkritik pembela HAM yang melakukan advokasi tanpa disertai cukup bukti.

“Kalau menyatakan sesuatu, apa itu pejabat atau rakyat, berlakukan dalil. Jika Anda mendalilkan, Anda harus membuktikan. Jangan lempar batu, sembunyi tangan menuduh orang melakukan pelanggaran HAM, korupsi, tetapi yang diminta membuktikan yang dituduh itu,” ujar Mahfud.

Ia menyampaikan perbuatan semacam itu tidak proporsional dan profesional.

“Itu tidak sesuai hukum. Itu bukan pembela HAM,” kata Mahfud.

Dalam pernyataannya itu, Mahfud tidak menyebut pihak mana yang jadi sasaran kritik.

Walaupun demikian, sejauh ini ada dua pejabat publik yang jadi sasaran kritik aktivis dan pembela HAM, yaitu Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko, dan Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan.

Dua peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Egi Primayogha dan Miftah pada tahun lalu menyampaikan ke publik Moeldoko diduga terlibat pada upaya pencarian keuntungan selama masa krisis pandemi COVID-19. Namun, Moeldoko membantah tudingan dua peneliti ICW itu, dan melaporkan mereka ke Bareskrim Polri setelah melayangkan somasi sebanyak tiga kali.

Pembela HAM lainnya, yaitu Koordinator KontraS Fatia Maulidiyanti, dan Direktur Eksekutif Lokataru Haris Azhar pada tahun lalu juga dilaporkan ke Polda Metro Jaya oleh Luhut, karena dua aktivis itu diyakini telah melakukan pencemaran nama baik terhadap dirinya.

Laporan itu dibuat oleh Luhut melalui kuasa hukumnya setelah beredar video berjudul "Ada Lord Luhut di Balik Relasi Ekonomi-Ops Militer Intan Jaya" yang diunggah melalui akun Youtube milik Haris Azhar.

Dalam tayangan itu, Fatia dan Haris membahas temuan sejumlah organisasi termasuk KontraS tentang bisnis para pejabat atau purnawirawan TNI di balik tambang emas atau rencana eksploitasi wilayah Intan Jaya, Papua.
Baca juga: Anggota DPR berharap isu HAM menjadi diskursus publik
Baca juga: KontraS: Dibutuhkan ketegasan untuk jamin perlindungan pembela HAM