Wapres: Bandara International Lombok Jangan Molor Beroperasi
11 Juli 2011 11:35 WIB
Wapres Boediono (kedua kanan) bersama Ibu Herawati Boediono (kedua kiri) dan Gubernur NTB, M Zainul Majdi (kiri) saat meninjau pembangunan Bandara Internasional Lombok (BIL) di Praya, Lombok Tengah, NTB, Senin (11/7). BIL dengan luas 551 hektar tersebut menelan biaya pembangunan sebesar Rp. 945 milyar dan ditargetkan mulai beroperasi pada awal Oktober 2011 mendatang. (FOTO ANTARA/Ahmad Subaidi/Koz/Spt/11)
Mataram (ANTARA News) - Wakil Presiden Boediono meminta operasional Bandara Internasional Lombok di Nusa Tenggara Barat tidak lagi tertunda.
"Saya harapkan jajaran Angkasa Pura memegang teguh jadwal, kalau ada masalah segera diungkapkan ke mitra, jangan ada penundaan - penundaan. Lebih cepat lebih baik," kata Wakil Presiden Boediono saat meninjau Bandara International Lombok, NTB, Senin.
Menurut Wapres, Bandara International Lombok ini penting bagi pembangunan ekonomi di Nusa Tenggara Barat. Apalagi, dengan keinginan NTB untuk menjadikan pembangunan pariwisata sebagai prioritas.
"Saya dari awal merasakan ini titik kunci dari pembangunan selanjutnya di NTB Ini sangat strategis, apalagi kalau lombok dijadikan koridor dengan tumpuan turisme, ini tidak bisa tidak (pembangunan bandara)," kata Wapres.
Wapres mengaku telah terkait dengan pembangunan Bandara Internasional Lombok saat ia jadi Menteri Koordinator Perekonomian.
Wapres kemudian melakukan peninjauan dengan berkeliling gedung terminal Bandara Internasional Lombok masih belum selesai.
Direktur Operasional dan Teknik Angkasa Pura I Haryoso Catur Prayitno mengatakan, operasi penuh dijadwalkan pada 1 Oktober 2011 sedangkan simulasi dilakukan pada 5-8 September 2011 nanti.
Bandara Internasional Lombok berada di lahan seluas 551 hektar. Terdapat sebuah landasan yang dapat didarati pesawat Airbus 330 atau Boeing 737. Bandara mampu menampung 10 pesawat. Selain itu juga mampu menampung tiga juta penumpang setiap tahun.
Gubernur NTB Zainul Majdi mengatakan Bandara Selaparang yang saat ini digunakan sudah tidak lagi mampu menampung jumlah orang yang lalu lalang dari dan ke Pulau Lombok.
Menurut dia, Bandara Selaparang hanya berkapasitas 800 ribu pertahun sementara jumlah penumpang saat ini mencapai 1,2 juta orang.
"Sehingga perlu bandara baru untuk menampung arus dari dan ke pulau lombok," katanya.
(*)
"Saya harapkan jajaran Angkasa Pura memegang teguh jadwal, kalau ada masalah segera diungkapkan ke mitra, jangan ada penundaan - penundaan. Lebih cepat lebih baik," kata Wakil Presiden Boediono saat meninjau Bandara International Lombok, NTB, Senin.
Menurut Wapres, Bandara International Lombok ini penting bagi pembangunan ekonomi di Nusa Tenggara Barat. Apalagi, dengan keinginan NTB untuk menjadikan pembangunan pariwisata sebagai prioritas.
"Saya dari awal merasakan ini titik kunci dari pembangunan selanjutnya di NTB Ini sangat strategis, apalagi kalau lombok dijadikan koridor dengan tumpuan turisme, ini tidak bisa tidak (pembangunan bandara)," kata Wapres.
Wapres mengaku telah terkait dengan pembangunan Bandara Internasional Lombok saat ia jadi Menteri Koordinator Perekonomian.
Wapres kemudian melakukan peninjauan dengan berkeliling gedung terminal Bandara Internasional Lombok masih belum selesai.
Direktur Operasional dan Teknik Angkasa Pura I Haryoso Catur Prayitno mengatakan, operasi penuh dijadwalkan pada 1 Oktober 2011 sedangkan simulasi dilakukan pada 5-8 September 2011 nanti.
Bandara Internasional Lombok berada di lahan seluas 551 hektar. Terdapat sebuah landasan yang dapat didarati pesawat Airbus 330 atau Boeing 737. Bandara mampu menampung 10 pesawat. Selain itu juga mampu menampung tiga juta penumpang setiap tahun.
Gubernur NTB Zainul Majdi mengatakan Bandara Selaparang yang saat ini digunakan sudah tidak lagi mampu menampung jumlah orang yang lalu lalang dari dan ke Pulau Lombok.
Menurut dia, Bandara Selaparang hanya berkapasitas 800 ribu pertahun sementara jumlah penumpang saat ini mencapai 1,2 juta orang.
"Sehingga perlu bandara baru untuk menampung arus dari dan ke pulau lombok," katanya.
(*)
Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2011
Tags: