Jakarta, (ANTARA News) - Tingkat permintaan buah lokal di kalangan masyarakat saat ini dinilai masih rendah dibandingkan konsumsi terhadap buah impor.

Seiring meningkatnya pendapatan masyarakat, kebutuhan terhadap produk berkualitas khususnya buah lokal seharusnya ikut meningkat. Namun yang terjadi justru sebaliknya, yakni buah lokal semakin terpinggirkan oleh serbuan komoditas serupa dari luar.

Sinyalemen tersebut diungkapkan oleh Ketua Himpunan Alumni Institut Pertanian Bogor (HA-IPB) Said Didu yang melihat buah-buahan lokal kian terpinggirkan di negeri sendiri.

Indonesia dinilai menghadapi berbagai masalah terkait jumlah produksi buah lokal yang masih kurang. Hal ini mengakibatkan pangsa pasar atau market share buah lokal Indonesia cenderung tergerus oleh buah impor.

"Jika membandingkan jeruk mandarin dengan jeruk lokal, kita bisa lihat bahwa jeruk mandarin jauh lebih murah. Padahal jika berbicara soal `asal buah, seharusnya produk lokal lebih murah," ujarnya dalam obrolan santai "Gemari Buah Lokal" di Jakarta, baru-baru ini.

Apa yang dikhawatirkan Said Didu tersebut diamini oleh Direktur Budidaya dan Pascapanen Buah Ditjen Hortikultura Kementerian Pertanian Sri Kuntarsih yang menyatakan kuatnya arus globalisasi menjadi faktor persoalan ini sulit diatasi.

Sebab pada dasarnya data PDB buah nasional selama 2005-2010 naik sebesar 63,5 persen begitu juga produksi buah naik di kurun lima tahun terakhir hingga 29,21 persen.

Menurut Sri Kuntarsih , minimnya minat konsumen dan ketersediaan buah lokal terutama di pasar modern juga menjadi penyebab produk dalam negeri kalah bersaing.

Buah impor khususnya dari China dinilai memiliki produk berkualitas, baik, dan harganya sangat terjangkau. Tidak heran perbandingan nilai impor terhadap ekspor buah nasional sebesar 293,9 persen.

Permasalah terpinggirkannya buah lokal, menurut Said Didu mencakup beberapa aspek diantaranya kurang tersedianya benih berkualitas dalam jumlah memadai, lemahnya kegairahan petani baru untuk memproduksi buah-buahan, kurang memadainya infrastruktur logistik buah,.

Selain itu, perubahan perilaku konsumen yang semakin menyukai produk impor dan semakin mudah serta murahnya buah impor.

"Yang tidak kalah penting, kita harus mengakui minimnya keberpihakan kebijakan fiskal terhadap buah lokal Indonesia," katanya.

Oleh karena itu persoalan harga, kualitas dan jumlah pasokan buah lokal menjadi masalah yang harus dipecahkan bersama.

Apalagi, buah lokal tidak hanya menggambarkan keragaman produk Indonesia tetapi juga berpengaruh terhadap "kaum kecil".

Membanjirnya buah impor ke dalam negeri, terutama di pasar-pasar modern menurut Wakil Menteri Pertanian Bayu Krisnamurthi tidak otomatis menunjukkan bahwa buah lokal telah terpuruk di negeri sendiri.

"Secara jumlah (impor buah-buahan) sebenarnya masih sangat kecil dibandingkan produksi nasional yakni hanya 3,5 persen pada 2010," katanya.

Pada tahun lalu, produksi buah nasional 19,03 juta ton sedangkan impor hanya 667 ribu ton sementara ekspor buah Indonesia 276 ribu ton.

Ekspor buah nasional terdiri atas manggis, nanas, mangga dan rambutan yang umumnya tergantung musim.



Lewat kampanye

Salah satu upaya mendorong masyarakat meningkatkan perhatian pada pengembangan buah lokal, maka Himpunan Alumni IPB melakukan kampanye "Gemari Buah Lokal" yang akan diawali pada 10 Juli 2011 dengan acara "Jalan dan Sepeda Santai" yang melibatkan ribuan peserta.

Panitia akan membagikan 20 ribu bibit buah lokal serta menyediakan 100 gerobak buah-buahan lokal yang isinya siap dikonsumsi peserta.

Acara tersebut didukung oleh beberapa lembaga pemerintah dan LSM sehingga menghabiskan biaya kurang dari Rp1 miliar.

Ketua Panitia kampanye "Gemari Buah Lokal" Ahmad Mukhlis Yusuf mengemukakan program tersebut juga akan mengusulkan kepada pemerintah mencanangkan "Hari Buah".

Menurut dia, terpuruknya buah lokal di negeri sendiri karena tidak ada dukungan dari semua pihak untuk meningkatkan" brand" buah dalam negeri di Jakarta.

Dia mencontohkan di Thailand, setiap hari raja mereka menyerukan bahwa buah dalam negeri adalah buah nasional.

Sementara itu Indonesia jarang sekali ada upaya "branding: jeruk Pontianak, nanas Subang, atau lainnya.

"Ya kalah terus kita. Untuk itu kita juga akan mengusulkan kepada pemerintah agar ditetapkan Hari Buah Nasional serta memanfaatkan buah-buah lokal untuk konsumsi pada acara-acara resmi pemerintah/kenergaraan," kata Dirut Perum LKBN ANTARA itu.

Selain itu, program Gemari Buah Lokal juga akan memberikan advokasi konsumsi buah lokal di lembaga-lembaga negara, instansi pemerintah, industri makanan dan minuman dan pihak ritel, mendorong penerapan Standar Nasional Indonesia (SNI) untuk buah, mendorong penerapan standar kualitas bagi buah impor.

Kemudian mendorong keberpihakan kebijakan fiskal terhadap buah lokal Indonesia melalui bea masuk serta mendorong perbaikan implementasi tata niaga dan infrastruktur pada produksi dan perdagangan buah.

Upaya meningkatkan perhatian masyarakat terhadap buah lokal juga melalui kerjasama sosialiasi media massa yang melibatkan 10 media nasional.

Penandatanganan MOU antara Himpunan Alumni IPB dengan pimpinan ke-10 media massa untuk mensosialisasikan program "Gemari Buah Lokal" tersebut telah dilakukan pada 7 Juli 2011.

Gerakan telah dicanangkan dan upaya telah dijalankan untuk meningkatkan perhatian masyarakat terhadap buah lokal.

Mengonsumsi buah lokal sejatinya tidak hanya turun meningkatkan produksi nasional namun juga membantu petani yang telah konsisten mengabdikan diri untuk menanam buah lokal.

"Tak usah salahkan pemerintah mana yang harus tanggungjawab, pindah ke buah lokal, kita buat petani tersenyum," ujar Said Didu.

(S025/A011)