Menko Polhukam: Jangan ragukan komitmen negara tegakkan HAM
27 Januari 2022 13:15 WIB
Tangkapan layar Menko Polhukam Mahfud MD memberi sambutan lewat tayangan video yang disiarkan pada acara seminar virtual Kemitraan dan Kedutaan Besar Belanda sebagaimana diikuti dari kanal YouTube Kemitraan bagi Pembarun Tata Pemerintahan di Jakarta, Kamis (27/1/2022). ANTARA/Genta Tenri Mawangi
Jakarta (ANTARA) - Menko Polhukam RI Mahfud MD meminta seluruh pihak tidak meragukan komitmen negara menegakkan pemenuhan dan perlindungan HAM untuk seluruh warga terutama pada bidang sipil dan politik, ekonomi, sosial, budaya, dan pelestarian lingkungan hidup.
"Komitmen negara (terhadap pemenuhan dan perlindungan HAM) saya kira tidak bisa diragukan,” kata Mahfud saat memberi sambutan pada acara yang digelar oleh Kemitraan dan Kedutaan Besar Belanda di Jakarta, Kamis.
Dalam sambutannya yang disiarkan lewat video saat acara, ia menerangkan komitmen negara terhadap pemenuhan HAM telah dilakukan sejak masa kemerdekaan.
"Justru kita memproklamasikan kemerdekaan dan mendirikan negara tidak lain untuk melindungi dan memajukan HAM yang pada waktu itu sedang terinjak-injak oleh kolonialisme," sebut Mahfud.
Tujuan itu, ia menyampaikan termuat secara tegas dalam Alinea 1 Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945. Alinea 1 UUD 1945 menyatakan: "Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan".
Kemudian, komitmen itu berlanjut pada Reformasi 1998 setelah jatuhnya pemerintahan Orde Baru. Pemerintah bersama DPR saat itu mengesahkan Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, sebut Mahfud.
"Itu untuk menegaskan bahwa kita sungguh-sungguh ingin memajukan perlindungan HAM," kata Menko Polhukam RI.
Regulasi lainnya yang mendukung penegakan HAM, antara lain Undang-Undang No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia.
Baca juga: KSP tegaskan komitmen pemerintah terhadap HAM tak luntur
Baca juga: Menkumham tegaskan komitmen pemerintah laksanakan program pemajuan HAM
Di samping itu, MPR RI pada awal Reformasi juga mengamendemen beberapa pasal dalam UUD 1945 agar mengadopsi prinsip-prinsip HAM sebagaimana ditetapkan oleh PBB lewat Deklarasi Universal HAM.
"Sehingga, Pasal 28 UUD 1945 yang semula sangat pendek dan sering ditafsirkan (sebatas) perlindungan terhadap warga negara (telah) diperluas dengan mengadopsi hampir semua materi penting tentang HAM yang dikeluarkan oleh PBB," tutur Mahfud.
Hasil dari amendemen itu, Pasal 28 mengalami penambahan poin A sampai J, yang di antaranya menjamin hak untuk hidup, hak berkeluarga dan melanjutkan keturunan, hak mengembangkan diri, hak memperoleh keadilan, hak atas kebebasan pribadi, hak atas rasa aman, dan hak atas kesejahteraan.
Tidak hanya Pasal 28, MPR RI saat itu juga mengubah isi Pasal 26 sampai Pasal 34 demi menjamin pemenuhan hak mendasar seluruh warga negara, ucap dia.
Kemudian, pemerintah juga telah meratifikasi 8 dari 9 instrumen HAM pokok internasional.
"Sekarang tinggal 1, kami sudah mempersiapkan ratifikasi dalam sebuah rancangan undang-undang (RUU) atas Konvensi Internasional tentang Perlindungan terhadap Semua Orang dari Tindakan Penghilangan Secara Paksa," tuturnya.
Ia menambahkan pemerintah juga berencana menghidupkan kembali RUU Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR).
Pemerintah dan DPR pada 2004 mengesahkan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2004 tentang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi, tetapi UU itu kemudian dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi pada 2006.
"Tidak mudah (mengesahkan UU KKR) karena masalah pelanggaran HAM itu di samping rumit pembuktiannya, juga ada masalah politis yang menyertai. Tapi, kita harus usahakan," tegas Mahfud.
"Komitmen negara (terhadap pemenuhan dan perlindungan HAM) saya kira tidak bisa diragukan,” kata Mahfud saat memberi sambutan pada acara yang digelar oleh Kemitraan dan Kedutaan Besar Belanda di Jakarta, Kamis.
Dalam sambutannya yang disiarkan lewat video saat acara, ia menerangkan komitmen negara terhadap pemenuhan HAM telah dilakukan sejak masa kemerdekaan.
"Justru kita memproklamasikan kemerdekaan dan mendirikan negara tidak lain untuk melindungi dan memajukan HAM yang pada waktu itu sedang terinjak-injak oleh kolonialisme," sebut Mahfud.
Tujuan itu, ia menyampaikan termuat secara tegas dalam Alinea 1 Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945. Alinea 1 UUD 1945 menyatakan: "Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan".
Kemudian, komitmen itu berlanjut pada Reformasi 1998 setelah jatuhnya pemerintahan Orde Baru. Pemerintah bersama DPR saat itu mengesahkan Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, sebut Mahfud.
"Itu untuk menegaskan bahwa kita sungguh-sungguh ingin memajukan perlindungan HAM," kata Menko Polhukam RI.
Regulasi lainnya yang mendukung penegakan HAM, antara lain Undang-Undang No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia.
Baca juga: KSP tegaskan komitmen pemerintah terhadap HAM tak luntur
Baca juga: Menkumham tegaskan komitmen pemerintah laksanakan program pemajuan HAM
Di samping itu, MPR RI pada awal Reformasi juga mengamendemen beberapa pasal dalam UUD 1945 agar mengadopsi prinsip-prinsip HAM sebagaimana ditetapkan oleh PBB lewat Deklarasi Universal HAM.
"Sehingga, Pasal 28 UUD 1945 yang semula sangat pendek dan sering ditafsirkan (sebatas) perlindungan terhadap warga negara (telah) diperluas dengan mengadopsi hampir semua materi penting tentang HAM yang dikeluarkan oleh PBB," tutur Mahfud.
Hasil dari amendemen itu, Pasal 28 mengalami penambahan poin A sampai J, yang di antaranya menjamin hak untuk hidup, hak berkeluarga dan melanjutkan keturunan, hak mengembangkan diri, hak memperoleh keadilan, hak atas kebebasan pribadi, hak atas rasa aman, dan hak atas kesejahteraan.
Tidak hanya Pasal 28, MPR RI saat itu juga mengubah isi Pasal 26 sampai Pasal 34 demi menjamin pemenuhan hak mendasar seluruh warga negara, ucap dia.
Kemudian, pemerintah juga telah meratifikasi 8 dari 9 instrumen HAM pokok internasional.
"Sekarang tinggal 1, kami sudah mempersiapkan ratifikasi dalam sebuah rancangan undang-undang (RUU) atas Konvensi Internasional tentang Perlindungan terhadap Semua Orang dari Tindakan Penghilangan Secara Paksa," tuturnya.
Ia menambahkan pemerintah juga berencana menghidupkan kembali RUU Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR).
Pemerintah dan DPR pada 2004 mengesahkan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2004 tentang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi, tetapi UU itu kemudian dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi pada 2006.
"Tidak mudah (mengesahkan UU KKR) karena masalah pelanggaran HAM itu di samping rumit pembuktiannya, juga ada masalah politis yang menyertai. Tapi, kita harus usahakan," tegas Mahfud.
Pewarta: Genta Tenri Mawangi
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2022
Tags: