Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menduga tersangka mantan Bupati Buru Selatan Tagop Sudarsono Soulisa (TSS) menerima "fee" sekitar Rp10 miliar dalam kasus pengadaan barang dan jasa di Kabupaten Buru Selatan, Maluku.

"Diduga nilai 'fee' yang diterima oleh tersangka TSS sekitar sejumlah Rp10 miliar yang diantaranya diberikan oleh tersangka IK karena dipilih untuk mengerjakan salah satu proyek pekerjaan yang anggarannya bersumber dari dana DAK Tahun 2015," kata Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar saat jumpa pers di Gedung KPK, Jakarta, Rabu.

KPK telah menetapkan Tagop bersama Johny Rynhard Kasman (JRK) dan Ivana Kwelju (IK) masing-masing dari pihak swasta dalam kasus dugaan suap, gratifikasi, dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) terkait pengadaan barang dan jasa di Kabupaten Buru Selatan tahun 2011-2016.

KPK menduga penerimaan Rp10 miliar itu digunakan tersangka Tagop membeli sejumlah aset dengan menggunakan nama pihak-pihak lain dengan maksud untuk
menyamarkan asal usul uang yang diterima dari para rekanan kontraktor.

Lili menjelaskan tersangka Tagop yang menjabat Bupati Kabupaten Buru Selatan periode 2011-2016 dan 2016-2021 diduga sejak awal menjabat telah memberikan atensi lebih untuk berbagai proyek pada Dinas PUPR Kabupaten Buru Selatan.

Baca juga: KPK tetapkan mantan Bupati Buru Selatan sebagai tersangka

"Diantaranya dengan mengundang secara khusus kepala dinas dan kabid bina marga untuk mengetahui daftar dan nilai anggaran paket setiap pekerjaan proyek," ujar Lili.

Atas informasi tersebut, lanjut dia, Tagop selanjutnya merekomendasi dan menentukan secara sepihak pihak rekanan mana saja yang bisa dimenangkan untuk
mengerjakan proyek baik yang melalui proses lelang maupun penunjukan langsung.

KPK menduga dari penentuan para rekanan itu, Tagop meminta sejumlah uang dalam bentuk "fee" dengan nilai 7 sampai dengan 10 persen dari nilai kontrak pekerjaan.

"Khusus untuk proyek yang sumber dananya dari Dana Alokasi Khusus (DAK) ditentukan besaran 'fee' masih diantara 7 sampai dengan 10 persen ditambah 8 persen dari nilai kontrak pekerjaan," katanya.

Adapun proyek-proyek tersebut, yaitu pembangunan jalan dalam kota Namrole tahun 2015 dengan nilai proyek sebesar Rp3,1 miliar, peningkatan jalan dalam kota Namrole (hotmix) dengan nilai proyek Rp14,2 miliar, peningkatan jalan ruas Wamsisi-Sp Namrole Modan Mohe (hotmix) dengan nilai proyek Rp14,2 miliar, dan peningkatan jalan ruas Waemulang-Biloro dengan nilai proyek Rp21,4 miliar.

"Atas penerimaan sejumlah 'fee' tersebut, tersangka TSS diduga menggunakan orang kepercayaannya, yaitu tersangka JRK untuk menerima sejumlah uang menggunakan rekening bank miliknya dan untuk berikutnya ditransfer ke rekening bank milik tersangka TSS," kata Lili.

Sebagai penerima, tersangka Tagop dan Johny disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dan Pasal 3 dan atau 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

Sedangkan sebagai pemberi, tersangka Ivana disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.

Baca juga: KPK: Rekrutmen 61 jaksa mendesak untuk selesaikan berbagai perkara
Baca juga: KPK supervisi kasus dugaan korupsi pekerjaan konstruksi di Lampung