Jakarta (ANTARA News) - DKI Jakarta boleh menjadi provinsi dengan lalu lintas paling macet di Indonesia tetapi soal kematian akibat kecelakaan lalu lintas, Jawa Timur tidak ada bandingannya.

Menurut data Korps Lalu Lintas Kepolisian Republik Indonesia pada tahun 2010, dari 31.234 nyawa yang hilang akibat kecelakaan lalu lintas di tanah air, lebih dari 4.500 korban tewas di Jawa Timur.

Data yang terungkap dalam jumpa pers peluncuran Program Aksi Keselamatan Jalan di Aula Bappenas di Jakarta Jumat itu menunjukan bahwa Jawa Tengah menjadi wilayah kedua dengan tingkat kematian tertinggi sekitar 4.300 jiwa, diikuti oleh Jawa Barat sekitar 4.200 jiwa.

Di urutan keempat terdapat Sumatra Utara dengan korban sebanyak hampir 2.400 jiwa baru menyusul DKI Jakarta dengan korban 1.500 jiwa.

Dari data yang sama, Korlantas Polri juga menemukan bahwa sebagian besar kecelakaan lalu lintas terjadi pada waktu jam sibuk pagi hari, yakni sekitar 34,48 pesen. Lalu disusul pada sore hari dengan persentase 24,14 persen.

Sementara itu dari segi demografi, kebanyakan korban yang meninggal berasal dari usia 15 - 29 tahun dengan persentase 46,89 persen, diikuti oleh kelompok usia di atas 50 tahun berjumlah 22,80 persen yang hanya berselisih tipis dengan kelompok usia 30-50 tahun.

Kendaraan yang terlibat dalam kecelakaan didominasi oleh sepeda motor dengan jumlah 52,2 persen, disusul oleh mobil pribadi 20 persen, dan truk 17,5 persen.

Selain korban meninggal yang mencapai 31.234 jiwa, Korlantas Polri juga memperkirakan korban luka berat, yang harus dirawat di rumah sakit, bisa mencapai 312.340 orang.

Secara ekonomis, mengutip hasil penelitan Pustral Universitas Gadjah Mada tahun 2007, jumlah korban yang mencapai 31.234 jiwa telah menyebabkan kerugian sebesar Rp203 triliun atau setara dengan 2,9 - 3,1 persen PDB Nasional.

Program Aksi Keselamatan Jalan sendiri merupakan program yang menindaklanjuti pencanangan Rencana Umum Nasional Kesalamat 2011 -2035 dan Dekade Keselamatan Jalan 2011 - 2020 oleh Wakil Presiden Boediono, Juni silam.

Program aksi itu melibatkan lima instansi terkait yakni Kementrian Perhubungan, Kementrian Pekerjaan Umum, Kementrian Kesehatan, Kepolisian, dan Bappenas sebagai kordinator.

(Ber/S026)