BRIN: Faktor pengalaman jadi kendala pengembangan vaksin Merah Putih
24 Januari 2022 20:54 WIB
Materi Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Laksana Tri Handoko dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi VII DPR yang diikuti di Jakarta, Senin (24/1/2022). (ANTARA/ Zubi Mahrofi)
Jakarta (ANTARA) - Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Laksana Tri Handoko menyampaikan bahwa pengalaman menjadi salah satu kendala pengembangan vaksin Merah Putih.
"Problem utama pengembangan vaksin Merah Putih adalah kita belum memiliki tim yang punya pengalaman. Jadi semua tim bekerja keras mencoba-coba karena belum pernah ada," ujar Laksana dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi VII DPR yang diikuti di Jakarta, Senin.
Menurutnya, pengembangan vaksin memerlukan jam terbang yang tinggi untuk menghasilkan sel klon yang sudah terseleksi.
Selain pengalaman, kata dia, Indonesia belum memiliki fasilitas uji berstandar Good Manufacturing Practices (GMP). Fasilitas itu dibutuhkan untuk menjamin kualitas dan keamanan dari produk yang dihasilkan.
Baca juga: Lifter Eko Yuli apresiasi upaya Okto buat Merah Putih kembali berkibar
Baca juga: Kepala BRIN: Vaksin Merah Putih jadi prioritas
Di samping itu, fasilitas Biosafety Laboratorium Level 3 (BSL-3) di Indonesia juga masih minim. Fasilitas itu untuk kebutuhan uji pra klinis.
"BRIN sedang berupaya untuk membangun fasilitas GMP untuk produksi terbatas, termasuk animal BSL-3 Macaca. Kami berharap dengan adanya dua fasilitas ini kita bisa mendorong percepatan vaksin merah putih, dan vaksin lainnya," paparnya.
Saat ini terdapat tujuh tim yang tergabung dalam pengembangan vaksin Merah Putih ini yakni ITB, dua tim dari Universitas Indonesia, Pusat Riset Biologi Molekuler (PRBM) Eijkman BRIN, Universitas Padjadjaran, LIPI, dan tim Universitas Airlangga.
Meski terdapat beberapa kendala, Laksana memastikan pihaknya bersama peneliti lainnya akan terus fokus dalam pengembangan vaksin Merah Putih, pengembangan alat deteksi COVID-19 non RT-PCR dan surveilans berbasis whole genome sequencing (WGS).
Sebelumnya, Pelaksana Tugas Kepala Organisasi Riset Ilmu Pengetahuan Hayati BRIN Iman Hidayat mengatakan ada tujuh tim mengembangkan Vaksin Merah Putih, progres pengembangan yang paling cepat adalah dari Universitas Airlangga (Unair) Surabaya.
"Saat ini tim yang perkembangannya paling cepat adalah tim dari Unair bekerja sama dengan PT Biotis sudah menyelesaikan uji praklinis pada makaka (monyet)," katanya.*
Baca juga: Kurniawan gembira sanksi WADA segera dicabut
Baca juga: BPOM laporkan kesiapan fasilitas produksi vaksin dalam negeri
"Problem utama pengembangan vaksin Merah Putih adalah kita belum memiliki tim yang punya pengalaman. Jadi semua tim bekerja keras mencoba-coba karena belum pernah ada," ujar Laksana dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi VII DPR yang diikuti di Jakarta, Senin.
Menurutnya, pengembangan vaksin memerlukan jam terbang yang tinggi untuk menghasilkan sel klon yang sudah terseleksi.
Selain pengalaman, kata dia, Indonesia belum memiliki fasilitas uji berstandar Good Manufacturing Practices (GMP). Fasilitas itu dibutuhkan untuk menjamin kualitas dan keamanan dari produk yang dihasilkan.
Baca juga: Lifter Eko Yuli apresiasi upaya Okto buat Merah Putih kembali berkibar
Baca juga: Kepala BRIN: Vaksin Merah Putih jadi prioritas
Di samping itu, fasilitas Biosafety Laboratorium Level 3 (BSL-3) di Indonesia juga masih minim. Fasilitas itu untuk kebutuhan uji pra klinis.
"BRIN sedang berupaya untuk membangun fasilitas GMP untuk produksi terbatas, termasuk animal BSL-3 Macaca. Kami berharap dengan adanya dua fasilitas ini kita bisa mendorong percepatan vaksin merah putih, dan vaksin lainnya," paparnya.
Saat ini terdapat tujuh tim yang tergabung dalam pengembangan vaksin Merah Putih ini yakni ITB, dua tim dari Universitas Indonesia, Pusat Riset Biologi Molekuler (PRBM) Eijkman BRIN, Universitas Padjadjaran, LIPI, dan tim Universitas Airlangga.
Meski terdapat beberapa kendala, Laksana memastikan pihaknya bersama peneliti lainnya akan terus fokus dalam pengembangan vaksin Merah Putih, pengembangan alat deteksi COVID-19 non RT-PCR dan surveilans berbasis whole genome sequencing (WGS).
Sebelumnya, Pelaksana Tugas Kepala Organisasi Riset Ilmu Pengetahuan Hayati BRIN Iman Hidayat mengatakan ada tujuh tim mengembangkan Vaksin Merah Putih, progres pengembangan yang paling cepat adalah dari Universitas Airlangga (Unair) Surabaya.
"Saat ini tim yang perkembangannya paling cepat adalah tim dari Unair bekerja sama dengan PT Biotis sudah menyelesaikan uji praklinis pada makaka (monyet)," katanya.*
Baca juga: Kurniawan gembira sanksi WADA segera dicabut
Baca juga: BPOM laporkan kesiapan fasilitas produksi vaksin dalam negeri
Pewarta: Zubi Mahrofi
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2022
Tags: