Yogyakarta (ANTARA News) - Kerugian negara yang disebabkan oleh kejahatan perbankan selama ini mencapai Rp202,3 miliar, kata pakar hukum ekonomi dari Universitas Gadjah Mada Yogyakarta Nindyo Pramono.

"Jumlah tersebut dihitung dari kasus pembobolan dana nasabah di sembilan bank besar di Indonesia, belum termasuk kejahatan lainnya," katanya di Universitas Ahmad Dahlan (UAD) Yogyakarta, Sabtu.

Menurut dia dalam seminar Tantangan Kejahatan Perbankan Berbasis Teknologi, sembilan bank yang menjadi korban kejahatan perbankan tersebut adalah Bank Mandiri, Bank Rakyat Indonesia (BRI), Bank Negara Indonesia (BNI).

Selain itu, Bank Internasional Indonesia (BII), Bank Perkreditan Rakyat (BPR), Bank Danamon, Bank Victoria, Bank Panin, dan Citibank.

Ia mengatakan kerugian Bank Mandiri akibat pembobolan nasabah mencapai Rp18,7 miliar, dan penggelapan dana PT Tabungan Asuransi Pensiun sebesar Rp110 miliar.

Pembobolan dana nasabah di BRI mencapai Rp29 miliar, BNI Rp4,5 miliar, BII Rp3,6 miliar, Bank Panin Rp2,5 miliar, Bank Danamon Rp3 miliar, Bank Victoria Rp7 miliar, BPR Rp7 miliar, dan Citibank sebesar Rp17 miliar.

Ia mengatakan banyak pihak mensinyalir, itu hanya sebagian kecil dari kasus kejahatan besar di dunia perbankan. Ironisnya, Bank Indonesia (BI) yang seharusnya menjadi pengawas perbankan selalu mengeluarkan kebijakan yang justru muncul belakangan setelah kasus kejahatan terjadi.

"Fenomena itu mencerminkan betapa rapuhnya sistem pengawasan internal perbankan nasional kita," kata mantan Dekan Fakultas Hukum UGM ini.(*)

(L.B015*H010/M008)