Jakarta (ANTARA News) - Kasus dugaan kekerasan hukum secara psikis dialami sebanyak 35 mantan anggota DPRD Maluku Tenggara (Malra), sehingga satu orang di antaranya tewas saat berada di sel tahanan Kejaksaan Tinggi (Kejati) Maluku.

Korban tewas adalah Engelbertus Yanwarin (EY) setelah kasus dugaan korupsi asuransi untuk anggota DPRD Malra itu diproses pada tahun 2005, tapi baru saja ditetapkan tersangka pada Mei 2011 sebanyak 35 mantan anggota DPRD Malra sebagai tersangka.

Ketua DPD KNPI Kota Tual Ruslani Rahayaan didampingi Ketua Forum Pemuda Kota Tual Hamdi Tamher kepada pers, di Jakarta, Senin, menyesalkan atas tewasnya mantan anggota DPRD Malra di tahanan.

"Kepada sejumlah pihak itu kami minta keadilan karena kasus asuransi itu menjadi komoditas setiap musim pemilihan umum (pemilu) dan menjelang pilkada," ujarnya.

Kalangan tokoh dari Malra, katanya, melaporkan peristiwa itu ke sejumlah pihak terkait yaitu Jaksa Agung Muda Pengawasan (Jamwas), Komisi Nasional (Komnas) Hak Asasi Manusia (HAM), dan Komisi Kejaksaan.

Menurut Ruslani, sebelum ini tidak ada penjelasan kepada kalangan DPRD Malra itu bahwa dana asuransi yang diterima sebesar Rp 1,4 miliar diberikan kepada pihak ketiga. Masalahnya dana asuransi itu, katanya, dibagi-bagikan oleh sekretariat DPRD Malra kepada sebanyak 35 mantan anggota DPRD Malra pada tahun 2005.

"Dana asuransi bagi habis dibagi dan setelah turun BPK (Badan Pemeriksaan Keuangan) melakukan pemeriksaan ditemukan penyalahgunaan kewenangan, maka Kejati Maluku memeriksa kasus itu," katanya.

Ruslani menyatakan, dalam proses pemeriksaan diketahui bagaimana uang dicairkan. "Dana yang diterima anggota DPRD Malra itu digunakan terbit SPP dan semuanya mekanisme eksekutif dibagikan semuanya atas perintah mantan Ketua DPRD," katanya.

Harusnya, kata Ruslani, jaksa memeriksa eksekutif karena kedudukan eksekutif dan legislatif itu sama di muka hukum. "Mereka bermitra, tapi kalangan eksekutif semuanya lolos," katanya.

Proses penyelidikan-penyidikan sudah dilakukan sejak tahun 2005, sudah enam tahun dan jaksa sudah berganti 10 kali, kasusnya selalu mengemuka saat menjelang pemilu dan pilkada. Padahals sebagian mantan anggota DPRD Malra itu sudah ada yang menjadi wali kota dan wakil wali kota di wilayah Maluku.

Menurut dia, harusnya kasusnya selesai pada tahun 2005 dan Kejati Maluku tetapkan sejumlah tersangka, tapi dibiarkan terkatung-katung, sehingga berdampak sangat memberatkan pada kalangan mantan anggota DPRD Malra. Mereka terus diproses tanpa henti dan sampai sekarang kasusnya dipolitisasi.

"Akibatnya ada yang sampai meninggal dunia," katanya.(*)