Satgas ungkap penyebab koperasi simpan pinjam bermasalah saat ini
18 Januari 2022 13:12 WIB
Ilustrasi: Sejumlah nasabah koperasi bentangkan tulisan saat mendatangi kantor Koperasi Simpan Pinjam Sejahtera Bersama di Tegal, Jawa Tengah, Senin (27/12/2021). Puluhan nasabah meminta kejelasan uang simpanan mereka yang belum bisa dicairkan mencapai sekitar Rp5,4 miliar sesuai yang dijanjikan pihak koperasi dan diperkirakan masih akan bertambah hingga miliaran rupiah dari nasabah yang belum melapor. Sementara itu Polres Tegal Kota masih mendata serta menangani laporan kasus tersebut. ANTARA FOTO/Oky Lukmansyah/hp.
Jakarta (ANTARA) - Ketua Tim Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Koperasi Bermasalah Agus Santoso mengatakan terdapat kesalahpahaman dari sebagian anggota koperasi dalam berkoperasi karena mengaku sebagai nasabah (pelanggan).
“Ini sangat keliru secara fundamental. Koperasi itu milik anggota, jadi seharusnya anggota itu menyayangi koperasinya dan tetap menjaga supaya koperasinya sehat,” ungkapnya dalam sebuah webinar, Jakarta, Selasa.
Pada masa pandemi COVID-19, ada beberapa Koperasi Simpan Pinjam (KSP) yang cukup besar mengalami permasalahan likuiditas akibat penurunan ekonomi. Akibatnya, KSP tak bisa memenuhi hak anggota untuk memperoleh likuiditas disebabkan liquidity mismatch (risiko likuiditas).
Meskipun secara filosofis terdapat perbedaan dengan bank yang merupakan dana publik dan KSP adalah dana anggota, tetapi secara sifat KSP memiliki kemiripan dengan bank yakni adanya risiko likuiditas.
Menurut dia, para anggota koperasi yang akhirnya berbondong-bodong ingin menarik simpanan akan membuat KSP secara finansial tidak akan kuat memberikan persediaan dana.
“Semua KSP harus menghitung kebutuhan likuiditas untuk memenuhi harapannya anggotanya,” ungkap Agus.
Baca juga: Kemenkop perketat pengawasan pada koperasi simpan pinjam
Secara sistem hukum, lanjutnya, koperasi tak masuk ke dalam pilar sistem keuangan yang masuk pengawasan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagaimana bank, Industri Keuangan Non Bank (IKNB), dan pasar modal.
Namun, ada badan hukum koperasi yang termasuk dalam pengawasan OJK seperti koperasi Lembaga Keuangan Mikro (LKM).
Adapun KSP, sebut Agus, berada di luar sistem keuangan karena badan usaha ini memperoleh dana dari pribadi-pribadi yang terkumpul dari anggota.
“Koperasi ini adalah milik bersama, bukan seperti nasabah taruh uang di bank. Koperasi harus ada pertemuan-pertemuan dan pendampingan-pendampingan. Jadi, anggota koperasi harus paham betul dengan situasi koperasinya dan para pengurus harus menyampaikan keadaan koperasinya secara lebih transparan,” ucapnya.
Seperti diketahui, adanya Satgas ini ditujukan untuk menyelesaikan delapan koperasi bermasalah yang sedang dalam proses homologasi/perjanjian perdamaian pasca-Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU).
Delapan koperasi tersebut yaitu KSP Sejahtera Bersama, KSP Indosurya, KSP Pracico Inti Sejahtera, Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah (KSPPS) Pracico Inti Utama, KSP Intidana, Koperasi Jasa Wahana Berkah Sentosa, KSP Lima Garuda, dan KSP Timur Pratama Indonesia.
Baca juga: OJK: Pinjaman online koperasi simpan pinjam hanya boleh layani anggota
“Ini sangat keliru secara fundamental. Koperasi itu milik anggota, jadi seharusnya anggota itu menyayangi koperasinya dan tetap menjaga supaya koperasinya sehat,” ungkapnya dalam sebuah webinar, Jakarta, Selasa.
Pada masa pandemi COVID-19, ada beberapa Koperasi Simpan Pinjam (KSP) yang cukup besar mengalami permasalahan likuiditas akibat penurunan ekonomi. Akibatnya, KSP tak bisa memenuhi hak anggota untuk memperoleh likuiditas disebabkan liquidity mismatch (risiko likuiditas).
Meskipun secara filosofis terdapat perbedaan dengan bank yang merupakan dana publik dan KSP adalah dana anggota, tetapi secara sifat KSP memiliki kemiripan dengan bank yakni adanya risiko likuiditas.
Menurut dia, para anggota koperasi yang akhirnya berbondong-bodong ingin menarik simpanan akan membuat KSP secara finansial tidak akan kuat memberikan persediaan dana.
“Semua KSP harus menghitung kebutuhan likuiditas untuk memenuhi harapannya anggotanya,” ungkap Agus.
Baca juga: Kemenkop perketat pengawasan pada koperasi simpan pinjam
Secara sistem hukum, lanjutnya, koperasi tak masuk ke dalam pilar sistem keuangan yang masuk pengawasan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagaimana bank, Industri Keuangan Non Bank (IKNB), dan pasar modal.
Namun, ada badan hukum koperasi yang termasuk dalam pengawasan OJK seperti koperasi Lembaga Keuangan Mikro (LKM).
Adapun KSP, sebut Agus, berada di luar sistem keuangan karena badan usaha ini memperoleh dana dari pribadi-pribadi yang terkumpul dari anggota.
“Koperasi ini adalah milik bersama, bukan seperti nasabah taruh uang di bank. Koperasi harus ada pertemuan-pertemuan dan pendampingan-pendampingan. Jadi, anggota koperasi harus paham betul dengan situasi koperasinya dan para pengurus harus menyampaikan keadaan koperasinya secara lebih transparan,” ucapnya.
Seperti diketahui, adanya Satgas ini ditujukan untuk menyelesaikan delapan koperasi bermasalah yang sedang dalam proses homologasi/perjanjian perdamaian pasca-Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU).
Delapan koperasi tersebut yaitu KSP Sejahtera Bersama, KSP Indosurya, KSP Pracico Inti Sejahtera, Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah (KSPPS) Pracico Inti Utama, KSP Intidana, Koperasi Jasa Wahana Berkah Sentosa, KSP Lima Garuda, dan KSP Timur Pratama Indonesia.
Baca juga: OJK: Pinjaman online koperasi simpan pinjam hanya boleh layani anggota
Pewarta: M Baqir Idrus Alatas
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2022
Tags: