Jakarta (ANTARA News) - Seminar Nasional "Pancasila dan Sistem Pendidikan Nasional" di Jakarta, Jumat, sepakat mendesak revisi segera UU Nomor 20/2003 Tentang Sisdiknas, sekaligus mengecam keras Pancasila hanya "disubkontrakkan" dengan mata pelajaran Kewarganegaraan.

"Seminar juga menunjuk pasal 2 UU Sistem Pendidikan Nasional itu menegaskan, pendidikan nasional berdasarkan pada Pancasila dan UUD 1945," kata Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Utut Adianto, salah satu pembicara pada seminar yang digelar Alumni GMNI itu.

Sayangnya, demikian Grand Master Catur Internasional itu, Pancasila sendiri tidak dimasukkan dalam kurikulum pendidikan nasional, kecuali di-insert ke dalam Pendidikan Kewarganegaraan.

Ini juga diakui pembicara lainnya, Wakil Ketua MPR RI, Ahmad Farhan Hamid dan Prof Mansyhur (Balitbang Kemdiknas) serta Ketua Umum Pengurus Pusat Persatuan Alumni Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia, Soekarno serta Sekjen-nya, Ahmad Basarah.

"Jelas di sini, ada upaya sistematis menghilangkan Pancasila sebagai ideologi negara dan sebagai sumber dari segala sumber hukum negara pada negara kita yang menganut `stuffenbau theory," tandas Ahmad Basarah.

Hal ini, menurutnya, sangat nyata terlihat sejak era reformasi, dengan menjadikan Pendidikan Pancasila hanya "disubkontrakkan" dengan mata pelajaran lain.



Kemdiknas Siap Revisi

Merespons ini, Prof Mansyhur menegaskan, Kementerian Pendidikan Nasional (Kemdiknas) pihaknya sudah siap merevisi UU Sisdiknas, terutama terkait memasukkan Pancasila dalam kurikulum pendidikan nasional.

"Ada tiga alternatif yang kami tawarkan. Pertama, tetap Pancasila dalam pendidikan kewarganegaraan. Kedua, menggabungkan mata pelajaran Pancasila dan Kewarganegaraan. Dan ketiga, memisahkan Pendidikan Pancasila dan Pelajaran Kewarganegaraan," katanya.

Tetapi yang jelas, menurutnya, Kemdiknas siap dan tinggal menunggu kesepaktan bangsa Indonesia dalam hal merevitalisasi serta mereaktualisasi Pancasila dalam Sisdiknas.

"Peluang revisi sangat memungkinkan, karena telah masuk Program Legislasi Nasional (Proglegnas) 2010-2014," ujar Prof Mansyhur.

Menanggapi hal ini, Wakil Ketua MPR RI, Ahmad Farhan Hamid, dengan tegas menyatakan, pihaknya tidak setuju Pendidikan Pancasila itu hanya `diinsert` dalam pelajaran kewarganegaraan.

Sedangkan Soekarwo sendiri mengingatkan, agar saatnya kita saat ini dengan sebenar-benarnya memperlakukan, mengajarkan serta menginternalisasikan Pancasila sebagai ideologi yang hidup dan dinamis.

"Sebab pada dasarnya, ini merupakan upaya terus menerus untuk membentuk kepribadian bangsa yang sesuai dengan cita-cita para pendiri republik ini. Di sini peran Negara, terutama Pemerintah menjadi sangat dibutuhkan," katanya.

Soekarwo menegaskan, Negara harus berperan sebagai pemandu arah sekaligus pengontgrol dari sistem Pendidikan Nasional, agar tidak jatuh sekedar menjadi dogma mati, beku serta tidak inspiratif.
(ANT.M036)