Cirebon (ANTARA) - Daerah endemis tikus di Kabupaten Cirebon bagian timur saat menjelang kemarau cocok ditanami tembakau jenis lokal atau tembakau impor jenis white barley.

Kepala Bidang Perkebunan Dinas Pertanian, Perkebunan, Peternakan dan Kehutanan Kabupaten Cirebon, Ir Ade Hasan, kepada wartawan di Cirebon, Jumat, hal itu dikarenakan binatang tersebut tidak memakan daun juga batang tembakau, sehingga aman dari hama pengganggu.

"Daerah endemis tikus memasuki kemarau sering gagal ditanaman sayuran dan palawija karena tikus tersebut sering memakan tanaman tersebut baik batang juga daunnya," katanya.

Menurut dia, berdasarkan pengalaman tahun sebelumnya tanaman tembakau tidak disukai oleh tikus yang diperkirakan aroma daun dan batang cukup menyengat, tembakau biasanya berhasil hingga panen kurang dari tiga bulan masa tanam.

Bebas dari hama tikus petani akan untung jika mereka tanam padi kekeringan sedangkan tanam palawija dimakan tikus.

"Hasil panen tembakau cukup menggiurkan bagi mereka petani yang memiliki modal tanam tembakau jenis white barley karena untungnya lumayan tinggi, namun sesuai dengan modalnya," katanya.

Dia menambahkan, modal untuk tanam tembakau white barley dari satu hektare bisa mencapai Rp20 juta, diperkirakan petani akan mendapat keuntungan Rp 20 juta karena dari penjualan daun tembakau seluas satu hektare Rp40 juta, sedangkan untuk tembakau lokal satu hektare paling butuh modal Rp5 juta hasil penjualan Rp10 juta.

"Perawatan tanaman tembakau lokal cukup sederhana dan perkembangan cepat biaya tanam murah, namun keuntungannya rendah dibandingkan tembakau white barley meski perawatannya membutuhkan kesabaran karena tanaman tersebut rentan hama lainnya," katanya.

Lanjut dia, petani di Kabupaten Cirebon banyak yang tertarik tanam tembakau white barley karena keuntungannya cukup tinggi tetapi diantara mereka masih ada tanam tembakau lokal. Hasil panen tembakau mudah pemasarannya karena kebutuhan tembakau tinggi sedangkan pasokan terbatas.

Dia menjelaskan, pihaknya akan menyarankan petani untuk tanam tembakau lokal karena hasil panen tembakau tersebut bukan untuk pasokan rokok tapi sebagai bahan campuran utama pestisida nabati yang ramah lingkungan dan murah dibandingkan pestisida kimia.

"Tembakau lokal cocok sebagai bahan campuran pestisida nabati, kebutuhan pestisida untuk petani cukup tinggi terutama tanaman pangan, satu hektare lahan pertani bisa mengeluarkan biaya kurang dari Rp 300 ribu pestisida kimia," katanya.

Dia menerangkan, pestisida kimia cukup mahal dan tidak ramah ligkungan sedangkan pestisida berbahan nabati paling petani butuh biaya Rp 50 ribu dari satu hektare lahan, selain itu tidak berbahaya bagi lingkungan karena bahannya alami.

Sementara itu Sukarto salah seorang petani di Kabupaten Cirebon menuturkan, di daerah endemis tikus, petani harus pandai memilih tanaman yang tidak disukai oleh binatang pengrusak tanaman. Pengalaman sebelumya menunjukkan tembakau aman serangan tikus sehingga petani bisa tanam hingga panen.

"Kabupaten Cirebon bagian timur selain daerah endemis tikus juga lahan pertaniannya merupakan sawah tadah hujan, tembakau tepat ditanam memasuki musim kemarau karena tanaman tersebut hemat air," katanya.

(ANT.PSO-061)