BNPT dorong anak muda miliki pola pikir kritis hindari terorisme
14 Januari 2022 17:16 WIB
Tangkapan layar Deputi Bidang Kerja Sama Internasional BNPT Andhika Chrisnayudhanto dalam webinar nasional bertajuk "Refleksi Kekerasan Ekstremisme 2021" yang disiarkan langsung di kanal YouTube CONVEY Indonesia, dipantau dari Jakarta, Jumat (14/1/2022). ANTARA/Tri Meilani Ameliya
Jakarta (ANTARA) - Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) melalui Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanggulangan Ekstremisme (RAN PE) Berbasis Kekerasan yang Mengarah pada Terorisme mendorong generasi muda berpola pikir kritis agar terhindar dari pengaruh propaganda radikalisme dan terorisme.
"Melalui RAN PE, BNPT mendorong adanya suatu critical thinking atau pola pikir kritis yang berbasis pendidikan sehingga ini akan membuat resistensi dari anak muda Indonesia terhadap godaan propaganda radikalisme dan terorisme," ujar Deputi Bidang Kerja Sama Internasional BNPT Andhika Chrisnayudhanto.
Hal itu dikemukakan dia saat menjadi narasumber dalam webinar nasional bertajuk Refleksi Kekerasan Ekstremisme 2021 yang disiarkan langsung di kanal YouTube CONVEY Indonesia, dipantau dari Jakarta, Jumat.
Pola pikir kritis itu, kata Andhika, makin bernilai penting untuk dimiliki generasi muda saat ini karena mereka yang sebagian besarnya merupakan pengguna internet lebih rentan dipengaruhi propaganda radikalisme dan terorisme.
Berdasarkan survei BNPT yang dilakukan dengan Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) di 32 provinsi di akhir tahun 2020, kata dia, yang banyak terpengaruh propaganda radikalisme dan terorisme adalah mereka yang gunakan internet dalam kehidupan sehari-hari, seperti anak muda.
Meskipun pada survei tersebut, kata Andhika, diketahui pula bahwa potensi radikalisme dan terorisme di Indonesia menurun, generasi muda masih kerap menjadi kelompok rentan yang mudah dipengaruhi propaganda radikalisme serta terorisme.
Oleh karena itu, pola pikir kritis generasi muda akan menghindari mereka dari pengaruh propaganda terorisme dan radikalisme yang bermunculan dalam berbagai bentuk, terutama konten-konten implisit di media sosial.
Melalui pola pikir kritis itu, Andhika pun mengimbau generasi muda dapat membiasakan diri melakukan tindakan saring sebelum sharing. Tindakan tersebut adalah upaya memastikan terlebih dahulu kebenaran informasi yang diterima di media sosial agar tidak memuat unsur hoaks, bahkan bermuatan radikalisme dan terorisme, sebelum membagikannya kepada pihak-pihak lain.
"Saring sebelum sharing ini tagline yang dihadirkan BNPT untuk meningkatkan literasi digital. Kita bukan hanya membaca literatur yang ada di dunia digital, melainkan juga berupaya untuk mempelajari suatu isu secara mendalam sehingga tidak mudah terpengaruh konten hoaks, radikalisme, ataupun terorisme," kata Andhika Chrisnayudhanto.
Baca juga: FKPT Kalsel tegaskan negara tak akan kalah atas propaganda teroris
Baca juga: Santri bisa menjadi duta lawan propaganda radikalisme
"Melalui RAN PE, BNPT mendorong adanya suatu critical thinking atau pola pikir kritis yang berbasis pendidikan sehingga ini akan membuat resistensi dari anak muda Indonesia terhadap godaan propaganda radikalisme dan terorisme," ujar Deputi Bidang Kerja Sama Internasional BNPT Andhika Chrisnayudhanto.
Hal itu dikemukakan dia saat menjadi narasumber dalam webinar nasional bertajuk Refleksi Kekerasan Ekstremisme 2021 yang disiarkan langsung di kanal YouTube CONVEY Indonesia, dipantau dari Jakarta, Jumat.
Pola pikir kritis itu, kata Andhika, makin bernilai penting untuk dimiliki generasi muda saat ini karena mereka yang sebagian besarnya merupakan pengguna internet lebih rentan dipengaruhi propaganda radikalisme dan terorisme.
Berdasarkan survei BNPT yang dilakukan dengan Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) di 32 provinsi di akhir tahun 2020, kata dia, yang banyak terpengaruh propaganda radikalisme dan terorisme adalah mereka yang gunakan internet dalam kehidupan sehari-hari, seperti anak muda.
Meskipun pada survei tersebut, kata Andhika, diketahui pula bahwa potensi radikalisme dan terorisme di Indonesia menurun, generasi muda masih kerap menjadi kelompok rentan yang mudah dipengaruhi propaganda radikalisme serta terorisme.
Oleh karena itu, pola pikir kritis generasi muda akan menghindari mereka dari pengaruh propaganda terorisme dan radikalisme yang bermunculan dalam berbagai bentuk, terutama konten-konten implisit di media sosial.
Melalui pola pikir kritis itu, Andhika pun mengimbau generasi muda dapat membiasakan diri melakukan tindakan saring sebelum sharing. Tindakan tersebut adalah upaya memastikan terlebih dahulu kebenaran informasi yang diterima di media sosial agar tidak memuat unsur hoaks, bahkan bermuatan radikalisme dan terorisme, sebelum membagikannya kepada pihak-pihak lain.
"Saring sebelum sharing ini tagline yang dihadirkan BNPT untuk meningkatkan literasi digital. Kita bukan hanya membaca literatur yang ada di dunia digital, melainkan juga berupaya untuk mempelajari suatu isu secara mendalam sehingga tidak mudah terpengaruh konten hoaks, radikalisme, ataupun terorisme," kata Andhika Chrisnayudhanto.
Baca juga: FKPT Kalsel tegaskan negara tak akan kalah atas propaganda teroris
Baca juga: Santri bisa menjadi duta lawan propaganda radikalisme
Pewarta: Tri Meilani Ameliya
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2022
Tags: