Jakarta (ANTARA News) - Sebagai negara tropis yang banyak cahaya, penyakit mata menjadi suatu hal biasa di Indonesia, namun sayangnya hal itu tidak diimbangi dengan jumlah dokter mata yang memadai.

"Beban penyakit mata tinggi. Kebetulan kita di negara tropis yang banyak cahaya, tidak menguntungkan bagi mata. Operasi dibutuhkan spesialis mata, harus diperbanyak lagi," kata Menteri Kesehatan Endang Rahayu Sedyaningsih usai kuliah innaugurasi anggota baru Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI) di RSCM Jakarta, Rabu.

Ke depan, Menkes menyebut pihaknya akan mendorong lebih banyaknya spesialis mata untuk mengatasi berbagai penyakit seperti katarak yang merupakan penyakit mata paling banyak di Indonesia.

"Memang sudah mulai banyak yang mendidik dokter mata, tapi untuk sekarang kita akan optimalkan dulu yang di 13 Fakultas Kedokteran negeri," kata Menkes.

Menurut data dari Kementerian Kesehatan Republik Indonesia tahun 1996, angka kebutaan di Indonesia mencapai 1,5 persen atau lebih dari dua juta orang buta atau tunanetra di Indonesia.

Sementara besarnya jumlah penderita katarak di Indonesia berbanding lurus dengan jumlah penduduk usia lanjut yang pada tahun 2000 yang diperkirakan sebesar 15,3 juta (7,4 persen dari total penduduk).

Masyarakat Indonesia memiliki kecenderungan menderita katarak 15 tahun lebih cepat dibandingkan penderita di daerah tropis lainnya di mana sekitar 16 sampai 22 persen penderita katarak yang dioperasi berusia di bawah 56 tahun.

Persatuan Dokter Spesialis Mata Indonesia (Perdami) memperkirakan setiap tahun muncul kasus baru katarak sebanyak 210.000 orang, namun yang bisa direhabilitasi lewat operasi katarak hanya sekitar 120.000 orang.

Selain itu, masih ada keengganan bagi orang Indonesia menjadi donor mata meskipun setelah meninggal meskipun jumlah donor yang ada saat ini masih sangat kurang.

Anggota baru Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI) Dr.dr. Tjahjono Darminto Gondhowiardjo, Sp.M menyayangkan kondisi tersebut karena banyak pasien yang membutuhkan cangkok mata.

Tjahjono mengatakan, masih sedikitnya donor mata itu adalah karena kekurangpedulian dan masih adanya pandangan tabu untuk mendonorkan anggota tubuh meskipun setelah meninggal.

"Jumlah orang yang mau jadi pendonor mata setelah meninggal sangatlah sedikit. Padahal mata tersebut menjadi besar manfaatnya bagi orang hidup yang membutuhkannya," katanya saat kuliah innaugurasi `Menguak `Jendela Hati` Sebagai Embrio Proses Berpikir Manusia` di RSCM, Jakarta, Rabu.

Data Bank Mata Indonesia mencatat baru ada sekitar 20.000 orang yang mendaftar menjadi pendonor mata di Jakarta, sedangkan di luar Jakarta jumlahnya tidak sampai 5.000 orang.

Padahal, tingkat kebutaan di Indonesia yang mencapai 1,5 persen merupakan angka yang cukup tinggi di Asia. Sebagai perbandingan di Bangladesh angka kebutaan 1 persen, di India 0,7 persen, dan Thailand 0,3 persen.

Penyebab utama kebutaan di Indonesia adalah penyakit katarak disusul penyakit glaukoma, kelainan refraksi dan penyakit lain terkait usia lanjut.(*)
(T.A043/H-KWR)