Bantu likuiditas WP, DJP ubah batas restitusi PPN jadi Rp5 miliar
13 Januari 2022 13:50 WIB
Wajib pajak melihat tata cara pendaftaran e-filling atau penyampaian SPT Tahunan secara elektronik di brosur di KPP Pratama Jakarta Kebayoran Baru Satu, Jakarta, Rabu (31/3/2021). ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja/wsj.
Jakarta (ANTARA) - Pemerintah menyesuaikan jumlah batas lebih bayar restitusi dipercepat pajak pertambahan nilai (PPN) bagi pengusaha kena pajak yang memenuhi persyaratan sebagai wajib pajak persyaratan tertentu menjadi Rp5 miliar dari sebelumnya Rp1 miliar.
Penyesuaian batasan tersebut didasarkan pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 209/PMK.03/2021 tentang Perubahan Kedua atas PMK-39/PMK.03/2018 tentang Tata Cara Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Kemenkeu Neilmaldrin Noor dalam keterangan resmi di Jakarta, Kamis mengatakan penyesuaian batas restitusi PPN tersebut dilakukan untuk membantu likuiditas keuangan wajib pajak.
"Dengan penyesuaian jumlah batasan tersebut menjadi Rp5 miliar, maka lebih banyak pelaku usaha yang mendapat layanan ini. Kas dari restitusi dapat digunakan kembali oleh pelaku usaha untuk mengembangkan usahanya, sehingga dapat mendorong pertumbuhan ekonomi nasional," ungkapnya.
Selain itu, dalam peraturan Menteri Keuangan yang diundangkan pada 30 Desember 2021 tersebut, pemerintah juga mewajibkan wajib pajak yang telah ditetapkan sebagai wajib pajak kriteria tertentu untuk menyampaikan laporan keuangan dalam suatu tahun pajak.
Laporan tersebut harus diaudit oleh akuntan publik atau lembaga pengawas keuangan pemerintah dan kemudian memperoleh pendapat wajar tanpa pengecualian.
Apabila tidak dipenuhi, pemerintah tidak dapat memberikan restitusi dipercepat (atau pengembalian pendahuluan) kepada wajib pajak dan penetapan sebagai wajib pajak kriteria tertentunya dicabut.
Hal tersebut dilakukan untuk memberikan kepastian hukum dan keadilan kepada wajib pajak dalam melaksanakan administrasi perpajakan.
Dengan demikian, pelayanan perpajakan yang setara (equal) baik dalam proses penetapan maupun pencabutan sebagai wajib pajak kriteria tertentu dapat terwujud.
"Penyesuaian kebijakan ini untuk menjamin kepatuhan wajib pajak kriteria tertentu dan menjamin bahwa wajib pajak memiliki kriteria yang layak selama mendapatkan layanan khusus berupa pengembalian pendahuluan tersebut," pungkas Neilmaldrin.
Baca juga: Kemenkeu masih kaji perpanjangan insentif pajak mobil baru
Baca juga: Kemenkeu: Belanja perpajakan dan insentif PEN 2020 capai Rp290 triliun
Baca juga: Pemerintah perpanjang insentif pajak kesehatan hingga Juni 2022
Penyesuaian batasan tersebut didasarkan pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 209/PMK.03/2021 tentang Perubahan Kedua atas PMK-39/PMK.03/2018 tentang Tata Cara Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Kemenkeu Neilmaldrin Noor dalam keterangan resmi di Jakarta, Kamis mengatakan penyesuaian batas restitusi PPN tersebut dilakukan untuk membantu likuiditas keuangan wajib pajak.
"Dengan penyesuaian jumlah batasan tersebut menjadi Rp5 miliar, maka lebih banyak pelaku usaha yang mendapat layanan ini. Kas dari restitusi dapat digunakan kembali oleh pelaku usaha untuk mengembangkan usahanya, sehingga dapat mendorong pertumbuhan ekonomi nasional," ungkapnya.
Selain itu, dalam peraturan Menteri Keuangan yang diundangkan pada 30 Desember 2021 tersebut, pemerintah juga mewajibkan wajib pajak yang telah ditetapkan sebagai wajib pajak kriteria tertentu untuk menyampaikan laporan keuangan dalam suatu tahun pajak.
Laporan tersebut harus diaudit oleh akuntan publik atau lembaga pengawas keuangan pemerintah dan kemudian memperoleh pendapat wajar tanpa pengecualian.
Apabila tidak dipenuhi, pemerintah tidak dapat memberikan restitusi dipercepat (atau pengembalian pendahuluan) kepada wajib pajak dan penetapan sebagai wajib pajak kriteria tertentunya dicabut.
Hal tersebut dilakukan untuk memberikan kepastian hukum dan keadilan kepada wajib pajak dalam melaksanakan administrasi perpajakan.
Dengan demikian, pelayanan perpajakan yang setara (equal) baik dalam proses penetapan maupun pencabutan sebagai wajib pajak kriteria tertentu dapat terwujud.
"Penyesuaian kebijakan ini untuk menjamin kepatuhan wajib pajak kriteria tertentu dan menjamin bahwa wajib pajak memiliki kriteria yang layak selama mendapatkan layanan khusus berupa pengembalian pendahuluan tersebut," pungkas Neilmaldrin.
Baca juga: Kemenkeu masih kaji perpanjangan insentif pajak mobil baru
Baca juga: Kemenkeu: Belanja perpajakan dan insentif PEN 2020 capai Rp290 triliun
Baca juga: Pemerintah perpanjang insentif pajak kesehatan hingga Juni 2022
Pewarta: Sanya Dinda Susanti
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2022
Tags: