Jakarta (ANTARA News) - Sekretaris Jenderal Partai Amanat Nasional (Sesjen PAN), Taufik Kurniawan, mengusulkan untuk dilakukan moratorium pengiriman tenaga kerja Indonesia ke luar negeri selama jaminan perlindungan terhadap para Tenaga Kerja Indonesia (TKI) tersebut belum bisa terpenuhi.

"Jadi selama jaminan perlindungan terhadap TKI tidak bisa terpenuhi, maka moratorium harus tetap diberlakukan," kata Sesjen PAN, Taufik Kurniawan, di Jakarta, Selasa.

Pernyataan Taufik Kurniawan tersebut disampaiakan ketika diminta pendapatnya menyangkut kasus hukuman pancung terhadap TKI, Ruyati, di Arab Saudi.

Ia menjelaskan, dalam kasus Ruyati dapat dilihat dari dua substansi yang berbeda, yakni pertama menyangkut aspek pemahaman sosialisasi khususnya panduan awal bagi TKI terhadap hukum di negara yang akan dituju.

"Kedua, aspek jaminan. Ini kaitannya dengan jaminan tunjangan dan gaji yang harus dijaminkan dan ditanggung oleh agen. Kalau kemudian aspek jaminan pembayaran gaji tepat waktu, terhadap seluruh pembayaran itu harus diganti oleh majikan," kata Taufik, yang juga wakil ketua DPR bidang kesejahteraan rakyat (kesra).

Menurut Taufik, tunjangan dan gaji itu harus dijaminkan dalam suatu kerjasama yang masuk dalam nota kesepahaman. Dengan demikian tambahnya tidak terjadi pengemplangan untuk memenuhi hak-hak pekerja.

"Kalau itu tidak terjadi maka itu awal mula kasus-kasus seperti Ruyati akan terjadi," kata Taufik.

Menurut Taufik, hal inilah yang dimaksudkan oleh DPR sebagai ruang dan tugas pokok dan fungsi (tupoksi) perjanjian antar-dua negara untuk menjamin dan memberikan perlindungan dalam bentuk nota kesepahaman (memorandum of understanding/MoU).

Menurut dia, masalah TKI berawal dari hal itu. selain gaji, setidaknya TKI jika diperbolehkan untuk pulang ke Tanah Air dan ada jaminan kesehatan.

"Itu merupakan hal-hal yang prinsip," kata Tufik.

Jika masalah jaminan soal tunjangan maupun gaji tersebut sudah dapat dilakukan secara baik, maka Taufik menilai, tinggal aspek pemahaman dan kaidah yang berlaku di negara-negara TKI bekerja. Taufik menjelaskan di negara manapun membunuh juga sangat dilarang, meskipun dilakukan untuk pembelaan diri.

"Di Arab Saudi kan ada hukum qishas. Jangan sampai kemudian ini menjadi rancu manakala menjadi hak dan kewajiban yang harus dilindungi warga negara. Dan jangan semua kasus hukum TKI dan WNI yang terlibat hukum di luar negeri menjadi kesalahan pemerintah. Tapi, pastinya pemerintah juga perlu ada advokasi," katanya.

Ia juga menjelaskan, jika di Indonesia seseorang yang membunuh juga harus dihukum. Dengan demikian, ia menilai, masalah kriminal dan pidana juga harus dipisahkan dengan pemenuhan hak pekerja, sehingga tidak boleh harus memastikan pembebasan hukum jika ada warga negara yang melakukan tindak pidana di negara lain.

"Jadi harus dibedakan domain mana pembelaan hak dan domain untuk mematuhi hukum di negara tertentu," katanya.

Taufik juga mengusulkan seyogyangya ke masa depan pemerintah dapat lebih mengirimkan TKI yang lebih bermartabat, tidak hanya sekedar pembantu rumah tangga (PRT).

Menurut dia, semakin tinggi pendidikan tenaga kerja yang dikirim, maka semakin tinggi derajat bangsa di mata asing.

"Tetapi, sekali lagi, hal itu tetap perlu dibuat MoU yang jelas untuk seluruh perlindungan TKI. Hak dasar hidup TKI harus di-cover oleh negara yang bersangkutan. Tanggungjawab pemerintah adalah hak pemenuhan dasar hidup. Dan bukan memaafkan orang yang terlibat hukum," kata Taufik.

Dalam kesempatan itu Taufik juga menyatakan duka yang mendalam kepada keluarga Ruyati. (*)