Jakarta (ANTARA) - Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin menegaskan Presiden Joko Widodo meminta angka prevalensi anak yang lahir kerdil (stunting) turun kembali sebanyak tiga persen di tahun depan untuk mencapai target 14 persen pada tahun 2024.

"Bapak presiden meminta tahun depan kalau bisa turun 3 persen. Namun, rata-rata memang harus turun sebanyak 2,7 persen kalau ingin mencapai angka 14 persen di tahun 2024," kata Budi dalam Rapat Strategi Percepatan Penurunan Stunting yang diikuti secara daring di Jakarta, Selasa.

Budi menjelaskan sampai saat ini terdapat dua alasan masih banyak anak bangsa yang lahir dalam keadaan stunting, yaitu sekitar 23 persen anak sudah lahir dalam keadaan kurang tinggi (stunted), akibat kurang gizi selama masa kehamilan dan kekurangan asupan protein hewani pada makanan pendamping ASI yang mulai diberikan sejak usia enam bulan.

"Begitu dia sudah selesai ASI, dia harus diberikan makanan tambahan. Di situ banyak yang meleset, banyak kekurangannya sehingga angkanya naik lagi dan dua titik lemah inilah yang kita fokuskan di intervensi spesifik yang menjadi tanggung jawab kami," tegas dia.

Baca juga: Presiden minta program penurunan kekerdilan tak sekadar seremonial
Baca juga: Pentingnya nutrisi pada 1.000 hari pertama kehidupan

Untuk mencapai target yang ditentukan, pihaknya akan berkoordinasi dengan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menekan angka prevalensi itu melalui sejumlah strategi intervensi spesifik yang dijalankan baik sebelum dan sesudah bayi dilahirkan.

Menurut Budi, pihaknya akan meminta para ibu hamil untuk meminum tablet tambah darah dan memberikan konsultasi rutin sebanyak enam kali, setelah sebelumnya hanya diberikan sebanyak empat kali pada masa kehamilan.

"Konsultasi itu juga nantinya akan dilengkapi dengan alat USG sehingga dapat mendeteksi secara dini anak-anak yang memiliki potensi stunting," katanya.

Pada masa setelah lahir, Kemenkes akan mengupayakan membantu para ibu meningkatkan asupan gizi protein hewani pada anak seperti telur dan susu UHT sebagai makanan pendamping ASI dan memperkuat pemberian edukasi kesehatan pada masyarakat.

Selain itu, dia mengaku akan memperbaiki proses rujukan pemantauan kesehatan anak, di mana bagi anak-anak yang kurang tinggi akan dirujuk ke rumah sakit. Sedangkan pada anak yang memiliki berat badan kurang dapat melakukan pemeriksaan ke Puskesmas terdekat.

Baca juga: Bulog-BKKBN salurkan beras bervitamin untuk turunkan angka stunting
Baca juga: Keberpihakan politis dalam upaya penanganan "stunting"

Menkes juga mengatakan akan mengusahakan biaya pemantauan anak dengan stunting dapat ditanggung oleh BPJS Kesehatan.

Termasuk perbaikan sarana dan prasarana seperti timbangan. Setiap desa nantinya akan disediakan masing-masing satu alat timbangan dan alat ukur tinggi badan dengan bantuan teknologi digital supaya laporan kesehatan tak lagi berjalan manual dan lebih tepat.

Terakhir, Budi mengaku akan memastikan imunisasi dasar lengkap pada anak kembali digencarkan supaya anak dapat terlindungi dari berbagai virus dan bakteri. Hal itu juga dilakukan olehnya, agar semua asupan gizi pada anak benar-benar digunakan oleh tubuh untuk masa pertumbuhan anak, bukan mengobati penyakit yang dideritanya khususnya pada 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK).

Vaksinasi yang digencarkan itu akan dilengkapi bersama dengan vaksinasi COVID-19 dan dipantau menggunakan teknologi yang real time. Untuk jenis vaksin, ia juga akan menambah dua vaksinasi dasar seperti vaksin untuk pneumonia dan diare.

Ia berharap, segala bentuk intervensi yang dilakukan dapat membantu negara mencapai angka 14 persen di tahun 2024 sesuai amanat yang diberikan, serta meningkatkan kualitas kesehatan anak bangsa.

"Diharapkan selama dua tahun pertama masa krisisnya atau 1.000 HPK, dia tidak terkena sakit. Sehingga gizi yang masuk bisa langsung dipakai untuk pertumbuhan, bukan untuk melawan penyakit. Doakan supaya ini berhasil," tegas Budi.

Baca juga: Kemenag masukan materi stunting dalam modul bimbingan pranikah
Baca juga: BKKBN: Angka prevalensi stunting jadi 24,4 persen pada akhir tahun

Baca juga: Pahami miskonsepsi stunting agar tak keliru saat beri nutrisi balita