Jakarta (ANTARA News) - Indonesian Corruption Watch (ICW) menemukan sembilan kejanggalan dalam kasus Sistem Administrasi Badan Hukum (Sisminbakum) Kementerian Hukum dan HAM.

Menurut Koordinator Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan Febri Diansyah, kejanggalan pertama adalah terjadinya disparitas hukum antara keputusan hakim terhadap mantan Dirjen Administrasi Hukum Umum (AHU) Romli Atmasasmita dengan mantan Dirjen AHU sesudah Romli, Manan Sinaga.

"Pada putusan Romli yang dinyatakan bebas berbeda dengan Manan. Padahal Manan ada penerus kebijakan dari Romli," ujar Febri saat diskusi "Adakah Jalan Sisminbakum ke Pengadilan" di Gedung DPR RI di Jakarta, Rabu.

Kejanggalan kedua, kata dia, putusan Romli dan Manan yang diputuskan secara bersamaan pada hari yang sama ternyata bertolak belakang. "Yang Romli dinyatakan bebas sementara Manan divonis bersalah," ungkapnya.

Selanjutnya, dalam kasus Sisminbakum tersebut, sebenarnya tidak diperbolehkan adanya pihak swasta melakukan pungutan selain dilakukan oleh negara.

Selain itu, kasus Sisminbakum tersebut telah diingatkan sebanyak dua kali, yakni 12 Maret 2001 dan tanggal 25 Maret 2003.

"Sekretaris kabinet yang waktu itu dijabat oleh Marsilam Simanjuntak telah mengingatkan bahwa pungutan itu tidak boleh dilakukan pihak swasta karena tidak sesuai dengan PP 26/1999. Peringatan kedua dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)," ujar Febri.

Dalam kasus Sisminbakum tersebut, telah terjadi pelanggaran hukum dan ada uang yang dikorupsi untuk kepentingan pribadi serta ada aturan dalam negeri yang dilanggar karena ada kebijakan baru dari International Moneter Fund (IMF).

Juga disebutkan, kejanggalan yang banyak terjadi adalah pada hakim yang menyidangkan perkara tersebut.

"Jadi tidak ada alasan untuk tidak dibawa ke pengadilan. Kami meminta Jaksa Agung Basrief Arief untuk mempertimbangkannya," tandas Febri.

(Zul/S026)