Jakarta (ANTARA) - Pengamat tata kota dari Universitas Trisakti Nirwono Joga mengatakan Pemprov DKI Jakarta harus memenuhi lima syarat sebelum melarang konsumsi air tanah mulai Agustus 2023.

"Langkah Pemprov DKI sudah tepat tapi ada lima syarat harus dilakukan juga, artinya tidak main larang," kata Nirwono di Jakarta, Jumat.

Ia memaparkan syarat pertama adalah jaminan kuantitas untuk mencukupi kebutuhan air bersih warga DKI Jakarta karena saat musim kemarau, pasokan air baku akan terbatas.

Kedua, jaminan kualitas air yang dipasok benar-benar siap pakai mengingat saat musim kemarau kualitas air bisa buruk dan saat musim hujan, air bisa tercampur lumpur.

Ketiga adalah keberlanjutan yang menjamin adanya air bersih perpipaan bagi warga Jakarta.

"Ketiga hal ini kalau tidak terpenuhi jangan harap warga akan beralih menggunakan air PAM," imbuhnya.

Baca juga: Wali Kota Jakut sebut air tanah dibatasi cegah "land subsidence"

Untuk itu, ia mendorong agar Pemprov DKI memiliki peta jalan atau rencana induk pengurangan bertahap pengambilan air tanah.

Syarat keempat dan kelima, lanjut dia, adalah pentahapan pelarangan dan pembangunan jaringan perpipaan.

Untuk pentahapan larangan pemanfaatan air tanah, dilakukan mulai dari kawasan industri, kemudian di perkantoran, hotel dan pusat perbelanjaan karena kawasan tersebut memiliki kemampuan lebih besar menyedot air tanah.

"Di hotel misalnya, jika seluruh hotel dilarang, apa jaminannya tamu hotel dapat air bersih memadai. Bisa dibayangkan musim liburan, kemudian kemarau, hotel penuh, pasokan air tidak ada, apa pemerintah mau tanggung jawab, begitu juga di kawasan industri," ucapnya.

Tahapan pelarangan berikutnya adalah di golongan rumah tangga yang paling besar konsumsi air tanah tapi kemampuan menyerap air lebih sedikit dibandingkan kawasan industri atau perkantoran dan hotel.

Sedangkan untuk tahapan pembangunan jaringan air bersih perpipaan, lanjut dia, dapat dilakukan pertama di zona yang paling parah terdampak kebutuhan air bersih adalah di Jakarta Utara sehingga wilayah ini menjadi prioritas.

Baca juga: Luhut: Jakarta harus sediakan air minum perpipaan 100 persen pada 2030

Kemudian tahapan selanjutnya adalah Jakarta Barat dan Jakarta Timur bagian utara, disusul Jakarta Pusat, berurutan di seluruh wilayah Jakarta Barat dan Timur dan terakhir di Jakarta Selatan.

"Harus digenjot di Utara misalnya mulai 2021-2022, 2023-2024 di Jakarta Barat, Jakarta Timur bagian utara, berikutnya bertahap sehingga warga jadi siap-siap," imbuhnya.

Saat ini cakupan layanan air minum perpipaan di Jakarta baru mampu memenuhi 64 persen dan menyuplai 20.725 liter per detik air untuk 908.324 sambungan pelanggan.

Akibatnya masyarakat yang tidak memiliki akses air minum perpipaan menggunakan air tanah secara terus menerus sehingga menjadi salah satu penyebab penurunan muka tanah.

Untuk itu, baru-baru ini Pemerintah Pusat dan Pemprov DKI Jakarta meneken nota kesepakatan sinergi dan dukungan penyelenggaraan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) pada Senin (3/1).

Nota kesepakatan itu mencakup rincian program, jangka waktu serta skema pembiayaan yang tepat melalui sinergi proyek SPAM.

Baca juga: Kementerian PUPR-Pemda DKI sinergi bangun sistem penyediaan air minum

Dengan kesepakatan itu, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan optimistis cakupan penyediaan air minum pipa sudah 100 persen terlayani kepada masyarakat Ibu Kota sebelum 2030.

"Harapannya kami bisa melayani 100 persen, Insya Allah sebelum 2030," kata Anies Baswedan di Jakarta, Senin (3/1).

Nantinya, DKI Jakarta harus mampu menyediakan suplai tambahan sebanyak 11.150 liter per detik dan tambahan infrastruktur distribusi yang mencakup 35 persen wilayah pelayanan baru untuk perpipaan kepada kurang lebih satu juta tambahan pelanggan baru pada 2030.

Di sisi lain, Anies Baswedan sudah menerbitkan kebijakan pembatasan dan pelarangan pengambilan air tanah di wilayah yang telah dilayani jaringan perpipaan PAM Jaya yang tertuang dalam Peraturan Gubernur Nomor 93 Tahun 2021 tentang Zonasi Bebas Air Tanah.