Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Bengkulu, Hamka Sabri di Bengkulu, Kamis (6/1) mengatakan bahwa untuk mengantisipasi potensi konflik tersebut, saat ini pihaknya sedang melakukan pengkajian terhadap dokumen dari perusahaan yang terindikasi memiliki potensi konflik dengan warga.
"Dengan semakin banyaknya HGU dan IUP, itu sudah ada celah untuk bermasalah dengan masyarakat," kata Hamka
Dengan demikian, pihaknya akan membentuk tim untuk mengatur dan mengkoordinir seluruh seluruh potensi konflik dengan masyarakat terkait HGU dan IUP.
Baca juga: Guru Besar IPB: Pencabutan izin bisa buka akses pemanfaatan masyarakat
Kemudian, setelah ditemukan permasalahan maka akan disatukan untuk dikaji kembali dan menyusun permasalahan mana yang terlebih dahulu diselesaikan sesuai dengan tingkat kepentingannya.
"Cara penyelesaiannya melalui negosiasi, musyawarah, mufakat, atau tidak nanti bisa kita arahan ke hukum," ujarnya.
Namun jika memang permasalahan tersebut tidak dapat diselesaikan melalui pemerintah maka akan akan dilanjutkan ke jalur hukum.
Kata dia, untuk sementara ada 10 perusahaan yang memiliki potensi konflik dengan masyarakat setempat, namun untuk rincian nama perusahaan, lokasi, dan potensi polemik pihaknya masih mengkaji terlebih dahulu.
Baca juga: DPR minta BPN manfaatkan tanah terlantar untuk masyarakat
Sementara itu, Kepala Dinas Tanaman Pangan Hortikultura dan Perkebunan (TPHP) Provinsi Bengkulu, Ricky Gunarwan menjelaskan bahwa saat ini ada lima lahan perusahaan yang terindikasi terbengkalai.
“Untuk yang perusahaan yang sudah tidak aktif lagi termasuk lahan yang telantar berada di kelas C sehingga kami usulkan untuk dicabut HGUnya," terangnya.
Berikut lima lahan yang terindikasi terlantar yaitu PT Mangkurajo di Desa Batu Roto Kecamatan Kerkap Kabupaten Bengkulu Utara dengan luas lahan sekitar 187,11 hektare.
PT Ika Hasfam dengan luas 1.400 hektare yang berada di Desa Talang Boseng Kecamatan Pondok Kelapa Kabupaten Bengkulu Tengah, PT Bengkulu Sawit Jaya dengan luas 3.700 hektare berada di Desa Plajau Kecamatan Talang Empat Kabupaten Bengkulu Tengah. Selanjutnya, PT Raya Manna Putra luasnya 1.513 hektare Desa Air Teras Kecamatan Talo Kabupaten Selum
Kemudian PT Perkebunan Mangkurajo dengan luas 300,4 hektare dan berada di Kecamatan Lebong Selatan Kabupaten Lebong.
“Ini kan lahan tidak dimanfaatkan sesuai dengan konsesinya, yang tidak bisa secara maksimal jadi merugikan daerah dan negara. Kalau difungsikan ini kan bisa menghasilkan PAD. Ini nanti bisa saja akan diredistribusi, jadi reforma agraria,” pungkasnya.
Kata dia, berikut beberapa perusahaan yang berkonflik dengan masyarakat yaitu PT Pamor Ganda di Kabupaten Bengkulu Tengah , PT Air Andalas di Kabupaten Seluma, dan PT Purnawira Darma Upaya (PDU) di Kabupaten Bengkulu Utara.
Baca juga: RI terbuka bagi investor yang sejahterakan rakyat dan menjaga alam
Baca juga: HGU Perkebunan di Bengkulu Sulit Dicabut Karena Diagunkan