Erick Thohir ganti Direktur Energi Primer PLN akibat krisis batu bara
6 Januari 2022 14:12 WIB
Menteri BUMN Erick Thohir menggelar konferensi pers terkait kritis batu bara yang dialami oleh pembangkit listrik PLN di Kementerian ESDM, Jakarta, Kamis (6/1/2021). (ANTARA/Sugiharto purnama)
Jakarta (ANTARA) - Menteri Badan Usaha Milik Negara Erick Thohir mengganti posisi Rudy Hendra Prastowo selaku Direktur Energi Primer PT PLN dengan Hartanto Wibowo akibat krisis batu bara yang dialami oleh perusahaan listrik negara tersebut.
"Saya baru saja menandatangani surat pergantian Direktur Energi Primer PLN dengan Hartanto Wibowo yang merupakan top talent di PLN," kata Erick Thohir dalam konferensi pers di Kementerian BUMN, Jakarta, Kamis.
Melalui pergantian itu, Erick meminta Hartanto untuk memastikan situasi kritis yang sekarang dialami PLN tidak kembali terjadi di masa depan.
Baca juga: PLN jaga pasokan batu bara pembangkit minimal 20 hari operasi
Menurutnya, Indonesia sebagai negara penghasil sumber daya alam seharusnya cukup aman dari segi pasokan bahan baku untuk pembangkit listrik. Sedangkan banyak negara yang tidak punya sumber daya alam justru tidak mengalami krisis energi.
"Artinya apa? ada sesuatu yang harus kita perbaiki sama-sama," ujar Erick.
Pada Januari 2021, Erick mengaku telah memimpin rapat saat terjadi kekurangan sumber daya alam untuk listrik. Saat itu ada badai La Nina yang memicu banjir di berbagai daerah, sehingga produksi batu bara menurun dan pengiriman terhambat.
Menurutnya, siklus pasokan batu bara yang turun merupakan hal wajar yang harus diantisipasi.
"Kalau kita sebagai negara yang punya sumber daya alam besar tidak punya rencana apalagi tidak menjaga untuk tidak terjadi krisis ini adalah kesalahan besar," tegas Erick.
Baca juga: Anggota DEN Satya W Yudha: Jamin pasokan batu bara untuk dalam negeri
Dalam pemberitaan sebelumnya, pemerintah Indonesia melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral menerbitkan kebijakan melarang sementara ekspor batu bara periode 1 sampai 31 Januari 2022 untuk menjamin ketersediaan pasokan baru bara di dalam negeri.
Pasokan batu bara yang berkurang ini akan berdampak kepada lebih dari 10 juta pelanggan perusahaan setrum negara PT PLN (Persero) mulai dari masyarakat umum hingga industri.
Apabila larangan ekspor tidak dilakukan bisa menyebabkan pemadaman terhadap 20 PLTU batu bara yang memiliki daya 10.850 megawatt.
Pemerintah telah beberapa kali mengingatkan para pengusaha batu bara untuk terus memenuhi komitmennya memasok batu bara ke PLN.
Baca juga: PLN tetap pastikan pengamanan pasokan batu bara untuk PLTU
Namun, realisasinya pasokan batu bara setiap bulan ke PLN di bawah kewajiban persentase penjualan batu bara untuk kebutuhan dalam negeri (DMO), sehingga terakumulasi dan di akhir tahun pembangkit PLN mengalami defisit pasokan batu bara.
Presiden Joko Widodo bahkan mengancam jika masih ada perusahaan yang tidak tertib mengikuti peraturan ini, maka perusahaan tambang batu bara tersebut akan diberikan sanksi hukuman, mulai dari pencabutan izin ekspor hingga mencabut izin usahanya.
"Bapak Presiden jelas, bagaimana beliau menekankan pentingnya tanggung jawab kita bersama dalam pembangunan ekonomi. Tidak mungkin ekonomi kita terus meningkat tanpa listrik wong mobilnya saja pakai listrik nanti," pungkas Erick.
"Saya baru saja menandatangani surat pergantian Direktur Energi Primer PLN dengan Hartanto Wibowo yang merupakan top talent di PLN," kata Erick Thohir dalam konferensi pers di Kementerian BUMN, Jakarta, Kamis.
Melalui pergantian itu, Erick meminta Hartanto untuk memastikan situasi kritis yang sekarang dialami PLN tidak kembali terjadi di masa depan.
Baca juga: PLN jaga pasokan batu bara pembangkit minimal 20 hari operasi
Menurutnya, Indonesia sebagai negara penghasil sumber daya alam seharusnya cukup aman dari segi pasokan bahan baku untuk pembangkit listrik. Sedangkan banyak negara yang tidak punya sumber daya alam justru tidak mengalami krisis energi.
"Artinya apa? ada sesuatu yang harus kita perbaiki sama-sama," ujar Erick.
Pada Januari 2021, Erick mengaku telah memimpin rapat saat terjadi kekurangan sumber daya alam untuk listrik. Saat itu ada badai La Nina yang memicu banjir di berbagai daerah, sehingga produksi batu bara menurun dan pengiriman terhambat.
Menurutnya, siklus pasokan batu bara yang turun merupakan hal wajar yang harus diantisipasi.
"Kalau kita sebagai negara yang punya sumber daya alam besar tidak punya rencana apalagi tidak menjaga untuk tidak terjadi krisis ini adalah kesalahan besar," tegas Erick.
Baca juga: Anggota DEN Satya W Yudha: Jamin pasokan batu bara untuk dalam negeri
Dalam pemberitaan sebelumnya, pemerintah Indonesia melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral menerbitkan kebijakan melarang sementara ekspor batu bara periode 1 sampai 31 Januari 2022 untuk menjamin ketersediaan pasokan baru bara di dalam negeri.
Pasokan batu bara yang berkurang ini akan berdampak kepada lebih dari 10 juta pelanggan perusahaan setrum negara PT PLN (Persero) mulai dari masyarakat umum hingga industri.
Apabila larangan ekspor tidak dilakukan bisa menyebabkan pemadaman terhadap 20 PLTU batu bara yang memiliki daya 10.850 megawatt.
Pemerintah telah beberapa kali mengingatkan para pengusaha batu bara untuk terus memenuhi komitmennya memasok batu bara ke PLN.
Baca juga: PLN tetap pastikan pengamanan pasokan batu bara untuk PLTU
Namun, realisasinya pasokan batu bara setiap bulan ke PLN di bawah kewajiban persentase penjualan batu bara untuk kebutuhan dalam negeri (DMO), sehingga terakumulasi dan di akhir tahun pembangkit PLN mengalami defisit pasokan batu bara.
Presiden Joko Widodo bahkan mengancam jika masih ada perusahaan yang tidak tertib mengikuti peraturan ini, maka perusahaan tambang batu bara tersebut akan diberikan sanksi hukuman, mulai dari pencabutan izin ekspor hingga mencabut izin usahanya.
"Bapak Presiden jelas, bagaimana beliau menekankan pentingnya tanggung jawab kita bersama dalam pembangunan ekonomi. Tidak mungkin ekonomi kita terus meningkat tanpa listrik wong mobilnya saja pakai listrik nanti," pungkas Erick.
Pewarta: Sugiharto Purnama
Editor: Nusarina Yuliastuti
Copyright © ANTARA 2022
Tags: