Dubai (ANTARA News) - Oposisi Yaman hari Minggu mendesak para pemimpin Teluk menjamin peralihan kepemimpinan segera untuk mencegah kekosongan kekuasaan di negara suku itu di tengah ketidakpastian mengenai kesehatan Presiden Ali Abdullah Saleh.

"Saudara-saudara kami di Teluk seharusnya segera mengambil sikap tegas bagi peralihan kekuasaan cepat dan damai kepada Wakil Presiden" Abdrabuh Mansur Hadi, kata juru bicara oposisi parlemen Mohammed Qahtan kepada AFP.

Saleh diterbangkan ke Riyadh pada 4 Juni untuk perawatan sehari setelah ia terluka dalam ledakan di dalam masjid di istana kepresidenannya di Sanaa.

Ia dikabarkan dalam kondisi buruk dan menderita gangguan pernapasan di sebuah rumah sakit di Arab Saudi, kata satu sumber yang mengetahui, Sabtu.

"Waktu tidak menguntungkan bagi stabilitas Yaman," kata Qahtan, Minggu.

Ia mendesak negara-negara kerajaan di Teluk mendorong "peralihan kekuasaan segera... untuk memungkinkan kami mendukung wakil presiden dan melaksanakan prakarsa-prakarsa lain Teluk dalam mengatasi krisis Yaman dan memulihkan perdamaian dan stabilitas".

Para menteri luar negeri Arab Teluk, yang membekukan upaya penengahan atas Yaman pada 23 Mei, dijadwalkan melakukan pertemuan pada Selasa.

Wapres Hadi sejauh ini belum menanggapi seruan-seruan bagi pembentukan dewan pemerintah sementara yang diusulkan demonstran muda pro-revolusi, sementara para pejabat partai yang berkuasa bersikeras bahwa Saleh masih tetap presiden.

Kelompok suku yang setia pada pemimpin oposisi kuat Sheikh Sadiq al-Ahmar terlibat dalam pertempuran mematikan dengan pasukan pemerintah di Sanaa setelah Saleh menolak menandatangani perjanjian transisi yang ditengahi negara-negara Teluk.

Perjanjian yang telah ditandatangani oposisi itu menetapkan Saleh meninggalkan kekuasaan dalam waktu 30 hari, dan sebagai imbalannya, ia akan memperoleh kekebalan dari penuntutan.

Saleh, yang telah berkuasa selama 33 tahun, menghadapi protes sejak Januari untuk menuntut pengunduran dirinya, yang disambut dengan tindakan keras aparat keamanan.

Demonstrasi di Yaman sejak akhir Januari yang menuntut pengunduran diri Presiden Ali Abdullah Saleh telah menewaskan ratusan orang.

Dengan jumlah kematian yang terus meningkat, Saleh, sekutu lama Washington dalam perang melawan Al-Qaida, kehilangan dukungan AS.

Pemerintah AS mengambil bagian dalam upaya-upaya untuk merundingkan pengunduran diri Saleh dan penyerahan kekuasaan sementara, menurut sebuah laporan di New York Times.

Para pejabat AS menganggap posisi Saleh tidak bisa lagi dipertahankan karena protes yang meluas dan ia harus meninggalkan kursi presiden, kata laporan itu.

Meski demikian, Washington memperingatkan bahwa jatuhnya Saleh selaku sekutu utama AS dalam perang melawan Al-Qaida akan menimbulkan "ancaman nyata" bagi AS.

Yaman adalah negara leluhur almarhum pemimpin Al-Qaida Osama bin Laden dan hingga kini masih menghadapi kekerasan separatis di wilayah utara dan selatan.

Yaman Utara dan Yaman Selatan secara resmi bersatu membentuk Republik Yaman pada 1990 namun banyak pihak di wilayah selatan, yang menjadi tempat sebagian besar minyak Yaman, mengatakan bahwa orang utara menggunakan penyatuan itu untuk menguasai sumber-sumber alam dan mendiskriminasi mereka.

Negara-negara Barat, khususnya AS, semakin khawatir atas ancaman ekstrimisme di Yaman, termasuk kegiatan Al-Qaida di Semenanjung Arab (AQAP).

Negara-negara Barat dan Arab Saudi, tetangga Yaman, khawatir negara itu akan gagal dan Al-Qaida memanfaatkan kekacauan yang terjadi untuk memperkuat cengkeraman mereka di negara Arab miskin itu dan mengubahnya menjadi tempat peluncuran untuk serangan-serangan lebih lanjut.

Yaman menjadi sorotan dunia ketika sayap regional Al-Qaida AQAP menyatakan mendalangi serangan bom gagal terhadap pesawat penumpang AS pada Hari Natal.

AQAP menyatakan pada akhir Desember 2009, mereka memberi tersangka warga Nigeria "alat yang secara teknis canggih" dan mengatakan kepada orang-orang AS bahwa serangan lebih lanjut akan dilakukan.

Para analis khawatir bahwa Yaman akan runtuh akibat pemberontakan Syiah di wilayah utara, gerakan separatis di wilayah selatan dan serangan-serangan Al-Qaida. Negara miskin itu berbatasan dengan Arab Saudi, negara pengekspor minyak terbesar dunia.

Selain separatisme, Yaman juga dilanda penculikan warga asing dalam beberapa tahun ini. (M014/K004)