Jakarta (ANTARA News) - Mantan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Hasyim Muzadi menyarankan diakhirinya politik pencitraan yang saat ini dimainkan partai politik dan elitnya.

"Seharusnya politik pencitraan diganti dengan politik amal, kinerja dan jasa," kata Hasyim kepada wartawan di Jakarta, Minggu.

Hasyim Muzadi menyebutkan politik pencitraan tidak akan sampai manfaatnya kepada rakyat kecuali hanya memproses kekuasaan untuk kekuasaan pribadi dan oligarki.

Bahkan, lanjutnya, politik pencitraan akan bergerak merusak citra tokoh lain dalam persaingan citra yang rakyat sesungguhnya tidak mengerti urusannya.

"Negara akan dipenuhi fitnah dan caci maki," kata pengasuh pesantren Al Hikam Malang dan Depok tersebut.


Partai Demokrat

Sementara itu terkait adanya kader Partai Demokrat yang terlibat masalah hukum, Hasyim menyarankan partai yang dibina Susilo Bambang Yudhoyono itu secara ksatria menyelesaikan persoalan tersebut.

"Seharusnya Partai Demokrat menyelesaikan kasus Nazarudin (mantan bendahara umum red) dan Andi Nurpati, dan lain-lainnya, yang membelit PD secara ksatria," katanya.

Menurut dia, penanganan masalah yang lamban justru tidak akan menguntungkan posisi Partai Demokrat. Bahkan, kasus ini akan menguntungkan partai pesaingnya.

"Karena kalau berbelit- belit seperti sekarang toh hanya akan memperluas "space"(peluang , red) untuk kompetitor dalam mendera Partai Demokrat tentang masalah korupsi dan pemalsuan, yang tak bisa dihindari pasti mendelegitimasi kebersihan sosok SBY," jelasnya.

Dikatakannya, mumpung SBY masih menjabat Presiden, maka Partai Demokrat sebaiknya menyelesaikan masalahnya secara ksatria.

Ia mengingatkan bahwa di Indonesia ada kebiasaan jelek pada saat pergantian rezim. Ketika Bung Karno diganti, kelompok Sukarnois berantakan.

Demikian juga ketika penguasa Orde Baru Soeharto mundur, Golkar banyak diserang orang, bahkan sebagian kantornya dibakar.

"Kalau sudah tidak "ditunggui" lagi, akankah sejarah akan berulang?" katanya.(*)
(S024/A011)