Rupiah dan won pimpin penurunan, prospek suku bunga Fed dukung dolar
5 Januari 2022 17:34 WIB
Ilustrasi - Pegawai menunjukkan mata uang rupiah dan dolar AS di salah satu gerai penukaran mata uang di Jakarta, Jumat (5/11/2021). ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso/YU.
Bengaluru, India (ANTARA) - Rupiah Indonesia dan won Korea Selatan memimpin kerugian di antara mata uang Asia pada Rabu, karena prospek pengetatan kebijakan AS mendukung dolar, sementara kerugian di perusahaan teknologi menurunkan indeks acuan Korea Selatan lebih dari satu persen.
KOSPI Korea Selatan mencapai level terendah dalam lebih dari empat minggu ketika saham teknologi kelas berat mencatat kerugian semalam di Nasdaq, yang disebabkan oleh peningkatan imbal hasil AS dan kinerja yang lemah di saham teknologi. Di tempat lain, saham Indonesia dan Singapura masing-masing turun lebih dari 0,5 persen.
Mata uang regional tertekan oleh dolar yang lebih kuat, yang melayang di dekat level tertinggi satu minggu, menjelang rilis risalah pertemuan Federal Reserve AS Desember, yang dapat memberikan lebih banyak petunjuk tentang waktu kenaikan suku bunga.
Dolar juga didukung oleh kenaikan imbal hasil obligasi pemerintah AS, karena investor obligasi bersiap untuk kenaikan suku bunga dari Federal Reserve pada pertengahan tahun guna mengekang inflasi yang sangat tinggi.
"Fokus pasar secara umum beralih ke prospek kebijakan yang lebih ketat, dengan kondisi ekonomi yang tangguh sejauh ini mendukung ekspektasi bahwa jalur normalisasi kebijakan akan tetap tidak terpengaruh ke depan," kata Yeap Jun Rong, ahli strategi pasar di platform perdagangan ritel IG, dikutip dari Reuters.
Investor juga akan fokus pada data tenaga kerja AS yang akan dirilis pada Rabu waktu setempat dan angka penggajian (payrolls) nonpertanian yang diharapkan pekan ini sebagai panduan untuk garis waktu normalisasi. Data yang kuat dapat memperkuat bias hawkish Fed dan lebih lanjut mendukung dolar, kata analis di Maybank.
Di antara unit Asia, rupiah Indonesia dan won Korea Selatan masing-masing turun sekitar 0,5 persen, dengan rupiah menyentuh level terendah dalam lebih dari dua minggu dan won melemah ke level terendah dalam hampir tiga bulan.
Ringgit Malaysia dan peso Filipina masing-masing melemah sekitar 0,2 persen, tetapi baht Thailand memperpanjang kenaikan ke sesi kedua, menambahkan 0,3 persen mencapai tertinggi enam minggu di 33,14 per dolar didukung oleh beberapa aliran masuk portofolio.
Keuntungan datang bahkan ketika bank sentral Thailand terdengar lebih suram dalam risalah dari pertemuan kebijakan terbaru, di mana bank memperingatkan dampak yang lebih besar dan lebih lama dari yang diperkirakan dari wabah Omicron pada pemulihan ekonomi.
Sementara itu, data menunjukkan inflasi Thailand naik kurang dari yang diperkirakan pada Desember dari setahun sebelumnya, dan tetap di bagian atas kisaran target bank sentral Thailand 1,0-3,0 persen.
Analis di Australia and New Zealand Banking Group memperkirakan tekanan harga sisi penawaran kemungkinan akan menjaga inflasi tetap tinggi dalam waktu dekat, dan memperkirakan inflasi rata-rata dalam kisaran bank sentral Thailand pada 2022 dengan kenaikan suku bunga tidak terwujud hingga 2023.
Di antara ekuitas, saham Malaysia naik hingga 0,5 persen setelah penurunan dua hari berturut-turut, indeks acuan Thailand naik untuk hari kelima berturut-turut, meningkat 0,3 persen ke level tertinggi sejak September 2019, dan indeks Nifty India 50 naik untuk hari keempat berturut-turut.
Bursa Efek Filipina, yang menghentikan perdagangan pada Selasa (4/1/2022) karena kesalahan teknis, turun 0,5 persen dalam sesi volume tipis, setelah terangkat hingga 1,3 persen pada awal perdagangan.
Baca juga: Rupiah terus melemah, dipicu antisipasi pengetatan kebijakan The Fed
Baca juga: Yuan berbalik menguat 15 basis poin menjadi 6,3779 terhadap dolar AS
Baca juga: Abaikan Omicorn, dolar naik dan capai tertinggi 5 tahun terhadap yen
KOSPI Korea Selatan mencapai level terendah dalam lebih dari empat minggu ketika saham teknologi kelas berat mencatat kerugian semalam di Nasdaq, yang disebabkan oleh peningkatan imbal hasil AS dan kinerja yang lemah di saham teknologi. Di tempat lain, saham Indonesia dan Singapura masing-masing turun lebih dari 0,5 persen.
Mata uang regional tertekan oleh dolar yang lebih kuat, yang melayang di dekat level tertinggi satu minggu, menjelang rilis risalah pertemuan Federal Reserve AS Desember, yang dapat memberikan lebih banyak petunjuk tentang waktu kenaikan suku bunga.
Dolar juga didukung oleh kenaikan imbal hasil obligasi pemerintah AS, karena investor obligasi bersiap untuk kenaikan suku bunga dari Federal Reserve pada pertengahan tahun guna mengekang inflasi yang sangat tinggi.
"Fokus pasar secara umum beralih ke prospek kebijakan yang lebih ketat, dengan kondisi ekonomi yang tangguh sejauh ini mendukung ekspektasi bahwa jalur normalisasi kebijakan akan tetap tidak terpengaruh ke depan," kata Yeap Jun Rong, ahli strategi pasar di platform perdagangan ritel IG, dikutip dari Reuters.
Investor juga akan fokus pada data tenaga kerja AS yang akan dirilis pada Rabu waktu setempat dan angka penggajian (payrolls) nonpertanian yang diharapkan pekan ini sebagai panduan untuk garis waktu normalisasi. Data yang kuat dapat memperkuat bias hawkish Fed dan lebih lanjut mendukung dolar, kata analis di Maybank.
Di antara unit Asia, rupiah Indonesia dan won Korea Selatan masing-masing turun sekitar 0,5 persen, dengan rupiah menyentuh level terendah dalam lebih dari dua minggu dan won melemah ke level terendah dalam hampir tiga bulan.
Ringgit Malaysia dan peso Filipina masing-masing melemah sekitar 0,2 persen, tetapi baht Thailand memperpanjang kenaikan ke sesi kedua, menambahkan 0,3 persen mencapai tertinggi enam minggu di 33,14 per dolar didukung oleh beberapa aliran masuk portofolio.
Keuntungan datang bahkan ketika bank sentral Thailand terdengar lebih suram dalam risalah dari pertemuan kebijakan terbaru, di mana bank memperingatkan dampak yang lebih besar dan lebih lama dari yang diperkirakan dari wabah Omicron pada pemulihan ekonomi.
Sementara itu, data menunjukkan inflasi Thailand naik kurang dari yang diperkirakan pada Desember dari setahun sebelumnya, dan tetap di bagian atas kisaran target bank sentral Thailand 1,0-3,0 persen.
Analis di Australia and New Zealand Banking Group memperkirakan tekanan harga sisi penawaran kemungkinan akan menjaga inflasi tetap tinggi dalam waktu dekat, dan memperkirakan inflasi rata-rata dalam kisaran bank sentral Thailand pada 2022 dengan kenaikan suku bunga tidak terwujud hingga 2023.
Di antara ekuitas, saham Malaysia naik hingga 0,5 persen setelah penurunan dua hari berturut-turut, indeks acuan Thailand naik untuk hari kelima berturut-turut, meningkat 0,3 persen ke level tertinggi sejak September 2019, dan indeks Nifty India 50 naik untuk hari keempat berturut-turut.
Bursa Efek Filipina, yang menghentikan perdagangan pada Selasa (4/1/2022) karena kesalahan teknis, turun 0,5 persen dalam sesi volume tipis, setelah terangkat hingga 1,3 persen pada awal perdagangan.
Baca juga: Rupiah terus melemah, dipicu antisipasi pengetatan kebijakan The Fed
Baca juga: Yuan berbalik menguat 15 basis poin menjadi 6,3779 terhadap dolar AS
Baca juga: Abaikan Omicorn, dolar naik dan capai tertinggi 5 tahun terhadap yen
Penerjemah: Apep Suhendar
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2022
Tags: