Indonesia Tawarkan Investasi Infrastruktur Skema PPP
Menteri Keuangan Agus Martowardojo (kiri) saling bertukar kartu nama dengan (kanan kiri) Kepala Ekonom Asia Pasifik Goldman Sachs Singapura Michael Buchanan, Kepala Regional Asia Pasifik, Timur Tengah dan Afrika dari Zurich Financial Services Geoff Riddell, dan Chief Executive Officer Abraaj Capital Asia Singapore Omar Lodhi sebelum sesi diskusi bertajuk 'Financial Fault Lines : Averting Aftershocks in Asia' dalam World Economic Forum on East Asia, Jakarta, Minggu (12/6). Sesi diskusi tersebut membahas pertumbuhan dan kebangkitan finansial di Asia dan bagaimana kawasan regional bertahan terhadap guncangan ekonomi di masa yang akan datang. (FOTO ANTARA/Rosa Panggabean)
"Kemampuan fiskal pemerintah berada dalam keseimbangan yang kecil sehingaa harus menarik investasi swasta termasuk asing," kata Menteri Keuangan Agus Martowardojo dalam pertemuan WEF-EA membahas kegagalan sektor kuangan sebagai dampak gejolak di Asia di Jakarta, Minggu.
Hadir pula sebagai pembicara dalam forum itu Kepala Ekonomi Goldman Sachs Asia Pasific Singapura, Michael Buchanan, Group Chief Executive HSBC Holding UK, Stuart T Gulliver, Chief Executive Officer Abraaj Capital Asia Singapore Omar Lodhi, dan Deputi Gubernur BI Muliaman D Hadad.
Menkeu menyebutkan, penyediaan infrastruktur mnerupakan tantangan yang harus dihadapi Indonesia dalam lima tahun ke depan.
Kebutuhan dana untuk penyediaan infrastruktur dalam lima tahun mendatang mencapai sekitar Rp1.400 triliun.
Pemerintah hanya mampu menyediakan sekitar 20 hingga 30 persennya saja sementara sisanya harus melibatkan kerja sama dengan pihak swasta melalui skema PPP.
"Dalam waktu tujuh tahun terakhir memang skema tersebut belum memberikan hasil namun diharapkan segera ada proyek infrastruktur yang bisa dijadikan proyek percontohan," katanya.
Ia menyebutkan, proyek infrastruktur di Jawa Tengah dengan skema PPP akan segera terealisasi dan diharapkan diikuti proyek-proyek lain.
Dalam kesempatan itu Menkeu juga menyatakan bahwa meskipun pelarian modal dapat terjadi sewaktu-waktu, namun Indonesia tidak akan menerapkan kebijakan pengekangan modal.
"Saya meyakinkan bahwa tidak ada capital control," katanya.
Ia menyebutkan, kondisi monetern fiskal dan sektor riil bagus sehingga mendukung aliran modal masuk.
"Yang perlu dilakukan adalah konversi aliran modal masuk dari portofolio ke sektor riil," kata Menkeu.
(A039/A035)
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2011