DPR Minta Presiden Tegur Kementerian yang Langgar UU
10 Juni 2011 10:07 WIB
DPR RI meminta kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) untuk menegur kementerian atau lembaga negara yang dengan sengaja melanggar undang-undang untuk kepentingan pribadi dan kelompoknya (Foto ANTARA)
Jakarta (ANTARA News) - DPR RI meminta kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) untuk menegur kementerian atau lembaga negara yang dengan sengaja melanggar undang-undang untuk kepentingan pribadi dan kelompoknya.
"Kementerian atau lembaga-lembaga negara harus mengimplementasikan sebuah produk undang-undang (UU) yang ada dengan benar dan tepat. Bukan sebaliknya, justru kementerian dan lembaga atau badan negara yang melanggarkan. Ini kan lucu. Presiden harus segera tegur dengan tegas para pembantu dan lembaga-lembaga di bawahnya," kata Desmond di Gedung DPR RI, Jakarta, Jumat.
Menurut anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi Gerindra Desmon J Mahesa, jika Presiden SBY tidak menegur atau membiarkan hal tersebut dan terus berlangsung, bukan tidak mungkin citra Presiden yang akan terkena imbasnya.
Desmond menyebutkan, salah satu contoh nyata terjadinya pelanggaran terhadap sebuah UU adalah UU Penyiaran terkait dengan rencana akuisisi Indosiar oleh PT Elang Mahkota Teknologi (EMTK), yang juga memiliki SCTV.
"Ini adalah salah satu kasus bentuk pelanggaran UU 32/2002 tentang Penyiaran yang dilakukan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo), Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), dan Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK)," kata Desmon.
Lebih lanjut ia mengatakan, jika Presiden SBY tidak segera mengambil tindakan pada anak buahnya, maka hal ini sama saja dengan penghancuran kewibawaan negara secara perlahan. "Negara ini akan hancur, jika praktik seperti ini masih terus berlanjut," tegasnya.
Sebagaimana diketahui, KPI telah mengeluarkan pandangan hukum atau legal opinion bahwa rencana akuisisi itu melanggar UU Penyiaran. Alasannya, dengan mengambil alih Indosiar, PT EMTK nantinya akan memiliki tiga frekuensi sekaligus di Provinsi DKI Jakarta, yakni SCTV, O Channel, dan Indosiar. Sekarang saja, PT EMTK sudah melanggar UU Penyiaran, karena memiliki dua frekuensi di Provinsi DKI Jakarta, yakni SCTV dan O Channel.
Ironisnya, meskipun KPI telah menolak akuisisi ini, namun Menteri Komunikasi dan Informatika Tifatul Sembiring usai membuka “Indonesia International Communication Expo and Conference” kepada pers di Jakarta, mengatakan, penyatuan dua perusahaan media yang berbeda frekuensi tidak diatur dalam UU Penyiaran. Karena itu, Kominfo tak bisa melarang pembelian dan penyatuan antara perusahaan PT EMTK dan PT IDKM.
Sikap Kominfo ini sangat disayangkan, karena selaku regulator, kementerian ini justru bertindak tidak memahami PP 50/2005 tentang penyelenggaraan lembaga penyiaran swasta, yang mengatur sebuah holding hanya boleh memiliki satu frekuensi di satu provinsi, atau setidaknya dua frekuensi di dua provinsi berbeda. PP ini ditandatangani oleh Presiden SBY sendiri.
(zul)
"Kementerian atau lembaga-lembaga negara harus mengimplementasikan sebuah produk undang-undang (UU) yang ada dengan benar dan tepat. Bukan sebaliknya, justru kementerian dan lembaga atau badan negara yang melanggarkan. Ini kan lucu. Presiden harus segera tegur dengan tegas para pembantu dan lembaga-lembaga di bawahnya," kata Desmond di Gedung DPR RI, Jakarta, Jumat.
Menurut anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi Gerindra Desmon J Mahesa, jika Presiden SBY tidak menegur atau membiarkan hal tersebut dan terus berlangsung, bukan tidak mungkin citra Presiden yang akan terkena imbasnya.
Desmond menyebutkan, salah satu contoh nyata terjadinya pelanggaran terhadap sebuah UU adalah UU Penyiaran terkait dengan rencana akuisisi Indosiar oleh PT Elang Mahkota Teknologi (EMTK), yang juga memiliki SCTV.
"Ini adalah salah satu kasus bentuk pelanggaran UU 32/2002 tentang Penyiaran yang dilakukan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo), Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), dan Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK)," kata Desmon.
Lebih lanjut ia mengatakan, jika Presiden SBY tidak segera mengambil tindakan pada anak buahnya, maka hal ini sama saja dengan penghancuran kewibawaan negara secara perlahan. "Negara ini akan hancur, jika praktik seperti ini masih terus berlanjut," tegasnya.
Sebagaimana diketahui, KPI telah mengeluarkan pandangan hukum atau legal opinion bahwa rencana akuisisi itu melanggar UU Penyiaran. Alasannya, dengan mengambil alih Indosiar, PT EMTK nantinya akan memiliki tiga frekuensi sekaligus di Provinsi DKI Jakarta, yakni SCTV, O Channel, dan Indosiar. Sekarang saja, PT EMTK sudah melanggar UU Penyiaran, karena memiliki dua frekuensi di Provinsi DKI Jakarta, yakni SCTV dan O Channel.
Ironisnya, meskipun KPI telah menolak akuisisi ini, namun Menteri Komunikasi dan Informatika Tifatul Sembiring usai membuka “Indonesia International Communication Expo and Conference” kepada pers di Jakarta, mengatakan, penyatuan dua perusahaan media yang berbeda frekuensi tidak diatur dalam UU Penyiaran. Karena itu, Kominfo tak bisa melarang pembelian dan penyatuan antara perusahaan PT EMTK dan PT IDKM.
Sikap Kominfo ini sangat disayangkan, karena selaku regulator, kementerian ini justru bertindak tidak memahami PP 50/2005 tentang penyelenggaraan lembaga penyiaran swasta, yang mengatur sebuah holding hanya boleh memiliki satu frekuensi di satu provinsi, atau setidaknya dua frekuensi di dua provinsi berbeda. PP ini ditandatangani oleh Presiden SBY sendiri.
(zul)
Pewarta: Zul Sikumbang
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2011
Tags: