PDIP Tak Akan Boikot Uji Kelayakan Calon Panglima TNI
16 Januari 2006 15:27 WIB
Jakarta (ANTARA News) - Anggota Komisi I dari Fraksi PDIP, Effendi MS Simbolon, menyatakan bahwa pihaknya tidak akan memboikot uji kelayakan dan kepantasan (fit and proper test) terhadap Marsekal TNI Djoko Suyanto sebagai calon Panglima TNI.
Hal itu disampaikan Simbolon di Gedung DPR/MPR Jakarta, Senin, berkaitan dengan pengajuan surat Presiden Susilo Bambang Yudhoyono kepada pimpinan DPR RI tentang pengajuan Marsekal TNI Djoko Suyanto sebagai Panglima TNI yang akan menggantikan Jenderal TNI Endriartono Sutarto.
Simbolon menyatakan, dengan terbitnya surat Presiden itu, maka diharapkan tidak terjadi kekosongan jabatan Panglima TNI. Ia mengharapkan, agar DPR segera memproses surat tersebut.
"Karena itu, Fraksi PDIP tidak sampai memboikot uji kelayakan," katanya.
Namun, pihaknya akan mempertanyakan proses pergantian Panglima TNI yang terlalu lama yang menyebabkan pencalonan Jenderal TNI Ryamizard Ryacudu sebagai Panglima menjadi tidak jelas.
Dia mempertanyakan surat pengajuan Ryamizard sebagai calon Panglima TNI oleh Megawati Soekarnoputri ketika menjadi presiden sudah ditarik kembali oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, sehingga dianggap merupakan preseden buruk.
Sementara itu, Ketua Fraksi PDIP, Tjahjo Kumolo, menganggap pengajuan nama calon Panglima TNI oleh Presiden yang berbeda dengan nama yang dicalonkan oleh partainya (PDI-P) adalah wajar.
"Sikap PDIP akan menerima atau menolak calon yang diajukan presiden itu, akan disampaikan dalam rapat pembahasan di Komisi I," ujarnya.
Sebelum fit and proper test, Fraksi PDIP akan mempertanyakan, mengapa presiden mengajukan nama dari Kepala Staf TNI-AU (Kasau).
"Kalaupun menerima atau menolak, jangan diartikan FPDIP mempolitisir TNI. Pilihan kami semata-mata, karena Jenderal TNI Ryamizard Ryacudu dianggap yang terbaik dari calon yang ada. Kalaupun kini yang dipilih berbeda dengan kami, itu menjadi hak prerogatif presiden, dan wajar," katanya.
Pengajuan nama calon Panglima TNI mengakhiri spekulasi yang terjadi selama ini.
Ketua DPR Agung Laksono di sela-sela acara pembukaan pertemuan tahunan ke-14 Forum Parlemen Asia Pasifik (Asia Pasific Parliamentary Forum) di Ruang Pustakaloka Gedung DPR/MPR RI Senayan Jakarta mengungkapkan, surat pengajuan bernomor R 07/PNS/I/2006 itu disampaikan oleh Presiden pada hari Minggu (15/1) malam pukul 22.15 WIB.
"Surat yang ditandatangani Presiden itu menyatakan mencalonkan Marsekal TNI Djoko Suyanto menjadi calon Panglima TNI. Pertimbangan presiden mencalonkan Djoko Suyanto adalah karena yang bersangkutan sudah memenuhi syarat untuk menjadi Panglima TNI, seperti tercantum dalm UU No 34/2004 tentang TNI," katanya.
Menurut dia, surat tersebut akan disampaikan dalam rapat paripurna DPR Selasa (17/1). Selanjutnya akan dibahas di Badan Musyawarah (Bamus) DPR dan kemudian Bamus akan merancang agenda pembahasan, yang prosesnya akan dilaksanakan oleh Komisi I DPR (bidang pertahanan) untuk melakukan fit and proper test.
Ketika ditanya tentang proses persetujuan DPR, jika hanya satu nama yang diajukan oleh Presiden, maka Agung menjawab, kemungkinan DPR menolak atau menerima memang bisa saja terjadi.
"Penolakan bisa saja terjadi, tetapi sampai saat ini kita belum bisa menyimpulkan hal tersebut, karena prosesnya belum dilakukan," katanya
Dia menjelaskan, dengan adanya surat pengajuan oleh Presiden, maka surat Presiden Megawati Soekarnoputri yang mengajukan nama mantan Kepala Staf TNI-AD (Kasad), Jenderal TNI Ryamizard Ryacudu, menjadi panglima sudah tidak berlaku lagi.
"Karena, surat itu sudah tidak berlaku lagi, maka yang akan dipakai oleh DPR adalah surat terakhir dari presiden. Pembahasan surat dan proses uji kelayakan dan kepatutan akan segera dilaksanakan dan berlangsung sekitar tiga minggu," katanya.
Ketika ditanya wartawan, apakah dengan demikian jabatan Panglima TNI akan dirotasi?, Agung mengatakan, dasar pertimbangan surat presiden hanya menyebutkan Djoko sudah memenuhi persyaratan.
Sementara itu, Ketua Komisi I DPR Theo L. Sambuaga, membenarkan bahwa surat Presiden Megawati Soekarnoputri tanggal 8 Oktober 2004 dengan sendirinya tidak berlaku lagi. Dalam waktu dekat, Komisi I akan melakukan pembahasan terhadap calon yang diajukan oleh Presiden tersebut.
Komisi I juga akan membahas penarikan surat Megawati tersebut, dan akan dilaporkan kepada rapat paripurna DPR tentang penarikan itu.
Theo berharap, Panglima TNI mendatang memiliki komitmen terhadap reformasi dalam membangun TNI sebagai alat negara. (*)
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2006
Tags: