Jakarta (ANTARA) - Pemerintah Pusat dan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta bersinergi untuk membangun Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) sebagai salah satu upaya untuk mengurangi dan menghentikan pemanfaatan air tanah di DKI Jakarta yang berujung pada penurunan tanah dan ancaman tenggelam.

Sinergi tertuang dalam penandatanganan nota kesepahaman (MoU) Sinergi dan Dukungan Penyelenggaraan Sistem Penyediaan Air Minum di Provinsi DKI Jakarta yang ditandatangani Direktur Jenderal Sumber Daya Air Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) dan Direktur Utama Perusahaan Air Minum Daerah DKI Jakarta (PAM Jaya) di Jakarta, Senin.

Turut hadir dalam penandatanganan MoU, Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karanvian, Menteri PUPR Basuki Hadimuljono dan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.

"Isu Jakarta tenggelam jadi alarm bagi pemerintah, salah satu penyebabnya adalah penggunaan air tanah secara terus menerus oleh masyarakat. Pemerintah merespons hal tersebut dan mengambil inisiatif untuk mengurangi dan menghentikan pemanfaatan air tanah di Jakarta dengan penyediaan air minum perpipaan yang mencukupi bagi masyarakat Jakarta," kata Menko Luhut dalam konferensi pers secara daring di Jakarta, Senin.

Menurut Menko Luhut, mengingat pentingnya masalah tersebut maka perlu ada integrasi untuk penanganan yang cepat.

Mantan Menko Polhukam itu menjelaskan pemerintah pusat dan Pemprov DKI telah menyusun sebuah perencanaan bersama (joint planning) yang menyinergikan proyek inisiatif Sistem Penyediaan Air Minum.

MoU yang ditandatangani Senin itu pun berisi rincian program, jangka waktu serta skema pembiayaan yang tepat.

"Meskipun kita semua terdampak Covid-19 sehingga kondisi fiskal terpengaruh, bukan berarti kita harus berhenti untuk membangun dan melayani masyarakat. Nota Kesepakatan ini merupakan milestone yang penting untuk menjawab tantangan tersebut," lanjut Menko Luhut.

Saat ini, kondisi cakupan layanan air minum perpipaan DKI Jakarta baru mampu memenuhi cakupan layanan seluas 65 persen dari seluruh kebutuhan layanan air minum di DKI pada 2030.

Akibatnya, masyarakat tidak memiliki akses air minum perpipaan dan cenderung menggunakan air tanah secara terus menerus sehingga menjadi penyebab turunnya permukaan muka tanah secara cepat.

Mendagri Tito Karnavian menyebutkan air minum merupakan kebutuhan dasar yang saat ini, khususnya di Jakarta, banyak dipenuhi dari air tanah. Substitusi dengan air perpipaan diharapkan akan memberi manfaat pasokan air yang bersih dan bisa menyelamatkan lingkungan.

"Ini memang mungkin sulit kalau dikerjakan sendiri oleh pemerintah DKI karena masalah fiskal dan lainnya sehingga perlu ada campur tangan pemerintah pusat," katanya.

Kemendagri, kata Tito, turut memfasilitasi dan menjembatani kerja sama antara pemerintah daerah dan pusat.

"Kami akan bantu monitor sekaligus beri dukungan di dokumen administrasi mulai perencanaan. Kerja sama antara pemerintah dan badan usaha juga jangan sampai terjadi moral hazard, oleh karena itu penyesuaian tarif yang pas, dokumen yang berhubungan dengan keuangan kami akan bantu dan kami monitor," katanya.

Sementara itu, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menyampaikan terima kasihnya atas komitmen pemerintah pusat membantu mengatasi masalah ketersediaan air minum bagi warga Jakarta.

"Tahun 2030 Jakarta harus sudah mencapai 100 persen akses layanan air minum perpipaan, dan kami berterimakasih kepada pemerintah pusat yang berkomitmen bersama untuk mengatasi permasalahan ketersediaan air minum sebagai kebutuhan dasar bagi masyarakat Jakarta, sekaligus solusi bagi pencegahan penurunan muka tanah di Jakarta," kata Anies Baswedan

Baca juga: DKI siapkan dua strategi untuk pemenuhan hak atas air bersih
Baca juga: KPK pantau rencana perpanjangan kontrak pengelolaan air minum di DKI
Baca juga: PAM Jaya-Aetra luncurkan Program Kemudahan Akses Air Bersih