Jakarta (ANTARA) - Tahun 2021 menjadi pembuktian bagi Menteri Sosial Tri Rismaharini untuk mengembalikan kepercayaan publik kepada pemerintah dalam membenahi penyaluran bantuan sosial (bansos) yang belum optimal.

Terutama yang menjadi sorotan pada saat itu adalah penyaluran Bantuan Sosial Tunai (BST) atau bansos COVID-19, lantaran adanya korupsi yang dilakukan mantan pejabat tinggi di Kementerian Sosial sebelumnya.


Dalam janji kepemimpinan Risma saat dilantik Presiden RI Joko Widodo pada 23 Desember 2020, dia memastikan penyaluran bansos tidak hanya sekedar memberi bantuan, namun fokus kepada upaya pemberdayaan masyarakat agar berdampak pada kesejahteraan mereka.


Risma juga akan menggandeng Pemerintah Daerah hingga Perguruan Tinggi untuk menelusuri permasalahan masyarakat, yang berhubungan dengan pengentasan kemiskinan.


Selain itu, Risma juga menggandeng Direktorat Jenderal Kependudukan Kementerian Dalam Negeri guna upaya memperbaiki data terpadu kesejahteraan sosial (DTKS).


Terakhir yang tidak kalah pentingnya, penyaluran bansos pada periode 2021 dilakukan dengan transaksi elektronik.

Baca juga: Mensos: 98,91 persen DTKS sudah padan dengan Dukcapil
Baca juga: CORE minta pemerintah percepat digitalisasi bantuan sosial




Perbaikan data

Presiden Joko Widodo sejak 4 Januari 2021 meluncurkan Program Bantuan Tunai yang mencakup tiga jenis program, yaitu Program Sembako/Bantuan Pangan Non-Tunai (BPNT) bagi 18,8 juta KPM masing-masing Rp200 ribu, Program Keluarga Harapan (PKH) bagi 10 Juta KPM senilai Rp300 ribu dan Bantuan Sosial Tunai (BST) bagi 10 juta KPM senilai Rp300 ribu.


Seperti diketahui, bansos diberikan kepada KPM dengan NIK yang sudah padan dengan data Ditjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil), Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) sesuai amanat Perpres No. 39 Tahun 2019 tentang Satu Data Indonesia.

Sehingga, Risma kembali mendorong Pemerintah Daerah untuk mengevaluasi DTKS guna menggantinya dengan penerima manfaat baru.


"Jadi ini yang diperlukan oleh daerah, karena tidak mungkin kami mencoret, karena yang tahu persis itu di daerah. Jadi kita kembalikan data itu ke daerah. Ini kita evaluasi terus," ujar Risma.


Berdasarkan temuannya, masih ada data penerima manfaat yang tidak padan dan adanya penerima ganda, sehingga penerima manfaat baru yang membutuhkan bantuan masih tertahan.


Sebagai inisiasi percepatan perbaikan data, sekaligus memenuhi target penyaluran bansos oleh Presiden, Kementerian Sosial melakukan "jemput bola" dalam perbaikan data terapan kesejahteraan sosial (DTKS) di 10 provinsi di Indonesia.


Ke-10 provinsi tersebut, di antaranya Papua, Papua Barat, Sulawesi Utara, Maluku, Sulawesi Selatan, Maluku Utara, Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah, Sulawesi Barat dan Kalimantan Barat.


Kemensos tak sekedar menyalurkan bansos kepada Komunitas Adat Terpencil (KAT), namun memadankan NIK mereka dengan DTKS, bekerja sama dengan Dirjen Dukcapil Kementerian Dalam Negeri, dan memaksimalkan program pemberdayaan.


Salah satu terobosan yang dilakukan di bawah kepemimpinan Risma adalah bantuan perekaman data warga Suku Anak Dalam untuk mendapatkan NIK dan Kartu Tanda Penduduk, sehingga verifikasi dan validasi DTKS terpenuhi dan warga dapat menerima program bansos pemerintah.


Selain itu, Risma menggerakkan Perguruan Tinggi di berbagai daerah guna mempercepat pemadanan data penerima bantuan sosial (bansos) dengan data kependudukan dalam program "Pejuang Muda" yang mana bekerja sama dengan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi dan Kementerian Agama.


Para mahasiswa ditugaskan untuk melakukan geo-tagging lokasi hunian para KPM bansos, serta memberikan pembaruan data kepada pemerintah daerah.


Selanjutnya, Kemensos dapat melacak perkembangan kesejahteraan KPM dengan teknologi data geospasial, untuk mengoreksi DTKS setiap bulannya. Pengoreksian DTKS dilakukan bersama Pemerintah Daerah secara berkala, sesuai amanat UU 13/2011 tentang fakir miskin.

Di bulan Agustus 2021 Risma membuat gebrakan baru, mengoptimalkan teknologi untuk memperbaiki DTKS dengan mengaktifkan fitur "usul" dan "sanggah" di aplikasi ponsel "Cek Bansos."



Menurut Menteri Sosial Tri Rismaharini, aktivasi fitur “usul” dan “sanggah” sebagai terobosan dari permasalahan data selama ini, yakni adanya orang yang berhak mendapatkan bantuan tapi tidak dapat (exclusion error), dan ada yang tidak berhak tapi mendapatkan bantuan (inclusion error).


“Dengan fitur ini, masyarakat bisa ikut mengontrol pembaruan data. Keterlibatan masyarakat juga bisa mengakselerasi proses pembaruan sehingga membantu tugas pemerintah daerah karena sesuai dengan UU No 13 tahun 2011 tentang Penanganan Fakir Miskin, pembaruan data menjadi kewenangan pemerintah daerah,” kata Risma.


Menurut Risma, dalam UU No. 13/2011 warga tidak mampu berhak mengusulkan diri untuk mendapatkan bantuan. Dua fitur tersebut sebagai implementasi dari ketentuan dalam undang-undang yang memberikan kesempatan untuk mendapatkan bantuan sosial sejauh memang memenuhi ketentuan.

Baca juga: Wali Kota Surabaya pastikan PKH dan BPNT bisa tersalurkan semua
Baca juga: Realisasi penyaluran bansos program PEN capai 97,98 persen



PPKM Darurat

Seiring penerapan PPKM Darurat akibat wabah COVID-19 yang meluas diterapkan pada awal bulan Juli 2021, Kemensos mengupayakan bantuan tambahan untuk para KPM agar hidup mereka terbantu.


Risma mengeluarkan kebijakan agar KPM Kartu Sembako/ Bantuan Pangan Non-Tunai menerima tambahan bantuan untuk dua bulan pada Juli dan Agustus, senilai Rp200.000 per bulan per KPM. Sehingga totalnya seolah-olah mendapatkan 14 bulan.


Pemerintah juga mengalokasikan BST sebesar Rp15,1 triliun untuk 10 juta KPM selama 2 bulan, yakni Mei Juni 2021, yang cair pada Juli 2021 sebesar Rp600 ribu per KPM yang disalurkan oleh PT Pos Indonesia.


Kemudian Kemensos bermitra dengan Perum Bulog dalam menyalurkan beras untuk 10 juta KPM PKH, 10 juta KPM BST, dan 8,8 juta KPM, Bantuan Pangan Non-Tunai (BPNT)/Kartu Sembako non PKH dengan paket besar 10 kg per KPM.


Selain itu, ada bantuan beras 5 kg khusus program Kemensos yang diberikan kepada masyarakat pekerja sektor informal yang tidak bisa bekerja karena terdampak PPKM Darurat, antara lain pedagang kaki lima, pemilik warung, pengemudi ojek, dan pekerja lepas di Jawa dan Bali.


Kemensos pun menyiapkan Rp7,08 triliun untuk bantuan sosial (bansos) kepada 5,9 juta Keluarga Penerima Manfaat (KPM) tambahan baru, yang berasal dari data pemerintah daerah pada masa PPKM hasil pembaruan DTKS.


Dengan blusukan, Risma ingin memastikan tidak ada satu pihak pun yang memanfaatkan penyaluran bansos untuk kepentingan pribadi, atau di luar kepentingan penerima manfaat. Sejumlah kasus penyalahgunaan dana bansos terungkap di tahun 2021, dan pelakunya didorong untuk diproses ke jalur hukum.


Khusus pada anak-anak yang kehilangan orang tua akibat pandemi COVID-19 dibantu dengan Program Asistensi Rehabilitasi Sosial (ATENSI) Anak. Program tersebut menyasar 4.043.622 anak, dengan anggaran dana senilai Rp3,2 triliun.

Baca juga: Risma kejar tenggat waktu pencairan bansos sebelum akhir tahun 2021
Baca juga: Mensos minta pemda percepat pencairan bansos memasuki akhir tahun




Realisasi

Pada taklimat media yang diselenggarakan Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) yang diikuti secara daring, Rabu (29/12), Risma melaporkan realisasi penyaluran bantuan sosial (bansos) program pemulihan ekonomi nasional (PEN) telah mencapai 97,98 persen.

Risma mengatakan dari pagu sebesar Rp101.404.926.150.000, telah terealisasi sebesar Rp99.352.885.700.000.

Risma menjelaskan mulai dari Program Keluarga Harapan (PKH) dengan target 10 juta Keluarga Penerima Manfaat (KPM), anggaran sebesar Rp28 triliun telah terealisasi sebesar Rp27 triliun, atau sebesar 98,66 persen.

Kemudian pada Kartu Sembako atau BPNT reguler dengan target Rp18,8 juta KPM, anggaran sebesar Rp48,69 triliun telah terealisasi sebesar Rp48,05 triliun, atau sebesar 98,69 persen.

Selanjutnya, Kartu Sembako atau BPNT usulan dari daerah dengan target 5,9 juta KPM, anggaran sebesar Rp7,08 triliun telah terealisasi sebesar Rp6,7 triliun, atau sebesar 95,14 persen.

Sementara Bantuan Sosial Tunai (BST) dengan target 10 juta KPM, anggaran sebesar Rp17,322 triliun, telah terealisasi sebesar Rp17,321 triliun, atau sebesar 99,99 persen.

Angka tersebut dengan catatan, anggaran bantuan sosial PEN yang telah diblokir sebesar Rp378.857.049.000 dari program PKH.

Risma juga mengungkapkan bantuan sembako untuk penanggulangan kemiskinan ekstrem, sekarang sedang proses transaksi sebesar 93,62 persen.

Nilai tersebut akan terus diperbaiki hingga akhir tahun, kata Risma.

Selain itu, 98,91 persen data terpadu kesejahteraan sosial (DTKS) sudah padan dengan data kependudukan dan catatan sipil (dukcapil).

Angka 98,91 persen tersebut didapat dari jumlah DTKS per 24 Desember 2021 sebanyak 142.341.780 jiwa.

Risma mengatakan 355 kabupaten/kota atau 69,07 persen daerah telah aktif melakukan perbaikan nomor induk kependudukan (NIK), sehingga DTKS akan terus bergerak dan sangat dinamis.

Upaya Risma memulihkan kepercayaan publik dengan membangun citra kinerja Kementerian Sosial, usai kasus korupsi BST COVID-19 pada 2020 adalah hal yang luar biasa.

Kebijakan membangun transparansi data pada penerima bansos, serta mendorong kepesertaan masyarakat dalam menjalankan kontrol sosial diharapkan terus berlanjut guna mendukung program penurunan angka kemiskinan di tengah masa sulit ini.

Baca juga: Mendagri: Kepala daerah bisa gunakan bansos untuk percepatan vaksinasi