Jakarta (ANTARA News) - Persoalan kemacetan lalu lintas, banjir dan kriminalitas di Jakarta ini seolah belum bisa dipecahkan, sehingga perlu didorong agar calon gubernur DKI Jakarta bukan dari partai politik yang tunduk pada kepentingan sesaat, kata politisi.

"Kami belum menemukan perbaikan dan perubahan yang substantif dalam menangani masalah di Jakarta," kata Ketua DPP Hanura Akbar Faisal yang juga anggota DPR RI, di Jakarta, Senin.

Akbar mengatakan, atas alasan kompleksitas permasalahan DKI Jakarta, maka dibutuhkan gubernur yang punya komitmen segalanya untuk fokus ke persoalan publik.

"Jangan kemudian setelah jadi gubernur malah ikut-ikutan eforia menjadi pengurus parpol dominan untuk mendapatkan legitimasi kekuasaan yang lebih besar dan kemudian 'alpa' mengurusi publik," ujarnya.

Kendati demikian, Akbar menyatakan, sebenarnya di dalam internal parpol sendiri ada kader yang mumpuni menjadi manager DKI Jakarta, tapi kadang sulit mendeteksinya.

"Saya menolak tesis yang mengatakan bahwa tak ada kader parpol yang mampu menjadi nomor 1 di Jakarta. Harus saya katakan bahwa nama-nama yang muncul ke publik saat ini untuk memimpin DKI belumlah bisa meyakinkan bisa membawa Jakarta jadi lebih baik," katanya.

Menurut dia, Jakarta butuh orang seperti Walikota Solo Joko Widodo yang bisa menjelaskan soal parameter yang terukur tentang arti kata 'cakap' tadi.

Sebelumnya, mantan Menteri Perindustrian, Fahmi Idris berharap muncul calon yang berani dalam melakukan perubahan. "Tentu semua calon berani untuk melakukan perubahan. Tetapi adakah 'track record' dari mereka terhadap hal itu. Apakah program kerja mereka untuk menangani berbagai masalah di Jakarta konkrit," kata Fahmi Idris.

Diantara semua nama bakal calon gubernur DKI yang mengemuka, dia menilai, nama Djan Faridz yang paling layak. "Dia cukup capable sebagai calon gubernur DKI, dengan segala pengalamannya di berbagai bidang, seperti infrastruktur (listrik), properti dan pedagangan," tambahnya.

Menurut Fahmi yang juga mantan Menteri Tenaga Kerja, masalah-masalah yang ada di Jakarta sebetulnya tidak berdiri sendiri. "Kalau perbaikan kampung, keamanan itu urusan khas DKI. Tapi kalau kesemerawutan lalu lintas, itu masalah interconected. Sehingga perlu kejernihan untuk menetapkan peta persoalan daerah DKI dan nasional." tandasnya. (*)