ICW: Berantas korupsi dengan pendekatan politik-teknokratis-sosiologis
31 Desember 2021 19:25 WIB
Tangkapan layar Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW) Adnan Topan Husodo dalam webinar nasional “Refleksi Akhir Tahun: Law Enforcement dan Kesejahteraan” yang disiarkan langsung di kanal YouTube DEMA FISIP UIN SGD, dipantau dari Jakarta, Jumat (31/12/2021). ANTARA/Tri Meilani Ameliya.
Jakarta (ANTARA) - Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW) Adnan Topan Husodo mengatakan pendekatan politis, teknokratis, dan sosiologis perlu diterapkan untuk memberantas korupsi di Indonesia guna menjadi landasan dasar pembangunan nasional.
“Pendekatan politis, teknokratis, dan sosiologis itu perlu diterapkan dalam peta jalan (road map) pemberantasan korupsi di Indonesia dan kemudian menjadi landasan dasar kerangka pembangunan nasional,” ujar Adnan Topan Husodo.
Ia menyampaikan hal tersebut saat menjadi pemateri dalam webinar nasional bertajuk “Refleksi Akhir Tahun: Law Enforcement dan Kesejahteraan” yang disiarkan langsung di kanal YouTube DEMA FISIP UIN SGD, dipantau dari Jakarta, Jumat.
Baca juga: ICW: Suap dan pungli jadi modus korupsi terbanyak pelayanan publik
Tanpa penerapan pendekatan-pendekatan tersebut, kata Adnan Topan, tujuan pemberantasan korupsi dan pembangunan nasional untuk menyejahterakan rakyat Indonesia akan sulit tercapai. Sebaliknya, lanjut dia, ketimpangan ekonomi justru berpotensi semakin bertambah.
“Itu justru memicu timbulnya gap atau jarak antara orang-orang kaya dan orang-orang miskin di Indonesia,” ucap Adnan Topan.
Padahal, lanjut dia, terutama di ranah pembangunan nasional Tanah Air, pemerintah telah mengeluarkan anggaran yang besar, bahkan semakin meningkat dari tahun ke tahun.
Baca juga: ICW: "Buzzer" picu pertarungan narasi kebijakan publik tidak sehat
Untuk diketahui, pendekatan politik dalam pemberantasan korupsi dan pembangunan nasional dapat dipahami sebagai pendekatan yang memanfaatkan sistem kekuasaan untuk menegakkan hukum ataupun menjadi landasan pembangunan.
Terkait pendekatan teknokratis, katanya, hal tersebut berarti aparat penegak hukum dalam hal pemberantasan korupsi dan pemerintah dalam pembangunan nasional memanfaatkan metode serta kerangka berpikir ilmiah, baik itu berasal dari kajian maupun penelitian.
Baca juga: Moeldoko jawab 20 pertanyaan penyidik Bareskrim terkait laporan ICW
Kemudian mengenai aspek sosiologis, para pihak terkait dalam pemberantasan korupsi dan pembangunan nasional dapat menggunakan pendekatan melalui pengamatan terhadap keadaan masyarakat ataupun gejala-gejala sosial yang ada.
Di samping itu, pendekatan sosiologis tersebut berarti masyarakat ikut berpartisipasi dalam menggerakkan pembangunan nasional dan pemberantasan korupsi di Indonesia.
“Pendekatan politis, teknokratis, dan sosiologis itu perlu diterapkan dalam peta jalan (road map) pemberantasan korupsi di Indonesia dan kemudian menjadi landasan dasar kerangka pembangunan nasional,” ujar Adnan Topan Husodo.
Ia menyampaikan hal tersebut saat menjadi pemateri dalam webinar nasional bertajuk “Refleksi Akhir Tahun: Law Enforcement dan Kesejahteraan” yang disiarkan langsung di kanal YouTube DEMA FISIP UIN SGD, dipantau dari Jakarta, Jumat.
Baca juga: ICW: Suap dan pungli jadi modus korupsi terbanyak pelayanan publik
Tanpa penerapan pendekatan-pendekatan tersebut, kata Adnan Topan, tujuan pemberantasan korupsi dan pembangunan nasional untuk menyejahterakan rakyat Indonesia akan sulit tercapai. Sebaliknya, lanjut dia, ketimpangan ekonomi justru berpotensi semakin bertambah.
“Itu justru memicu timbulnya gap atau jarak antara orang-orang kaya dan orang-orang miskin di Indonesia,” ucap Adnan Topan.
Padahal, lanjut dia, terutama di ranah pembangunan nasional Tanah Air, pemerintah telah mengeluarkan anggaran yang besar, bahkan semakin meningkat dari tahun ke tahun.
Baca juga: ICW: "Buzzer" picu pertarungan narasi kebijakan publik tidak sehat
Untuk diketahui, pendekatan politik dalam pemberantasan korupsi dan pembangunan nasional dapat dipahami sebagai pendekatan yang memanfaatkan sistem kekuasaan untuk menegakkan hukum ataupun menjadi landasan pembangunan.
Terkait pendekatan teknokratis, katanya, hal tersebut berarti aparat penegak hukum dalam hal pemberantasan korupsi dan pemerintah dalam pembangunan nasional memanfaatkan metode serta kerangka berpikir ilmiah, baik itu berasal dari kajian maupun penelitian.
Baca juga: Moeldoko jawab 20 pertanyaan penyidik Bareskrim terkait laporan ICW
Kemudian mengenai aspek sosiologis, para pihak terkait dalam pemberantasan korupsi dan pembangunan nasional dapat menggunakan pendekatan melalui pengamatan terhadap keadaan masyarakat ataupun gejala-gejala sosial yang ada.
Di samping itu, pendekatan sosiologis tersebut berarti masyarakat ikut berpartisipasi dalam menggerakkan pembangunan nasional dan pemberantasan korupsi di Indonesia.
Pewarta: Tri Meilani Ameliya
Editor: Herry Soebanto
Copyright © ANTARA 2021
Tags: