Dokter: Gejala Omicron ringan karena efektivitas vaksinasi pada tubuh
30 Desember 2021 21:41 WIB
Tangkapan layar Ketua Departemen Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) dan RSUP Persahabatan Prasenohadi dalam Talkshow Menjaga Pandemi Tetap Landai Pasca-Natal dan Tahun Baru secara daring diikuti di Jakarta, Kamis (30/12/2021) (ANTARA/Hreeloita Dharma Shanti)
Jakarta (ANTARA) - Ketua Departemen Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) dan RSUP Persahabatan, dr. Prasenohadi, Sp.P, KIC, Ph.D mengatakan bahwa gejala pasien terinfeksi varian Omicron dapat menjadi ringan karena adanya efektivitas vaksinasi yang terbukti melindungi tubuh.
"Pada kasus Omicron, memang kebanyakan kasus yang ringan, mungkin karena faktor pengaruh dari efektivitas vaksinasi," kata Prasenohadi dalam Talkshow Menjaga Pandemi Tetap Landai Pasca-Natal dan Tahun Baru secara daring diikuti di Jakarta, Kamis.
Prasenohadi menuturkan gejala pada varian Omicron sebenarnya tidak jauh berbeda dengan gejala yang ditimbulkan dari varian virus lainnya. Gejala itu umumnya seperti demam, batuk, sesak nafas. Pada gejala yang tidak khas, paling tidak seperti sakit kepala dan nyeri otot pada tubuh.
Baca juga: Ahli UI: Vaksin "booster" sangat penting atasi varian Omicron
Kalaupun ada pasien yang kembali terkena COVID-19 akibat dari Omicron meski sudah mendapatkan vaksinasi dosis lengkap, hal tersebut dapat terjadi karena berkurangnya antibodi yang disebabkan oleh penurunan efikasi pada vaksin yang sudah diberikan.
Sedangkan berbicara mengenai ringannya gejala pada rata-rata pasien Omicron di Indonesia, dia mengatakan kemungkinan diakibatkan dari cakupan vaksinasi yang sudah meluas. Sehingga belum ditemukan adanya kasus kematian akibat varian baru tersebut. Berbeda dibandingkan pada saat varian Delta datang.
Baca juga: Kemkes: Jakarta berprobabilitas tertinggi transmisi lokal Omicron
"Pada kasus dengan Delta, di mana vaksinasi belum banyak dilakukan dan sepertinya virus datang lebih hebat. Maka kita lihat banyak kasus dengan kematian akibat infeksi varian dari Delta lebih banyak," tegas dia.
Kembali menegaskan, dia mengatakan vaksin sangat membantu mencegah gejala akibat COVID-19 pada seseorang menjadi berat dan terbukti dapat mencegah atau paling tidak menimbulkan efek yang lebih ringan.
Baca juga: Strategi cegah Omicron tak bisa bekerja tanpa kerja sama masyarakat
Contohnya pada negara maju seperti di Amerika Serikat masih bisa terkena gelombang Omicron. Hal itu disebabkan karena banyaknya pasien di instalasi gawat darurat belum divaksinasi dan berakhir dengan gejala berat.
Oleh sebab itu, dia meminta kepada seluruh masyarakat untuk segera divaksinasi. Selain itu, bila masyarakat merasakan gejala-gejala yang telah disebutkan sebelumnya, diharap untuk segera pergi melakukan konsultasi ke fasilitas terdekat untuk mendapatkan pemeriksaan dan pemantauan lebih lanjut.
Baca juga: Indonesia hemat Rp13 triliun dari kerja sama bilateral vaksin COVID-19
Sedangkan pada pemerintah dia meminta supaya pemberian vaksin booster dapat dilaksanakan guna membentuk kembali antibodi yang sudah menurun sebelumnya.
"Jadi bisa juga (Omicron mengenai) pada orang yang sudah mendapatkan booster. Makanya booster menjadi hal yang sangat penting dalam menghadapi kasus dengan Omicron. Jadi sepertinya dua kali vaksinasi tidak cukup dalam menghadapi virus itu," kata dia.
Baca juga: Kemenkes: Masalah informasi sebabkan angka vaksinasi lansia tertinggal
"Pada kasus Omicron, memang kebanyakan kasus yang ringan, mungkin karena faktor pengaruh dari efektivitas vaksinasi," kata Prasenohadi dalam Talkshow Menjaga Pandemi Tetap Landai Pasca-Natal dan Tahun Baru secara daring diikuti di Jakarta, Kamis.
Prasenohadi menuturkan gejala pada varian Omicron sebenarnya tidak jauh berbeda dengan gejala yang ditimbulkan dari varian virus lainnya. Gejala itu umumnya seperti demam, batuk, sesak nafas. Pada gejala yang tidak khas, paling tidak seperti sakit kepala dan nyeri otot pada tubuh.
Baca juga: Ahli UI: Vaksin "booster" sangat penting atasi varian Omicron
Kalaupun ada pasien yang kembali terkena COVID-19 akibat dari Omicron meski sudah mendapatkan vaksinasi dosis lengkap, hal tersebut dapat terjadi karena berkurangnya antibodi yang disebabkan oleh penurunan efikasi pada vaksin yang sudah diberikan.
Sedangkan berbicara mengenai ringannya gejala pada rata-rata pasien Omicron di Indonesia, dia mengatakan kemungkinan diakibatkan dari cakupan vaksinasi yang sudah meluas. Sehingga belum ditemukan adanya kasus kematian akibat varian baru tersebut. Berbeda dibandingkan pada saat varian Delta datang.
Baca juga: Kemkes: Jakarta berprobabilitas tertinggi transmisi lokal Omicron
"Pada kasus dengan Delta, di mana vaksinasi belum banyak dilakukan dan sepertinya virus datang lebih hebat. Maka kita lihat banyak kasus dengan kematian akibat infeksi varian dari Delta lebih banyak," tegas dia.
Kembali menegaskan, dia mengatakan vaksin sangat membantu mencegah gejala akibat COVID-19 pada seseorang menjadi berat dan terbukti dapat mencegah atau paling tidak menimbulkan efek yang lebih ringan.
Baca juga: Strategi cegah Omicron tak bisa bekerja tanpa kerja sama masyarakat
Contohnya pada negara maju seperti di Amerika Serikat masih bisa terkena gelombang Omicron. Hal itu disebabkan karena banyaknya pasien di instalasi gawat darurat belum divaksinasi dan berakhir dengan gejala berat.
Oleh sebab itu, dia meminta kepada seluruh masyarakat untuk segera divaksinasi. Selain itu, bila masyarakat merasakan gejala-gejala yang telah disebutkan sebelumnya, diharap untuk segera pergi melakukan konsultasi ke fasilitas terdekat untuk mendapatkan pemeriksaan dan pemantauan lebih lanjut.
Baca juga: Indonesia hemat Rp13 triliun dari kerja sama bilateral vaksin COVID-19
Sedangkan pada pemerintah dia meminta supaya pemberian vaksin booster dapat dilaksanakan guna membentuk kembali antibodi yang sudah menurun sebelumnya.
"Jadi bisa juga (Omicron mengenai) pada orang yang sudah mendapatkan booster. Makanya booster menjadi hal yang sangat penting dalam menghadapi kasus dengan Omicron. Jadi sepertinya dua kali vaksinasi tidak cukup dalam menghadapi virus itu," kata dia.
Baca juga: Kemenkes: Masalah informasi sebabkan angka vaksinasi lansia tertinggal
Pewarta: Hreeloita Dharma Shanti
Editor: Agus Salim
Copyright © ANTARA 2021
Tags: