Puluhan Bahan Peledak Rakitan Diamankan
31 Mei 2011 18:51 WIB
Seorang nelayan bersama barang bukti sejumlah bahan peledak rakitan di kantor Direktorat Polisi Perairan Polda Sulsel, Makassar, Sulsel, Selasa (31/5). Team lidik Polair menangkap 9 kapal tradisional 'Jolloro' dengan nahkoda dan ABK berjumlah 29 orang serta barang bukti bahan peledak rakitan yang di gunakan untuk menangkap ikan di perairan sebelah barat Taka Bendera Kab. Mamuju Propinsi Sulawesi Selatan. (ANTARA/Dewi Fajriani)
Makassar (ANTARA News) - Dit Polair Polda Sulsel mengamankan sekitar 92 bahan peledak rakitan dan beberapa zat berbahaya lainnya setelah melakukan patroli rutin di wilayah perairan Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat.
Kasubdit Gakkum Dit Polair Polda Sulsel AKP Aidin Makadomo di Makassar, Selasa, mengatakan temuan itu dilakukan setelah personel Polair melakukan patroli rutin di perairan wilayah Sulselbar berdasarkan sprin Dir Pol Air No: sprin /29/V/2011.
Dalam patroli penegakan hukum di perairan Sulselbar itu, Polair Polda Sulsel menangkap sembilan kapal jolloro (perahu nelayan) dengan 29 ABK bersama barang bukti berupa puluhan bahan peledak rakitan, ammunium nitrat 41 zak, detonator 35 buah, serbuk TNT 15 kilogram, cairan potasium 7 botol dan alat selam.
"Mereka tertangkap saat melakukan kegiatan penangkapan ikan di wilayah sebelah barat perairan Mamuju (Sulawesi Barat) pada tanggal 27 dan 28 Mei lalu," ucap dia.
Pelaku yang merupakan nelayan jolloro itu dikenakan Pasal 37 yo pasal 60 ayat (1) huruf F UU No 12 Tahun 1992 tentang sistem budidaya tanaman yang mengatur pelarangan peredaran zat yang tidak memenuhi standar mutu dan terjamin efektifitasnya serta diberi label dengan ancaman hukuman lima tahun penjara.
Kegiatan penangkapan ikan yang menggunakan bahan peledak dan zat berbahaya itu dikhawatirkan dapat menyebabkan efek kerusakan biota laut dan terumbu karang yang merupakan tempat hidup dan keberlangsungan ekosistim biota laut.
Berdasarkan data Dinas Perikanan dan Kelautan Sulsel sekitar 70 persen terumbu karang di perairan Sulsel telah rusak dan hancur akibat dari kegiatan "illegal fishing" sehingga diperlukan waktu bertahun-tahun untuk dapat pulih dan tumbuh kembali.
Disamping itu, kegunaan zat bahan peledak oleh nelayan itu juga dikhawatirkan akan berada di tangan orang-orang yang tidak bertanggung jawab yang dapat di salahgunakan untuk melakukan kegiatan terorisme.
(KR-HK/S016)
Kasubdit Gakkum Dit Polair Polda Sulsel AKP Aidin Makadomo di Makassar, Selasa, mengatakan temuan itu dilakukan setelah personel Polair melakukan patroli rutin di perairan wilayah Sulselbar berdasarkan sprin Dir Pol Air No: sprin /29/V/2011.
Dalam patroli penegakan hukum di perairan Sulselbar itu, Polair Polda Sulsel menangkap sembilan kapal jolloro (perahu nelayan) dengan 29 ABK bersama barang bukti berupa puluhan bahan peledak rakitan, ammunium nitrat 41 zak, detonator 35 buah, serbuk TNT 15 kilogram, cairan potasium 7 botol dan alat selam.
"Mereka tertangkap saat melakukan kegiatan penangkapan ikan di wilayah sebelah barat perairan Mamuju (Sulawesi Barat) pada tanggal 27 dan 28 Mei lalu," ucap dia.
Pelaku yang merupakan nelayan jolloro itu dikenakan Pasal 37 yo pasal 60 ayat (1) huruf F UU No 12 Tahun 1992 tentang sistem budidaya tanaman yang mengatur pelarangan peredaran zat yang tidak memenuhi standar mutu dan terjamin efektifitasnya serta diberi label dengan ancaman hukuman lima tahun penjara.
Kegiatan penangkapan ikan yang menggunakan bahan peledak dan zat berbahaya itu dikhawatirkan dapat menyebabkan efek kerusakan biota laut dan terumbu karang yang merupakan tempat hidup dan keberlangsungan ekosistim biota laut.
Berdasarkan data Dinas Perikanan dan Kelautan Sulsel sekitar 70 persen terumbu karang di perairan Sulsel telah rusak dan hancur akibat dari kegiatan "illegal fishing" sehingga diperlukan waktu bertahun-tahun untuk dapat pulih dan tumbuh kembali.
Disamping itu, kegunaan zat bahan peledak oleh nelayan itu juga dikhawatirkan akan berada di tangan orang-orang yang tidak bertanggung jawab yang dapat di salahgunakan untuk melakukan kegiatan terorisme.
(KR-HK/S016)
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2011
Tags: