Lebak (ANTARA) -
Dosen Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Latansa Mashiro Rangkasbitung Mochamad Husen mengatakan Gubernur Banten Wahidin Halim ( WH) sebaiknya menempuh dialog dan tidak memenjarakan buruh yang melakukan aksi demo menuntut revisi upah minimum propinsi (UMP).

"Kita anggap aja buruh itu ibarat anak, dan gubernur adalah bapaknya. Perlakuan bapak ke anak tentu harus bijak sehingga dapat memaafkan dan tidak perlu memenjarakan mereka," kata Mochamad Husen saat dihubungi di Lebak, Selasa.
Permasalahan buruh masuk ruangan Wahidin Halim saat aksi tuntutan upah pada Rabu (22/12), karena tidak adanya gubernur dan pejabat lain yang menerima mereka.

Mereka para buruh itu ingin menyampaikan tuntutan kenaikan revisi upah UMP pada Gubernur WH. Namun, Gubernur Banten saat itu tidak ada, sehingga buruh memasuki ruangan WH.

Mereka para buruh yang viral di media sosial itu di antaranya duduk di kursi Gubernur Banten dengan mengangkat kaki di atas meja.

Baca juga: IPW: Kasus buruh di Banten perlu pendekatan keadilan restoratif
Baca juga: Gubernur Banten sesalkan aksi massa buruh paksa masuk ruang kerjanya


Perbuatan buruh itu anggap saja hal yang wajar dan tidak perlu berlanjut ke hukum, katanya.
"Kami minta permasalahan itu dapat dilakukan pendekatan dialog dan damai," kata Mantan Anggota DPRD Lebak.

Menurut dia, pihaknya tidak setuju enam buruh yang masuk ruangan Gubernur WH dipenjara atas perbuatan dugaan anarkis.

Enam buruh jadi tersangka setelah kuasa hukum Gubernur WH melaporkan kepada aparat kepolisian.

"Saya kira buruh itu kan warga Banten juga yang dipimpin Gubernur WH dan lebih baik dialog," kata Politisi PKB.

Sementara, Dosen Wasilatul Falah Rangkasbitung Encep Haerudin mengatakan Gubernur Banten tidak bijak memenjarakan oknum buruh.

Mestinya duduk bersama gubernur, perwakilan buruh dan pengusaha/asosiasi pengusaha untuk mencari solusi yang saling menguntungkan.
Menurut dia, memenjarakan oknum buruh tersebut maka gubernur dinilai tidak mangayomi rakyatnya dan memasung demokrasi.

"Kami sangat menyayangkan seorang pemimpin memenjarakan rakyatnya, " katanya.

Sementara itu, Kabid Humas Polda Banten AKBP Shinto Silitonga dalam siaran pers mengatakan kurang lebih 24 jam usai pelaporan kuasa hukum Gubernur Banten berhasil mengamankan enam pelaku, sejak Sabtu (25/12) dan Minggu (26/12).

Ke-enam buruh itu antara lain berinisial AP (46), warga Tigaraksa, Tangerang, SH (33), warga Citangkil, Cilegon, SR (22), warga Cikupa, Tangerang, SWP (20), warga Kresek, Tangerang, OS (28), warga Cisoka, Tangerang, dan MHF (25), warga Cikedal, Pandeglang.

Para buruh itu dikenakan Pasal 207 KUHP tentang secara sengaja dimuka umum menghina sesuatu kekuasaan negara dengan duduk di meja kerja gubernur, mengangkat kaki di atas meja kerja gubernur dan tindakan tidak etis lainnya, dengan ancaman pidana 18 bulan penjara, terhadap 4 tersangka.

Sedangkan,dua tersangka OS (28) dan MHF (25) dikenakan Pasal 170 KUHP tentang pengrusakan terhadap barang secara bersama-sama dengan ancaman pidana 5 tahun 6 bulan penjara.

"Kami mengimbau kepada masyarakat untuk menyampaikan aspirasi sesuai UU yang berlaku, “ katanya.