BKKBN: Angka prevalensi stunting jadi 24,4 persen pada akhir tahun
27 Desember 2021 15:13 WIB
Tangkapan layar Sekretaris Utama BKKBN Tavip Agus Rayanto dalam Webinar Launching Studi Status Gizi Indonesia yang diikuti secara daring di Jakarta, Senin (27/12/2021) (ANTARA/Hreeloita Dharma Shanti)
Jakarta (ANTARA) - Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menyatakan angka prevalensi anak lahir dalam keadaan kerdil (stunting) telah mengalami penurunan menjadi sebesar 24,2 persen di akhir tahun 2021.
“Terkait hasil perhitungan SSGI 2021, kita bersyukur bahwa prevalensi stunting secara nasional tahun 2021 menunjukkan penurunan dibanding tahun 2019 yaitu pada angka 24,4 persen, kata Sekretaris Utama BKKBN Tavip Agus Rayanto dalam Webinar Launching Studi Status Gizi Indonesia yang diikuti secara daring di Jakarta, Senin.
Tavip menuturkan, angka tersebut secara perlahan mengalami penurunan bila dibandingkan dengan angka stunting Indonesia pada tahun 2019 yang masih tinggi yakni 27,67 persen.
Penurunan angka prevalensi itu dapat diraih melalui berbagai kerja sama antar kementerian lembaga, praktik baik yang dilakukan bersama negara-negara tetangga dan modalitas yang dibangun oleh bangsa Indonesia.
“Hasil ini, tentu menunjukkan variabilitas di tingkat provinsi dan kabupaten kota yang perlu kita sikapi secara bijaksana. Ini mengingatkan kita bahwa kecepatan penurunan stuntung yang dituntut oleh program adalah sebesar 2,6 persen per tahun menuju target 2024,” ujar dia.
Walaupun demikian, Tavip menekankan angka tersebut masih jauh dari target yang ditetapkan oleh pemerintah yakni sebesar 14 persen pada tahun 2024, seperti yang diamanahkan dalam Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2021 tentang percepatan penurunan stunting.
Sehingga intervensi berbasis keluarga berisiko stunting pada tahun 2022 harus dijalankan dengan lebih maksimal lagi.
Selain itu, penekanan mengenai penyiapan kehidupan berkeluarga, pemenuhan asupan gizi, perbaikan pola asuh keluarga, peningkatan akses layanan kesehatan serta air minum dan sanitasi juga perlu lebih digencarkan supaya angka tersebut dapat mengalami penurunan kembali.
Tavip mengajak seluruh pihak untuk terus bekerja sama untuk memastikan seluruh program yang dirancang baik untuk remaja, calon pengantin, ibu hamil dan menyusui serta balita agar dapat terus berlanjut dengan optimal.
“Saya ingin mengajak kita semua, untuk menyusun dan melaksanakan rencana kegiatan berbasis data dan fakta kegiatan yang harus bermuara pada konvergensi riil layanan keluarga atau kelompok sasaran,” tegas dia.
Sementara itu, Wakil Menteri Kesehatan RI Dante Saksono Harbuwono mengatakan status gizi di Indonesia terus membaik setiap tahunnya.
Dante menyebutkan pada angka anak yang mengalami wasting (kondisi tubuh anak sangat kurus) pada tahun 2021 menjadi 7,1 persen setelah sebelumnya ada sebesar 7,4 persen di tahun 2019.
Pada kasus obesitas (anak kelebihan berat badan), angka tersebut juga mengalami penurunan menjadi 3,8 persen pada tahun 2021. Menurun bila dibandingkan tahun 2019 yakni 4,5 persen.
Hanya angka kasus underweight yang mengalami kenaikan dari 16,3 persen pada 2019 menjadi 17 pada 2021.
Kemudian bila berbicara mengenai stunting, terdapat tiga daerah yang saat ini sudah memiliki angka prevalensi stunting terendah yaitu DI Yogyakarta (17,3 persen), DKI Jakarta (16,8 persen) dan Bali (10,9 persen).
“Saya ucapkan terima kasih atas usaha yang dilakukan oleh ketiga provinsi tersebut. Dengan upaya yang begitu keras, dengan upaya yang begitu maksimal, sehingga mendapatkan angka terendah lebih rendah dari angka rata-rata nasional 24,4 persen,” ucap dia.
“Terkait hasil perhitungan SSGI 2021, kita bersyukur bahwa prevalensi stunting secara nasional tahun 2021 menunjukkan penurunan dibanding tahun 2019 yaitu pada angka 24,4 persen, kata Sekretaris Utama BKKBN Tavip Agus Rayanto dalam Webinar Launching Studi Status Gizi Indonesia yang diikuti secara daring di Jakarta, Senin.
Tavip menuturkan, angka tersebut secara perlahan mengalami penurunan bila dibandingkan dengan angka stunting Indonesia pada tahun 2019 yang masih tinggi yakni 27,67 persen.
Penurunan angka prevalensi itu dapat diraih melalui berbagai kerja sama antar kementerian lembaga, praktik baik yang dilakukan bersama negara-negara tetangga dan modalitas yang dibangun oleh bangsa Indonesia.
“Hasil ini, tentu menunjukkan variabilitas di tingkat provinsi dan kabupaten kota yang perlu kita sikapi secara bijaksana. Ini mengingatkan kita bahwa kecepatan penurunan stuntung yang dituntut oleh program adalah sebesar 2,6 persen per tahun menuju target 2024,” ujar dia.
Walaupun demikian, Tavip menekankan angka tersebut masih jauh dari target yang ditetapkan oleh pemerintah yakni sebesar 14 persen pada tahun 2024, seperti yang diamanahkan dalam Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2021 tentang percepatan penurunan stunting.
Sehingga intervensi berbasis keluarga berisiko stunting pada tahun 2022 harus dijalankan dengan lebih maksimal lagi.
Selain itu, penekanan mengenai penyiapan kehidupan berkeluarga, pemenuhan asupan gizi, perbaikan pola asuh keluarga, peningkatan akses layanan kesehatan serta air minum dan sanitasi juga perlu lebih digencarkan supaya angka tersebut dapat mengalami penurunan kembali.
Tavip mengajak seluruh pihak untuk terus bekerja sama untuk memastikan seluruh program yang dirancang baik untuk remaja, calon pengantin, ibu hamil dan menyusui serta balita agar dapat terus berlanjut dengan optimal.
“Saya ingin mengajak kita semua, untuk menyusun dan melaksanakan rencana kegiatan berbasis data dan fakta kegiatan yang harus bermuara pada konvergensi riil layanan keluarga atau kelompok sasaran,” tegas dia.
Sementara itu, Wakil Menteri Kesehatan RI Dante Saksono Harbuwono mengatakan status gizi di Indonesia terus membaik setiap tahunnya.
Dante menyebutkan pada angka anak yang mengalami wasting (kondisi tubuh anak sangat kurus) pada tahun 2021 menjadi 7,1 persen setelah sebelumnya ada sebesar 7,4 persen di tahun 2019.
Pada kasus obesitas (anak kelebihan berat badan), angka tersebut juga mengalami penurunan menjadi 3,8 persen pada tahun 2021. Menurun bila dibandingkan tahun 2019 yakni 4,5 persen.
Hanya angka kasus underweight yang mengalami kenaikan dari 16,3 persen pada 2019 menjadi 17 pada 2021.
Kemudian bila berbicara mengenai stunting, terdapat tiga daerah yang saat ini sudah memiliki angka prevalensi stunting terendah yaitu DI Yogyakarta (17,3 persen), DKI Jakarta (16,8 persen) dan Bali (10,9 persen).
“Saya ucapkan terima kasih atas usaha yang dilakukan oleh ketiga provinsi tersebut. Dengan upaya yang begitu keras, dengan upaya yang begitu maksimal, sehingga mendapatkan angka terendah lebih rendah dari angka rata-rata nasional 24,4 persen,” ucap dia.
Pewarta: Hreeloita Dharma Shanti
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2021
Tags: