Pakar harap amendemen UUD 1945 perhatikan urgensi
27 Desember 2021 13:06 WIB
Tangkapan layar Pakar Hukum Universitas Padjadjaran Susi Dwi Harijanti dalam webinar nasional “Refleksi Akhir Tahun 2021 Penegakan Hukum: Peluang dan Tantangan ke Depan” yang disiarkan langsung di kanal YouTube PSH FH UII, dipantau dari Jakarta, Senin (27/12/2021). ANTARA/Tri Meilani Ameliya.
Jakarta (ANTARA) - Pakar Hukum Universitas Padjadjaran (Unpad) Susi Dwi Harijanti mengharapkan rencana amendemen Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD 1945) dari MPR RI yang diprediksi dilakukan pada tahun 2022 memperhatikan urgensi yang ada.
Menurut Susi Dwi Harijanti, adanya urgensi dalam amendemen itu bernilai penting karena UUD 1945 merupakan konstitusi yang melindungi segenap bangsa Indonesia sehingga perlu mengutamakan keharusan yang mendesak sebelum diamendemen.
“Dari Abraham Lincoln, ini saya kutip karena tadi saya jelaskan ada isu mengenai amendemen UUD 1945, jangan mengganggu konstitusi (jika tidak ada urgensi). Konstitusi itu harus tetap dipelihara karena satu-satunya pelindung untuk kebebasan kita,” ujar Susi dalam webinar nasional “Refleksi Akhir Tahun 2021 Penegakan Hukum: Peluang dan Tantangan ke Depan” yang disiarkan langsung di kanal YouTube PSH FH UII, dipantau dari Jakarta, Senin.
Baca juga: LaNyalla: DPD RI perlu diperkuat melalui amendemen konstitusi
Seperti yang diketahui, Majelis Pemusyawaratan Rakyat (MPR) menargetkan hasil kajian amendemen UUD 1945 bisa dirampungkan pada April 2022. Amendemen tersebut ditujukan MPR untuk memasukkan Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN).
Dalam menanggapi rencana tersebut, Susi memandang MPR perlu memperdalam kajian terhadap urgensi yang menyebabkan UUD 1945 perlu diamendemen. Ketiadaan urgensi terhadap amendemen UUD 1945, kata Susi, justru berpotensi menimbulkan penolakan dari beberapa pihak.
Susi berharap amendemen UUD 1945, bahkan aturan-aturan baru yang akan dibahas pada tahun 2022, seperti 40 rancangan undang-undang dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2022 dapat melibatkan pengawasan dari masyarakat.
Baca juga: Ketua MPR tegaskan PPHN perkuat sistem pemerintahan presidensial
Baca juga: Ketua MK: Amendemen konstitusi harus bersih dari kepentingan sektoral
Pengawasan dari masyarakat, lanjut dia, merupakan hal yang paling utama dilibatkan saat pembentukan undang-undang.
“Bagaimana pengawasannya. Pengawasan itu dilakukan oleh masyarakat saat pembentukan (undang-undang),” ucap Susi.
Ia mengimbau pada tahun 2022, DPR RI dan pemerintah dapat memperhatikan partisipasi masyarakat yang bermakna dalam prosedur pembentukan undang-undang.
Menurut Susi Dwi Harijanti, adanya urgensi dalam amendemen itu bernilai penting karena UUD 1945 merupakan konstitusi yang melindungi segenap bangsa Indonesia sehingga perlu mengutamakan keharusan yang mendesak sebelum diamendemen.
“Dari Abraham Lincoln, ini saya kutip karena tadi saya jelaskan ada isu mengenai amendemen UUD 1945, jangan mengganggu konstitusi (jika tidak ada urgensi). Konstitusi itu harus tetap dipelihara karena satu-satunya pelindung untuk kebebasan kita,” ujar Susi dalam webinar nasional “Refleksi Akhir Tahun 2021 Penegakan Hukum: Peluang dan Tantangan ke Depan” yang disiarkan langsung di kanal YouTube PSH FH UII, dipantau dari Jakarta, Senin.
Baca juga: LaNyalla: DPD RI perlu diperkuat melalui amendemen konstitusi
Seperti yang diketahui, Majelis Pemusyawaratan Rakyat (MPR) menargetkan hasil kajian amendemen UUD 1945 bisa dirampungkan pada April 2022. Amendemen tersebut ditujukan MPR untuk memasukkan Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN).
Dalam menanggapi rencana tersebut, Susi memandang MPR perlu memperdalam kajian terhadap urgensi yang menyebabkan UUD 1945 perlu diamendemen. Ketiadaan urgensi terhadap amendemen UUD 1945, kata Susi, justru berpotensi menimbulkan penolakan dari beberapa pihak.
Susi berharap amendemen UUD 1945, bahkan aturan-aturan baru yang akan dibahas pada tahun 2022, seperti 40 rancangan undang-undang dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2022 dapat melibatkan pengawasan dari masyarakat.
Baca juga: Ketua MPR tegaskan PPHN perkuat sistem pemerintahan presidensial
Baca juga: Ketua MK: Amendemen konstitusi harus bersih dari kepentingan sektoral
Pengawasan dari masyarakat, lanjut dia, merupakan hal yang paling utama dilibatkan saat pembentukan undang-undang.
“Bagaimana pengawasannya. Pengawasan itu dilakukan oleh masyarakat saat pembentukan (undang-undang),” ucap Susi.
Ia mengimbau pada tahun 2022, DPR RI dan pemerintah dapat memperhatikan partisipasi masyarakat yang bermakna dalam prosedur pembentukan undang-undang.
Pewarta: Tri Meilani Ameliya
Editor: Herry Soebanto
Copyright © ANTARA 2021
Tags: