Jakarta (ANTARA) - Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) memperkirakan ekonomi Indonesia akan tumbuh kuat di level 4,7 persen sampai 5,12 persen pada tahun 2022.

"Artinya kita akan berada pada kondisi yang optimis menuju pada perbaikan ekonomi di 2022 dibandingkan 2021," ujar Peneliti Utama Pusat Riset Ekonomi BRIN Agus Eko Nugroho dalam Media Briefing Outlook Perekonomian Indonesia 2022 secara daring di Jakarta, Kamis.

Proyeksi tersebut berdasarkan perkiraan pertumbuhan ekonomi pada triwulan IV-2021 yang kemungkinan akan berada di kisaran 3,54 persen, sehingga secara keseluruhan tahun ini akan berada pada konsisi optimis di level 3,3 persen.

Dari sisi pengeluaran, Agus menilai penyumbang penguatan perekonomian pada 2022 akan berasal dari perubahan manajemen inventori.

"Peningkatan agregat demand itu lebih diantisipasi oleh pengusaha dan sektor riil kita dengan perubahan inventori, sehingga pertumbuhan yang dihasilkan itu mungkin memiliki dampak yang rendah pada peningkatan inflasi," tuturnya.

Baca juga: BRIN: riset dan inovasi kunci pertumbuhan ekonomi

Menurut dia, perubahan inventori menjadi faktor penting sejak triwulan I hingga triwulan III 2021 meski tidak relatif tidak signifikan, tetapi sangat penting perannya dalam pengeluaran dari aspek pembentukan modal bruto.

Karena itu, hal tersebut terlihat dari peningkatan mesin dan perlengkapan untuk mendukung investasi di sektor manufaktur, sehingga harapannya optimisme pertumbuhan ekonomi tahun 2022 akan tetap kuat.

Sementara jika dilihat dari sektornya, Agus menyebutkan penyumbang penting perekonomian di tahun depan adalah pengeluaran di sektor makanan, minuman, restoran, transportasi, komunikasi, kesehatan, dan pendidikan.

Secara umum, seluruh sektor tersebut memang sudah menunjukkan tendensi positif sejak triwulan II-2021 dan diharapkan terus berlanjut hingga 2022.

Di sisi lain, dirinya memproyeksikan inflasi pada tahun 2022 akan bisa terjaga dalam rentang 1,69 persen hingga 2,27 persen

Sementara nilai tukar rupiah akan berada pada kisaran yang relatif stabil pada Rp14.301 - Rp14.625 per dolar AS, atau dalam tekanan depresiasi yang relatif rendah.

Baca juga: Sri Mulyani: Naiknya konsumsi-produksi masyarakat bekal tumbuh 2022