Jakarta (ANTARA) - Teknologi kecerdasan buatan atau aritifcial intelligence (AI), analisis citra satelit dan drone turut berperan dalam menjaga kelestarian lingkungan, seperti dilakukan beberapa lembaga swadaya masyarakat yang bekerja sama dengan pemerintah.

Dalam keterangannya di Jakarta, Rabu, Koordinator Program Komunitas Konservasi Indonesia Warung Informasi Konservasi (KKI Warsi) Riche Rahma Dewita mengatakan aplikasi AI bernama Guardian telah digunakan untuk membantu pencegahan kerusakan hutan akibat pembalakan liar.

"KKI Warsi mulai menggunakan Guardian sejak tahun 2018. Alat ini membantu masyarakat di sekitar hutan nagari yang sudah melakukan praktik pengamanan dan perlindungan hutan sejak dahulu," kata Riche.

Sejauh ini, terdapat 26 titik instalasi Guardian di area resmi pengawasan masyarakat seperti area hutan nagari Sumpur Kudus Sijunjung, Sumatera Barat.

Baca juga: Jusuf Kalla ajak warga jaga alam dan tak bakar hutan

Baca juga: Perusahaan HTI jaga populasi gajah sumatera di areal konsesi


Aplikasi inisiasi KKI Warsi bekerja sama dengan lembaga konservasi dari Belanda bernama National Committee of the Netherlands itu mampu menangkap suara-suara terkait kegiatan perusakan hutan, misalnya penebangan dan perburuan ilegal.

Teknologi itu akan memilah jenis suara, di antaranya suara kendaraan, suara penebangan, suara tembakan dan kemudian dikirimkan dalam bentuk notifikasi.

Guardian bisa diunduh di ponsel pintar untuk kemudian menangkap dan mentransmisikan suara yang muncul di hutan.

Ponsel lalu dikombinasikan dengan papan sirkuit cetak atau logic board, kotak tahan cuaca, panel surya sebagai daya listrik, dan antena direksional. Mikrofon juga disertakan agar bisa menangkap suara sejauh 1,5 kilometer.

Alat itu dipasang di puncak kanopi hutan dengan ketinggian seringkali bisa mencapai 30 meter. Data suara yang tertangkap lalu dikirimkan ke server cloud untuk dianalisa AI pendeteksi suara.

Ketika AI mendeteksi suara tertentu, tim KKI Warsi akan melakukan verifikasi dan jika terbukti kegiatan perusakan hutan maka tim akan menghubungi Lembaga Pengelola Hutan Nagari (LPHN) untuk melakukan patroli di tempat kejadian.

Teknologi lain yang digunakan untuk menjaga hutan adalah pencitraan satelit dan drone, digunakan Yayasan Auriga Nusantara untuk mendeteksi tutupan sawit nasional.

Dalam pendeteksian tutupan sawit tersebut Yayasan Auriga Nusantara bekerja sama dengan berbagai pihak termasuk lembaga negara yang mewujudkan peta tutupan sawit 2014-2016. Peta itu dirilis bersama KPK, Kementerian Pertanian, Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) serta Badan Informasi Geospasial (BIG) pada 2019.

Hasil konsolidasi data itu diterbitkannya Keputusan Menteri Pertanian No.833/KPTS/SR.020/M/12/2019 yang ditandatangani Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo yang menyebutkan bahwa tutupan sawit nasional seluas 16,38 juta hektare.

Yayasan Auriga Nusantara juga menggunakan drone untuk pendataan sawit rakyat yang diharapkan dapat memicu percepatan pemetaan sawit rakyat.

"Ini semua merupakan rangkaian inovasi yang kami harapkan turut mendorong pelestarian sumber daya alam Indonesia. Saat ini tim kami telah selesai memetakan tutupan sawit 2020, dan kami berencana merilisnya dalam waktu dekat," kata Deddy Sukmara selaku Direktur Informasi dan Data Yayasan Auriga Nusantara.

Dia berharap pemetaan berbasis gambar drone memicu percepatan pemetaan sawit rakyat sehingga kebijakan persawitan ke depan akan lebih tepat sasaran dan untuk tata kelola lahan sawit berkelanjutan.*

Baca juga: Pakar: Pengelolaan pesisir perlu jaga alam dan pemberdayaan warga

Baca juga: Kaoem Telapak dorong penguatan fungsi pemantauan ISPO untuk jaga hutan