Menkumham: Kerap terjadi kekerasan terhadap penganut aliran minoritas
21 Desember 2021 22:24 WIB
Tangkapan layar Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna H. Laoly menyampaikan pidato kunci di webinar internasional bertajuk Artikel 18 dalam Perspektif Negara dan Agama yang disiarkan melalui platform Zoom Meeting, dan dipantau dari Jakarta, Selasa (21/12/2021). ANTARA/Putu Indah Savitri.
Jakarta (ANTARA) - Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna H. Laoly mengatakan bahwa, akhir-akhir ini, kerap terjadi kekerasan terhadap penganut aliran minoritas oleh aliran mayoritas di Indonesia.
“Salah satu masalah yang akhir-akhir ini muncul adalah masalah terhadap penganut aliran minoritas dari suatu agama yang dipandang menyimpang oleh aliran mayoritas,” kata Yasonna.
Pernyataan tersebut ia ucapkan ketika menyampaikan pidato kunci di webinar internasional bertajuk Artikel 18 dalam Perspektif Negara dan Agama yang disiarkan melalui platform Zoom Meeting, dan dipantau dari Jakarta, Selasa malam.
Baca juga: Menkumham: Pemerintah terus perbaiki layanan publik
Yasonna meyakini bahwa kehadiran dan perkembangan aliran minoritas senantiasa menimbulkan gesekan dan ketegangan di dalam masyarakat. Hal tersebut tidak terlepas dari perkembangan permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat dan kecenderungan sosial yang resisten atau menolak perubahan yang belum dikenal dengan baik.
Gesekan yang terjadi di masyarakat merupakan awal mula perubahan dan pergeseran di kalangan sosial. Menurut Yasonna, hal tersebut merupakan suatu kewajaran.
“Gesekan menjadi permasalahan ketika terjadi kekerasan yang tidak saja melanggar hak kebebasan beragama, tetapi juga telah melanggar hak rasa aman yang pada akhirnya merugikan masyarakat luas,” ucap dia.
Negara memiliki tanggung jawab untuk hadir, memberikan perlindungan, dan memberikan penghormatan bagi warganya, termasuk yang berasal dari kelompok minoritas. Hal tersebut selaras dengan mandat konstitusi dalam Pasal 28I ayat (4) yang menyatakan bahwa perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggung jawab negara, terutama pemerintah.
“Pemerintah memiliki komitmen yang serius dalam upaya menjembatani perbedaan yang ada,” kata Yasonna.
Terlebih, hak kebebasan beragama diakui sebagai hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi atau dirampas dalam kondisi apa pun dan oleh siapa pun. Perlakuan tersebut mengharuskan negara untuk menerima agama apa pun atau aliran apa pun yang masuk dan berkembang di Indonesia, sepanjang sesuai dengan prinsip Ketuhanan Yang Maha Esa dan tidak menyinggung prinsip dan kepercayaan umat agama lainnya.
“Sudah menjadi tugas bagi negara untuk melindungi hak kebebasan setiap orang dalam beragama dan beribadah,” kata Yasonna.
Baca juga: Menkumham terima penghargaan Pemimpin Perubahan Pembangunan
“Salah satu masalah yang akhir-akhir ini muncul adalah masalah terhadap penganut aliran minoritas dari suatu agama yang dipandang menyimpang oleh aliran mayoritas,” kata Yasonna.
Pernyataan tersebut ia ucapkan ketika menyampaikan pidato kunci di webinar internasional bertajuk Artikel 18 dalam Perspektif Negara dan Agama yang disiarkan melalui platform Zoom Meeting, dan dipantau dari Jakarta, Selasa malam.
Baca juga: Menkumham: Pemerintah terus perbaiki layanan publik
Yasonna meyakini bahwa kehadiran dan perkembangan aliran minoritas senantiasa menimbulkan gesekan dan ketegangan di dalam masyarakat. Hal tersebut tidak terlepas dari perkembangan permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat dan kecenderungan sosial yang resisten atau menolak perubahan yang belum dikenal dengan baik.
Gesekan yang terjadi di masyarakat merupakan awal mula perubahan dan pergeseran di kalangan sosial. Menurut Yasonna, hal tersebut merupakan suatu kewajaran.
“Gesekan menjadi permasalahan ketika terjadi kekerasan yang tidak saja melanggar hak kebebasan beragama, tetapi juga telah melanggar hak rasa aman yang pada akhirnya merugikan masyarakat luas,” ucap dia.
Negara memiliki tanggung jawab untuk hadir, memberikan perlindungan, dan memberikan penghormatan bagi warganya, termasuk yang berasal dari kelompok minoritas. Hal tersebut selaras dengan mandat konstitusi dalam Pasal 28I ayat (4) yang menyatakan bahwa perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggung jawab negara, terutama pemerintah.
“Pemerintah memiliki komitmen yang serius dalam upaya menjembatani perbedaan yang ada,” kata Yasonna.
Terlebih, hak kebebasan beragama diakui sebagai hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi atau dirampas dalam kondisi apa pun dan oleh siapa pun. Perlakuan tersebut mengharuskan negara untuk menerima agama apa pun atau aliran apa pun yang masuk dan berkembang di Indonesia, sepanjang sesuai dengan prinsip Ketuhanan Yang Maha Esa dan tidak menyinggung prinsip dan kepercayaan umat agama lainnya.
“Sudah menjadi tugas bagi negara untuk melindungi hak kebebasan setiap orang dalam beragama dan beribadah,” kata Yasonna.
Baca juga: Menkumham terima penghargaan Pemimpin Perubahan Pembangunan
Pewarta: Putu Indah Savitri
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2021
Tags: