Jawa Barat siap maksimalkan potensi energi baru terbarukan
21 Desember 2021 03:23 WIB
Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jawa Barat Bambang Rianto (tengah) dan Goverment Relation Manager PT Star Energy Geothermal Bagus Krisna Tandia (kiri) saat menjadi pembicara dalam diskusi media Energi Baru Terbarukan yang digelar Star Energy dan Pokja PWI Gedung Sate di Kota Bandung, Senin (20/12/2021). ANTARA/HO-Humas PWI Pokja Gedung Sate
Bandung (ANTARA) - Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat menyatakan siap memaksimalkan potensi energi baru terbarukan (EBT), sebagai bentuk keseriusan tersebut diimplementasikan dengan mempersiapkan langkah pada transisi energi dari energi fosil ke EBT.
Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Jawa Barat, Bambang Rianto, Senin mengatakan selama ini potensi EBT di Jawa Barat begitu berlimpah namun masih banyak yang belum dimanfaatkan secara maksimal.
"Jawa Barat memiliki banyak potensi energi primer, kecuali batu bara," kata Bambang Rianto dalam diskusi media Energi Baru Terbarukan yang digelar Star Energy dan Pokja PWI Gedung Sate di Kota Bandung.
Menurut Bambang dalam upaya transisi energy dan program zero emisi, Jawa Barat sudah mengantungi rencana umum energi daerah (RUED).
Hal ini menjadikan Jawa Barat menjadi satu dari sepuluh provinsi yang memiliki RUED.
"Dan seiring dengan rencana umum energi nasional yang sudah disusun pemerintah," katanya.
Bambang memastikan dalam RUED, sudah ditetapkan sejumlah target antara lain bauran energi yang pada 2025 penggunaan EBT sudah mencapai 25 persen sementara fosil seperti batubara 24 persen.
"Di tahun 2050 EBT Jabar mencapai 28 persen, minyak bumi 16 persen, dan batubara 30 persen," tuturnya.
Di sisi lain kesiapan penyediaan EBT pada 2050 Jabar lebih dari 138MTOE dan listrik lebih dari 5000 (4768 KwH) yang berasal dari berbagai sumber energi.
Berdasarkan data baseline energi primer ESDM Jabar, pasokan itu datang dari potensi geothermal atau panas bumi di Jabar mencapai 5.924 MW.
"Saat ini, yang baru termanfaatkan sebagai PLTP baru 1.219 MW," ujar dia.
Sementara untuk tenaga surya Intensitas Radiasi di Jabar mencapai 2,56 hingga 4,15 KWh/M2, sementara yang termafaatkan sebagai PLTS baru 584 KWp.
Adapun sumber energi dari angin dan gelombang laut belum dimanfaatkan secara signifikan namun sejumlah investor sudah melakukan penjajakan.
Menurut dia transisi energi dari fosil ke EBT belum bisa berjalan optimal mengingat faktor regulasi masih menjadi kendala.
"Terkait dengan perizinan dan peraturan dan kewenangannya ada di pusat. Kita sendiri berusaha membantu sesuai dengan kewenangan kita. Jadi perizinan yang sifatnya regional kita bantu," katanya.
Namun berbagai upaya untuk mengurangi emisi karbon terus dilakukan dan dalam waktu dekat.
Pemprov Jawa Barat akan membangun pembangkit listrik tenaga bayu (PLTB) secara komunal di daerah terpencil atau yang belum teralisir listrik oleh perusahaan listrik negara (PLN).
Bambang menjelaskan, satu tower PLTB ini akan cukup untuk menghasilkan listrik dengan daya 5,5 KiloWatt (Kw). Daya sebesar ini cukup digunakan sekitar enam kepala keluarga (KK).
"PLTB Komunal itu salah satu kebijakan pak gubernur. Kita menjalin kerja sama dengan suatu perusahaan sebagai bentuk inovasi sekaligus pelayanan (pada masyarakat)," ujarnya.
Sementara itu, Goverment Relation Manager PT Star Energy Geothermal Bagus Krisna Tandia mengatakan pihaknya siap menjadi tulang punggung Jawa Barat mengoptimalkan potensi EBT terutama dari sisi pasokan panas bumi.
"Kami adalah penghasil daya panas bumi terbesar di Indonesia dan salah satu yang terbesar di dunia," kata Bagus.
Tiga lokasi panas bumi yang dioperasikan Star Energy Geothermal saat ini berada di Gunung Salak (Sukabumi dan Bogor), Darajat (Garut) dan Wayang Windu (Kabuapaten Bandung) yang kini dikelola Star Energy.
"Dari tiga titik tersebut, kapasisat yang dihasilkan mencapai 875 MW, jadi 70 persen pasokan panas bumi di Jawa Barat dari kami," kata dia.
Bagus memastikan energi panas bumi bisa memberikan kestabilan pembangkitan energi di tahap transisi Indonesia (2021-2035) seperti yang tertera dalam peta jalan energi menuju karbon netral dari Kementrian ESDM.
"Kenapa panas bumi penting karena sumber energi ini berkelanjutan, bersih, bisa diandalkan. Berdasarkan peta jalan transisi energi menuju karbon netral, sampai 2035 panas bumi masih biasa diharapkan sampai teknologi surya atau bayu bisa mengambil alih," kata Bagus.
Baca juga: Menelisik potensi nyamplung sebagai bahan baku biodiesel di Selayar
Baca juga: Celios: Pertamina harus jadi garda terdepan agenda perubahan iklim
Baca juga: PLN sebut ada 28 perusahaan beli sertifikat energi baru terbarukan
Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Jawa Barat, Bambang Rianto, Senin mengatakan selama ini potensi EBT di Jawa Barat begitu berlimpah namun masih banyak yang belum dimanfaatkan secara maksimal.
"Jawa Barat memiliki banyak potensi energi primer, kecuali batu bara," kata Bambang Rianto dalam diskusi media Energi Baru Terbarukan yang digelar Star Energy dan Pokja PWI Gedung Sate di Kota Bandung.
Menurut Bambang dalam upaya transisi energy dan program zero emisi, Jawa Barat sudah mengantungi rencana umum energi daerah (RUED).
Hal ini menjadikan Jawa Barat menjadi satu dari sepuluh provinsi yang memiliki RUED.
"Dan seiring dengan rencana umum energi nasional yang sudah disusun pemerintah," katanya.
Bambang memastikan dalam RUED, sudah ditetapkan sejumlah target antara lain bauran energi yang pada 2025 penggunaan EBT sudah mencapai 25 persen sementara fosil seperti batubara 24 persen.
"Di tahun 2050 EBT Jabar mencapai 28 persen, minyak bumi 16 persen, dan batubara 30 persen," tuturnya.
Di sisi lain kesiapan penyediaan EBT pada 2050 Jabar lebih dari 138MTOE dan listrik lebih dari 5000 (4768 KwH) yang berasal dari berbagai sumber energi.
Berdasarkan data baseline energi primer ESDM Jabar, pasokan itu datang dari potensi geothermal atau panas bumi di Jabar mencapai 5.924 MW.
"Saat ini, yang baru termanfaatkan sebagai PLTP baru 1.219 MW," ujar dia.
Sementara untuk tenaga surya Intensitas Radiasi di Jabar mencapai 2,56 hingga 4,15 KWh/M2, sementara yang termafaatkan sebagai PLTS baru 584 KWp.
Adapun sumber energi dari angin dan gelombang laut belum dimanfaatkan secara signifikan namun sejumlah investor sudah melakukan penjajakan.
Menurut dia transisi energi dari fosil ke EBT belum bisa berjalan optimal mengingat faktor regulasi masih menjadi kendala.
"Terkait dengan perizinan dan peraturan dan kewenangannya ada di pusat. Kita sendiri berusaha membantu sesuai dengan kewenangan kita. Jadi perizinan yang sifatnya regional kita bantu," katanya.
Namun berbagai upaya untuk mengurangi emisi karbon terus dilakukan dan dalam waktu dekat.
Pemprov Jawa Barat akan membangun pembangkit listrik tenaga bayu (PLTB) secara komunal di daerah terpencil atau yang belum teralisir listrik oleh perusahaan listrik negara (PLN).
Bambang menjelaskan, satu tower PLTB ini akan cukup untuk menghasilkan listrik dengan daya 5,5 KiloWatt (Kw). Daya sebesar ini cukup digunakan sekitar enam kepala keluarga (KK).
"PLTB Komunal itu salah satu kebijakan pak gubernur. Kita menjalin kerja sama dengan suatu perusahaan sebagai bentuk inovasi sekaligus pelayanan (pada masyarakat)," ujarnya.
Sementara itu, Goverment Relation Manager PT Star Energy Geothermal Bagus Krisna Tandia mengatakan pihaknya siap menjadi tulang punggung Jawa Barat mengoptimalkan potensi EBT terutama dari sisi pasokan panas bumi.
"Kami adalah penghasil daya panas bumi terbesar di Indonesia dan salah satu yang terbesar di dunia," kata Bagus.
Tiga lokasi panas bumi yang dioperasikan Star Energy Geothermal saat ini berada di Gunung Salak (Sukabumi dan Bogor), Darajat (Garut) dan Wayang Windu (Kabuapaten Bandung) yang kini dikelola Star Energy.
"Dari tiga titik tersebut, kapasisat yang dihasilkan mencapai 875 MW, jadi 70 persen pasokan panas bumi di Jawa Barat dari kami," kata dia.
Bagus memastikan energi panas bumi bisa memberikan kestabilan pembangkitan energi di tahap transisi Indonesia (2021-2035) seperti yang tertera dalam peta jalan energi menuju karbon netral dari Kementrian ESDM.
"Kenapa panas bumi penting karena sumber energi ini berkelanjutan, bersih, bisa diandalkan. Berdasarkan peta jalan transisi energi menuju karbon netral, sampai 2035 panas bumi masih biasa diharapkan sampai teknologi surya atau bayu bisa mengambil alih," kata Bagus.
Baca juga: Menelisik potensi nyamplung sebagai bahan baku biodiesel di Selayar
Baca juga: Celios: Pertamina harus jadi garda terdepan agenda perubahan iklim
Baca juga: PLN sebut ada 28 perusahaan beli sertifikat energi baru terbarukan
Pewarta: Ajat Sudrajat
Editor: Muhammad Yusuf
Copyright © ANTARA 2021
Tags: