Ketua ITAGI kemukakan alasan pelaksanaan vaksinasi anak di sekolah
20 Desember 2021 19:58 WIB
Tangkapan layar Ketua Indonesian Technical Advisory Group on Immunization (ITAGI) Sri Rezeki Hadinegoro dalam Dialog Produktif "Vaksinasi Aman Untuk Anak" yang diikuti dari YouTube FMB9 di Jakarta, Senin (20/12/2021). (ANTARA/Andi Firdaus)
Jakarta (ANTARA) - Ketua Indonesian Technical Advisory Group on Immunization (ITAGI), Sri Rezeki Hadinegoro mengemukakan alasan pelaksanaan vaksinasi COVID-19 anak usia 6-11 tahun di sekolah, sebab telah tersedia sarana dan prasarana pendukung yang memadai.
"Kementerian Kesehatan (Kemenkes) sudah memberikan arahan yang cukup terkait petunjuk pelaksanaan teknisnya, sebaiknya memang diberikan di sekolah dan itu disetujui oleh ITAGI," kata Sri Rezeki Hadinegoro dalam Dialog Produktif "Vaksinasi Aman Untuk Anak" yang diikuti dari YouTube FMB9 di Jakarta, Senin.
Sri mengatakan imunisasi di sekolah itu bukan sesuatu yang baru, karena pemerintah sudah punya program, yakni Bulan Imunisasi Anak Sekolah (BIAS) yang rutin diselenggarakan setiap Oktober dan November.
Baca juga: ITAGI: Ikhtiar kekebalan populasi butuh peran serta anak
Selain itu, kata Sri, pelaksanaan vaksinasi COVID-19 di sekolah memberikan dampak psikologis yang lebih baik bagi anak. "Sebab kalau di rumah sakit atau di Puskesmas rasanya kan saya mau diapain gitu, kok masuk rumah sakit, masuk Puskesmas," katanya.
Menurut Sri, anak-anak cenderung merasa familiar dengan sekolah mereka. "Apalagi, kalau lihat temen-temennya disuntik enggak nangis, dia juga jadi malu mau nangis. Jadi, hal-hal psikologis juga kita pikirkan," katanya.
Keberadaan guru juga diyakini Sri memberikan dukungan terhadap moral anak-anak, sehingga lebih siap menjalani vaksinasi. Selain itu, siswa juga cenderung lebih mudah diatur oleh guru mereka, misalnya terkait larangan berkerumun dan arahan untuk cepat pulang ke rumah usai vaksinasi.
"Jadi, semua akan jadi lebih mudah. Yang perlu diperhatikan kalau di sekolah itu harus disediakan sarana untuk kalau terjadi emergency, seperti harus ada oksigen, infus set, guru UKS di setiap SD harus bertanggung jawab," ujarnya.
Namun, tidak menutup kemungkinan pelaksanaan vaksinasi anak dapat digelar di luar lingkungan sekolah tergantung hasil analisa di lapangan dan kesiapan sarana dan prasarananya.
Baca juga: Dalam sepekan 500.000 lebih anak usia 6-11 tahun telah menerima vaksin
Baca juga: Anak-anak usia 6-11 tahun itu antusias divaksinasi COVID-19
Dalam acara yang sama, Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (Dirjen P2P) Kemenkes RI Maxi Rein Rondonuwu mengatakan dalam sepekan sejak program vaksinasi anak bergulir sudah lebih dari 500 ribu lebih siswa menerima vaksinasi COVID-19 dosis pertama.
"Sejak dimulai pada Selasa (14/12), pantauan di sistem kami sudah 500 ribu lebih divaksinasi dari sasaran 26,5 juta jiwa kelompok usia 6-11 tahun. Vaksinasi berjalan lancar dan aman. Peminatnya makin lama makin banya, karena baru sepekan lebih," katanya.
"Kementerian Kesehatan (Kemenkes) sudah memberikan arahan yang cukup terkait petunjuk pelaksanaan teknisnya, sebaiknya memang diberikan di sekolah dan itu disetujui oleh ITAGI," kata Sri Rezeki Hadinegoro dalam Dialog Produktif "Vaksinasi Aman Untuk Anak" yang diikuti dari YouTube FMB9 di Jakarta, Senin.
Sri mengatakan imunisasi di sekolah itu bukan sesuatu yang baru, karena pemerintah sudah punya program, yakni Bulan Imunisasi Anak Sekolah (BIAS) yang rutin diselenggarakan setiap Oktober dan November.
Baca juga: ITAGI: Ikhtiar kekebalan populasi butuh peran serta anak
Selain itu, kata Sri, pelaksanaan vaksinasi COVID-19 di sekolah memberikan dampak psikologis yang lebih baik bagi anak. "Sebab kalau di rumah sakit atau di Puskesmas rasanya kan saya mau diapain gitu, kok masuk rumah sakit, masuk Puskesmas," katanya.
Menurut Sri, anak-anak cenderung merasa familiar dengan sekolah mereka. "Apalagi, kalau lihat temen-temennya disuntik enggak nangis, dia juga jadi malu mau nangis. Jadi, hal-hal psikologis juga kita pikirkan," katanya.
Keberadaan guru juga diyakini Sri memberikan dukungan terhadap moral anak-anak, sehingga lebih siap menjalani vaksinasi. Selain itu, siswa juga cenderung lebih mudah diatur oleh guru mereka, misalnya terkait larangan berkerumun dan arahan untuk cepat pulang ke rumah usai vaksinasi.
"Jadi, semua akan jadi lebih mudah. Yang perlu diperhatikan kalau di sekolah itu harus disediakan sarana untuk kalau terjadi emergency, seperti harus ada oksigen, infus set, guru UKS di setiap SD harus bertanggung jawab," ujarnya.
Namun, tidak menutup kemungkinan pelaksanaan vaksinasi anak dapat digelar di luar lingkungan sekolah tergantung hasil analisa di lapangan dan kesiapan sarana dan prasarananya.
Baca juga: Dalam sepekan 500.000 lebih anak usia 6-11 tahun telah menerima vaksin
Baca juga: Anak-anak usia 6-11 tahun itu antusias divaksinasi COVID-19
Dalam acara yang sama, Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (Dirjen P2P) Kemenkes RI Maxi Rein Rondonuwu mengatakan dalam sepekan sejak program vaksinasi anak bergulir sudah lebih dari 500 ribu lebih siswa menerima vaksinasi COVID-19 dosis pertama.
"Sejak dimulai pada Selasa (14/12), pantauan di sistem kami sudah 500 ribu lebih divaksinasi dari sasaran 26,5 juta jiwa kelompok usia 6-11 tahun. Vaksinasi berjalan lancar dan aman. Peminatnya makin lama makin banya, karena baru sepekan lebih," katanya.
Pewarta: Andi Firdaus
Editor: Endang Sukarelawati
Copyright © ANTARA 2021
Tags: